|
REPUBLIKA,
02 Mei 2013
Selama
hampir 10 tahun menjabat presiden, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tercatat tiga
kali menaikkan dan menurunkan BBM. Berbagai dampak dari kebijakan tersebut
memukul masyarakat miskin, terutama nelayan. Pemerintah berancang-ancang pula
akan menaikkan BBM kembali dan sudah melakukan pemanasan yang diawali kelangkaan
solar sejak satu bulan terakhir. Kebijakan tersebut merugikan masyarakat
pesisir yang tinggal di pinggir pantai, pulau-pulau kecil. Mereka hidup
mengandalkan hasil dari laut serta tergantung solar.
Awal
bulan Mei 2013 Presiden SBY dijadwalkan berlayar ke perairan Situbondo, Jawa
Timur. Dalam kunjungannya, rombongan presiden menginap di atas kapal perang
mewah yang berangkat dari Pelabuhan Ujung, kawasan Armada Timur Surabaya.
Presiden SBY dan robongan akan menghadiri latihan gabungan (Latgab) TNI 1-5 Mei
2013 di perairan Asem Bagus, Situbondo, dari atas kapal KRI Makassar.
Adakah
tebersit di benak SBY untuk singgah di desa nelayan? Melihat dampak dari
kebijakannya mempersulit nelayan mendapatkan solar? Dalam muhibah ke Situbondo,
kita berharap Presiden singgah di desa nelayan yang kondisinya sedang terpuruk
akibat kelangkaan solar dan sulitnya mendapatkan ikan di Selat Madura, Laut
Jawa, Selat Bali, bahkan di Samudra Indonesia karena menyusutnya sumber daya
ikan (SDI).
Rombongan
akan menyaksikan fakta betapa susahnya nelayan dan keluar- ganya
pascakelangkaan solar. Presiden bisa memilih tempat berdialog, antara lain di
TPI Pondok Mimbo, Besuki, atau Panarukan, bersama nelayan yang baru datang dari
laut dengan hasil tangkapan yang minim, muka kusam, dan pakaian lusuh. Tidak
ada salahnya sesekali Presiden duduk bersama buruh nelayan, sambil mengevaluasi
kebijakan soal solar.
Nelayan
Situbondo memang fenomenal. Mereka tinggal di pesisir sepanjang 150 kilometer.
Kendati diuntungkan dari segi geoekonomis dan geostrategis, tetapi potensi
tersebut terabaikan. Wilayahnya dilewati jalan akses nasional pantura
menghubungkan Surabaya-Denpasar serta berbatasan dengan dua kabupaten yang
sedang menggeliat perekonominannya, Probolinggo dan Banyuwangi.
Akan
tetapi, kabupaten pesisir dengan 14 ribu nelayan itu hanya memiliki satu
stasiun pompa BBM khusus nelayan (SPDN) di Desa Sumber Anyar, Kecamatan
Banyuputih. Ironis pula, pada tahun 2012 kabupaten pesisir ini menyandang
predikat kategori daerah tertinggal versi Kementerian Pembangunan Daerah
Tertinggal.
Boleh
dikata, nelayan Situbondo mewakili kemiskinan nelayan di Jawa Timur dan
gambaran secara nasional kondisi ekonomi masyarakat di pinggir pantai yang
menurut Pendataan Program Pemberdayaan Sosial (PPLS 2008), jumlahnya mencapai
7,87 juta orang. Di Situbondo, buruh nelayan tersebar di 19 desa dan 11
kecamatan pesisir. Jika musim paceklik, mereka lari ke kota untuk mencari kerja
serabutan sebagai penarik becak atau ojek dadakan.
Kaya Potensi
Kedatangan
Presiden tentunya akan disambut hangat para nelayan warga desa Pondok Mimbo,
Kecamatan Asem Bagus, misalnya, yang hidup dari menangkap ikan dan budidaya
rumput laut. Presiden tidak perlu berkecil hati jika dalam dialog nanti
dibeberkan hasil penelitian Asia
Foundation soal kemiskinan nelayan Kabupaten Situbondo.
Lembaga
pendonor ini diam-diam membantu masyarakat pesisir Situbondo yang pada umumnya
terjerat kemiskinan. Daerah ini layak diperhatikan karena mengalami degradasi
sebagai daerah penghasil ikan. Situbondo 10 tahun lalu adalah daerah penghasil
udang windu terbesar di Indonesia dan perintis usaha budidaya laut nasional.
Sebagai
catatan, tim peneliti yang diterjunkan di sejumlah desa pesisir Situbondo
terperangah menemukan fakta kemiskinan masyarakat pesisir di Selat Madura itu,
yang bertolak belakang dengan potensi lautnya. Intinya, ketergantungan buruh
nelayan dengan `pengambek' atau pedagang ikan merangkap rentenir, juragan
darat, atau juragan laut ternyata sangatlah dominan.
Di lokasi
perairan Asem Bagus, tidak jauh dari tempat di mana KRI Makassar akan lego
jangkar dan menurunkan sejumlah tank amfibi yang sarat dengan pasukan Marinir
dan pasukan Taifib dalam prosesi latihan, terdapat lokasi budidaya laut. Di
lokasi itu dibangun kawasan eksklusif milik pengusaha Surabaya yang dilarang
didekati oleh siapa pun. Ada sekitar 200 keramba apung (satu unit terdiri dari
empat kotak, masing-masing ber ukuran 4x4 meter) yang dijaga preman 24 jam.
Betapa
tidak, sebetulnya Situbondo kaya potensi perikanan tangkap, budidaya laut, dan
tambak udang, bandeng, usaha pembenihan, serta menjadi daerah tujuan wisata
bahari. Pantainya yang indah, berpasir putih dan perairannya jernih ditumbuhi
aneka ragam terumbu karang dan menjadi rumah ikan hias.
Jadi,
tidak ada salahnya Presiden sebagai Nakhoda NKRI ke Situbondo tidak hanya
mengikuti acara seremonial Latgab TNI yang berbau asap mesiu. Singgahlah di
desa nelayan kumuh, silaturahim dengan komunitas termarjinalkan yang merupakan
bagian dari kearifan lokal bangsa Indonesia sebagai pewaris budaya bahari. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar