Senin, 07 November 2011

Pahlawan Nasional Perempuan

Pahlawan Nasional Perempuan
Asvi Warman Adam, SEJARAWAN LIPI
Sumber : KORAN TEMPO, 07 November 2011



Saat ini (sebelum 10 November 2011) Indonesia memiliki 149 pahlawan nasional, hanya 12 orang yang berkelamin perempuan. Apakah hanya sedikit perempuan yang berjasa sangat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan? Atau perjalanan hidup mereka tidak terekam sehingga jasa mereka terabaikan? Persentase pahlawan nasional perempuan kurang dari 10 persen, apakah kuota 30 persen seperti halnya target untuk keberadaan perempuan di parlemen juga perlu dituntut?

Mereka yang sudah masuk album pahlawan adalah Tjut Nyak Dien,Tjut Mutia, Kartini (diangkat pada 1964), Dewi Sartika (1966), Martha Christina Tiahahu dan Walanda Maramis (1969), Nyai Ahmad Dahlan (1971), Nyi Ageng Serang dan Rasuna Said (1974),Tien Soeharto (1996), Fatmawati Sukarno (2000), serta Opu Daeng Risadju (2006).

Perjuangan mereka menentang Belanda dengan mengangkat senjata, seperti yang dilakukan oleh Tjut Nyak Dien, Tjut Mutia, Martha Christina Tiahahu, dan Nyi Ageng Serang. Beberapa orang bergerak dalam bidang emansipasi dan pendidikan, seperti Kartini, Dewi Sartika, Walanda Maramis, dan Nyai Ahmad Dahlan. Dua orang merupakan istri presiden dan dua orang lainnya berkecimpung dalam bidang politik, yakni Rasuna Said (Permi/Perwari) dan Opu Daeng Risadju (PSII). Ada tiga perempuan yang suaminya juga pahlawan nasional, yakni Tjut Nyak Dien (bersuamikan Teuku
Umar), Nyai Ahmad Dahlan, dan Fatmawati Sukarno.

Kartini dan Tjut Nyak Dien adalah dua pahlawan perempuan yang paling populer sungguhpun sebagian warga Jakarta sangat mengenal Rasuna Said lebih sebagai nama jalan ketimbang perjuangannya. Tentulah tidak relevan sebetulnya membandingkan siapa yang lebih “pahlawan”di antara Kartini dan Tjut Nyak Dien seperti yang menjadi perdebatan pada masa lalu antara Harsya Bachtiar dan Abdurrachman Surjomihardjo. Atau mempertanyakan mana yang konkret jasanya, apakah Kartini atau Dewi Sartika.

Sejak dari pengangkatan pertama pada 1959, selama empat dekade sekitar 100 orang dipilih menjadi pahlawan nasional (pada era Orde Lama dan Orde Baru). Hampir 50 orang diangkat pada era reformasi, yang baru berusia satu dasawarsa. Jadi terlihat peningkatan jumlah pengangkatan pasca-1998, tapi ironisnya sangat minim perempuan, hanya dua orang. Karena itu,“kuota”perempuan perlu ditambah dalam album perjuangan bangsa. Dewasa ini ada beberapa nama yang sudah dikirim kepada
Kementerian Sosial. Rohana Kudus adalah tokoh pejuang dalam bidang pendidikan yang memenuhi syarat sebagai pahlawan nasional, tapi sayangnya sampai sekarang belum disetujui presiden.

Ada lagi sebuah nama yang diusulkan dari Jawa Barat, yakni Inggit Garnasih, janda Bung Karno. Saya sangat mengagumi dan menghargai perjuangan beliau seperti digambarkan dengan indah oleh Ramadhan K.H.,“mengantarkan Sukarno ke gerbang kemerdekaan”. Beliau memang patut dijadikan suri teladan. Namun masalahnya, bila Ibu Inggit diangkat sebagai pahlawan nasional, dalam album pahlawan itu terdapat keluarga Presiden Sukarno dengan dua istrinya (Fatmawati dan Inggit); dengan atau tanpa disadari bukankah itu dapat menganjurkan poligami, sesuatu yang menimbulkan
pro dan kontra di tengah masyarakat.

Untuk masa mendatang, seyogianya terdapat pahlawan nasional perempuan yang berjuang dalam bidang tenaga kerja. Sungguh besar jasa para buruh/tenaga kerja wanita itu bagi keluarga, bangsa, dan negara. Perlu disadari, perjuangan masa kini bukan lagi mengusir penjajah atau merebut kemerdekaan, melainkan mengisi kemerdekaan. Pengisian kemerdekaan itu terjadi dalam berbagai bidang. Karena itu,

Marsinah, seorang pejuang buruh perempuan yang tewas dalam menuntut hak, dapat diusulkan sebagai pahlawan nasional. Marsinah (1969-1993) adalah simbol pencari keadilan dan pejuang buruh perempuan. Ia memperjuangkan hak pekerja wanita dan tewas secara mengenaskan. Yap Thiam Hien Award diberikan kepada Marsinah almarhum), untuk menghargai perjuangannya, dan sutradara Slamet Rahardjo, yang membuat film untuk mengenang keberanian aktivis perempuan yang bergerak di Jawa Timur ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar