Senin, 14 November 2011

Pertumbuhan Mulai Berkualitas?


Pertumbuhan Mulai Berkualitas?

Faisal Basri, PENGAMAT EKONOMI  
Sumber : KOMPAS, 14 November 2011



Indonesia mulai diperhitungkan di kancah perekonomian dunia. Krisis berkelanjutan yang melanda negara-negara maju sejak 2008 tak banyak menekan perekonomian kita. Hingga triwulan ketiga 2011 Indonesia masih mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi 6,5 persen. Berbagai kajian memproyeksikan bahwa pada tahun 2050 produk domestik bruto Indonesia bakal masuk 10 besar dunia.

Sebagai negara yang perekonomiannya terbuka, sudah barang tentu gejolak ekonomi dunia turut menekan kita. Namun, sejauh ini dampak negatif yang kita alami tergolong paling kecil dibandingkan dengan yang diderita sebagian besar negara berkembang ataupun emerging economies.

Ekspor kita masih tumbuh di atas 30 persen selama Januari-September. Dibandingkan dengan akhir tahun 2010, indeks harga saham gabungan kita per 9 November masih tumbuh positif 4,2 persen dalam rupiah dan 5,6 persen dalam dollar AS. Hanya Bursa Indonesia (JSX) dan Amerika Serikat (DJIA) yang masih mencatatkan pertumbuhan indeks yang positif.

Nilai tukar rupiah memang sudah kembali menembus Rp 9.000 per dollar AS pada akhir minggu lalu, tetapi pelemahan ini tak seberapa dibandingkan dengan nilai tukar mata uang negara-negara tetangga. Bahkan, berdasarkan perhitungan year to date, rupiah masih mengalami penguatan atau apresiasi.

Tekanan terhadap Surat Utang Negara (SUN) juga tak berlanjut berkat langkah sigap Bank Indonesia yang melakukan operasi pasar di pasar valuta asing. Dana rupiah yang ditarik digunakan BI untuk membeli SUN. Langkah ini bisa dijadikan momentum untuk mengurangi porsi asing dalam kepemilikan SUN.

Laju inflasi yang terus menurun hingga hanya sebesar 4,4 persen pada bulan Oktober dimanfaatkan oleh Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 50 basis poin sehingga suku bunga acuan BI mencatat rekor terendah sepanjang sejarah, yakni 6 persen.

Keberanian BI yang telah dua bulan berturut-turut menurunkan suku bunga acuan diharapkan bisa menurunkan suku bunga pinjaman dan sekaligus merasionalisasikan struktur lalu lintas modal asing yang masuk. Porsi penanaman modal asing langsung diharapkan kian bertambah, sedangkan investasi portofolio semakin selektif dan berkualitas, tak lagi didominasi oleh modal jangka pendek (hot money).

Yang juga menggembirakan adalah pertumbuhan sektor industri manufaktur mulai meningkat melampaui pertumbuhan produk domestik bruto. Kita harapkan momentum ini bisa berlanjut karena kualitas pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kinerja sektor ini. Pada triwulan ketiga 2001 industri manufaktur tumbuh 6,58 persen. Bahkan, industri manufaktur nonmigas tumbuh lebih tinggi lagi, yakni 6,98 persen. Pertumbuhan yang membaik ini hampir merata di semua subsektor, kecuali subsektor kayu dan produk hutan serta kertas dan barang cetakan. Lebih menggembirakan lagi adalah pertumbuhan subsektor logam dasar dan besi baja yang mencapai dua digit selama dua triwulan terakhir.

Peningkatan kinerja industri manufaktur diikuti oleh perbaikan penyerapan tenaga kerja. Penduduk yang bekerja di sektor industri meningkat cukup tajam, dari 13,82 juta orang pada Agustus 2010 menjadi 14,54 juta orang pada Agustus 2011. Dampak positifnya juga terlihat dari peningkatan relatif tajam pekerja di sektor formal, dari 33,1 persen pada Agustus 2010 menjadi 37,8 persen pada Agustus 2011.

Bagaimana kita menyikapi penurunan indeks pembangunan manusia yang baru saja dirilis oleh salah satu badan PBB? Sebetulnya indeks pembangunan manusia kita meningkat, tetapi kalah cepat dengan perbaikan di negara-negara lain yang berdekatan derajatnya dengan kita. Penurunan peringkat indeks pembangunan manusia juga disebabkan perluasan cakupan indikator yang digunakan. Namun, bagaimanapun kita perlu prihatin karena bukankah titik sentral pembangunan adalah manusia.

Kedua, jangan sampai pertumbuhan ekonomi yang meninggi lebih ditopang oleh pengurasan sumber daya alam yang berlebihan, yang pada gilirannya memperburuk kualitas hidup manusia di sekitarnya. Sejauh ini, kita masih prihatin dengan peningkatan ekspor yang dimotori oleh ekspor sumber daya alam yang belum diolah. Lebih buruk lagi, dalam tiga tahun terakhir, kita telah mengalami defisit perdagangan untuk produk-produk industri manufaktur.

Semoga saja perbaikan kinerja industri manufaktur belakangan ini bisa menghentikan defisit neraca perdagangan produk-produk manufaktur, selanjutnya juga bisa menyerap tenaga kerja formal lebih banyak. Inilah kunci untuk menghadirkan pertumbuhan yang lebih berkualitas.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar