Rabu, 16 November 2011

Asian Games Dong, Baru Keren!


Asian Games Dong, Baru Keren!

Arswendo Atmowiloto, BUDAYAWAN
Sumber : SINDO, 16 November 2011



Pesta olahraga SEA Games XXVI yang dituanrumahi Indonesia termasuk sukses. Setidaknya kalau dibandingkan dengan prestasi keikutsertaan kita sebelumnya.

Tidak berarti mengecilkan arti keberhasilan kita kali ini, melainkan  dan itu cara berpikir dengan sendirinya harus selangkah lebih maju, one step ahead, misalnya menentukan sasaran pada pesta olahraga tingkat Asia.

Bukan karena kalau menjadi tuan rumah sebagian dari kita bisa melakukan korupsi lebih besar, melainkan karena menentukan target “lebih jauh dari panjang hidung”, lebih memicu dan memacu modal kekuatan yang kita miliki.Dari situlah kita belajar, sekaligus memahami dan mengalami proses olahraga yang sesungguhnya, yaitu sportivitas dan prestasi.

Sportivitas

Dari kata sport,olahraga,ada turunan kata sifat sportivitas. Pada kata ini tecermin pengertian sesuai dengan aturan yang berlaku mutlak bagi siapa pun. Sampai misalnya peraturan itu diubah. Selama peraturan masih berlaku,itu yang dipatuhi. Kalau dalam pertandingan sepak bola—mungkin kalau dipakai lagi istilah bola kaki lebih pas—, jumlah pemainnya sebelas, ya itu yang dipatuhi.

Kalau hanya penjaga gawang yang boleh memegang bola dengan tangan, begitulah tata krama yang berlaku.Bahwa susunan barisan 4-3-3,3-3-4,2-4-4, atau bahkan 9-1, itu adalah urusan menyangkut kreativitas dan pilihan.Namun jumlah kesebelasan—makanya dinamai seperti jumlah pemain yang ada—tetap sama. Pilihan warna kaus boleh polos atau warna-warni, terserah.

Yang penting beda dengan lawan main, beda dengan wasit, dan berlengan pendek— kecuali penjaga gawang.Yang saya kira untuk membedakan supaya tidak terkena pelanggaran saat memegang bola. Itu pula sebabnya lebar gawang atau luas lapangan sudah ditentukan. Kalau mau lapangan lebih kecil, ada nama sendiri dan tata krama sendiri.

Inilah yang berlaku bagi semua peserta, baik yang sipit atau yang belok matanya, yang kulitnya kuning atau sawo matang, rambut lurus atau keriting. Dalam arti tidak membedakan apa yang di sini dikenal dengan unsur SARA. Bahwa selebrasi pemain dengan simbol keagamaan yang dianutnya, itu tidak menyalahi.

Namun tetap saja, bola yang out tetap dinilai out, bukan karena wasit atau hakim garis satu agama atau satu bangsa atau satu negara.Tata nilai dalam olah raga tidak mengenal perhitungan lain di luar olahraga itu sendiri.Inilah yang menjadikan olahraga milik bersama yang namanya manusia.

Prestasi

Dari kandungan sportivitas inilah lahir prestasi, untuk menentukanyangterbaikdariyang berlaga. Dengan cara penentuan yang juga menjadi kesepakatan bersama. Dalam bola kaki, jumlah gol yang dimasukkan ke gawang lawan dihitung sebagai keunggulan. Dalam renang, lari, makin sedikit waktu tempuh, makin ampuh.Dalam meloncat, nilai ada pada loncatan tertinggi tanpa kesalahan.

Itu untuk loncatan ke atas, sementara untuk loncat jauh diukur dengan panjang lompatan. Semua cara atau ilmu menggapai itu sebenarnya sangat terbuka. Bagaimana teknik menendang bola,menghindari tubrukan, pura-pura terganjal,semua bisa dipelajari. Dalam cabang apa pun. Bagaimana bermain bulu tangkis bisa dipelajari semua peserta dari semua negara. Dari pemahaman ini,yang juga diperlukan adalah kreativitas.

Contohnya menciptakan gerakan atau gaya baru—semisal smes loncat ala King––dan atau memperbarui gerakan yang ada—semisal maestro Rudy Hartono memadukan permainan net dengan lob Tan Yu Hok. Bisa pula gaya cuek Tjun Tjun yang seolah tak melihat bola lawan tapi terus menghajar atau kejelian ala Ivanna Lie dan Mia Audina dalam penempatan bola yang tak terduga.

Dengan kata lain dalam bidang bulu tangkis yang pernah dan harusnya masih menjadi kebanggaan sebagai yang paling berprestasi di dunia,jurusjurus yang mematikan ini masih bisa dieksplorasi. Baik dengan mempelajari pertandingan yang pernah berlangsung maupun terutama belajar langsung dari tokohnya.

Dan sesungguhnya inilah kelebihan yang tak dimiliki peserta dari negara lain, inilah modal prestasi yang telah terbukti. Kreativitas hanya bisa lahir dari dorongan keinginan untuk berprestasi, need for achievement, yang menjadi virus dalam diri.Itu hanya bisa muncul dengan bergumul terus. Berlatih terus dan terus dan terus.

Tak ada pemain olahraga yang muncul tiba-tiba, juga tak ada penyair kampiun atau pelukis hebat tanpa berkubang di bidangnya siang-malam. Dan akar dari semua ini adalah stamina.Inilah yang sangat diperlukan dengan perencanaan tersusun dan terawasi. Stamina yang selalu siap seperti petugas pemadam kebakaran yang harus bergegas, seperti pasukan khusus yang terus berlatih keras tanpa ada perang atau teroris.

Dinamika ini mengandaikan kita juga siap untuk Asian Games atau bahkan kelas dunia dalam bidang yang dikuasai. Kan semboyan kita: ”Ayo kamu bisa.”Bisa dalam arti merengkuh proses-proses lahirnya prestasi dalam kerangka menciptakan prestasi, bukan yang lain.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar