|
JAWA POS, 11 Mei 2013
DALAM beberapa hari terakhir, aparat keamanan Indonesia kembali
berhasil menangkap terduga teroris. Dalam operasi antiteror yang dilakukan di
beberapa daerah, aparat berhasil menangkap 20 terduga teroris. Tujuh di antara
mereka tewas (Jawa Pos, 9/5).
Operasi itu hanya berselang beberapa hari sesudah operasi di Jakarta (2/5). Dalam operasi ini, aparat berhasil menangkap tiga terduga teroris dan mengamankan lima bom pia yang siap ledak. Beberapa waktu sebelumnya (15/4), Amerika Serikat (AS) kembali diguncang aksi terorisme. Bom yang meledak di arena lomba lari maraton di Boston itu mengakibatkan tiga orang meninggal dunia dan ratusan luka-luka.
Pertanyaannya adalah apa yang harus diwaspadai nanti dari jaringan terorisme yang masih menebar ancaman itu?
Aksi terorisme di Boston memang tidak sedahsyat tragedi 11 September 2001 yang meruntuhkan menara kembar World Trade Center (WTC) sebagai simbol kedigdayaan ekonomi AS. Meski demikian, ledakan bom di Boston tetap saja menjadi pukulan besar bagi negara adikuasa itu. Maklum, sejak tragedi 9/11, pemerintah AS memperketat pengamanannya.
Karena itu, bagi kelompok teroris global, bom Boston bisa dianggap sebagai pencapaian besar karena berhasil menembus sistem pertahanan AS yang dikenal sangat ketat. Lebih jauh, bom Boston bisa memberikan suntikan mental dan kepercayaan diri baru bagi jaringan terorisme global.
Inilah yang saya maksud dalam tulisan ini sebagai kebangkitan terorisme global yang harus diwaspadai. Kenapa bom Boston bisa membangkitan kembali jaringan terorisme global? Mengingat, AS selama ini kerap memusuhi kelompok teroris dan memaksa jaringannya tercerai-berai sedemikian rupa, tapi masih bisa meledakkan bom di Boston.
Negara-negara di dunia harus lebih meningkatkan kewaspadaan, khususnya Indonesia. Sebab, sejauh ini persoalan terorisme di negeri ini masih jauh dari kata selesai dan tuntas. Operasi antiteror yang dilakukan aparat keamanan menjadi salah satu contoh dari yang disampaikan.
Selama lebih dari satu dasawarsa terakhir, Indonesia beberapa kali diguncang aksi terorisme. Sejumlah bom meledak di beberapa daerah. Korban jiwa dan kerugian materi tidak sedikit. Tidak hanya itu, aksi tidak berperikemanusiaan itu juga merusak tatanan kehidupan sosial dalam berbangsa, beragama, dan bernegara.
Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 adalah aksi terorisme terbesar di Indonesia sejauh ini. Pada hari nahas itu, sebuah bom berdaya ledak tinggi (high explosive) menggelegar di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali. Ledakan bom di dua tempat tersebut menewaskan 202 korban jiwa yang sebagian besar warga negara asing dan ratusan lain mengalami luka-luka.
Aksi terorisme belakangan ini memang skalanya lebih kecil daripada yang terjadi sebelumnya, khususnya bila dibandingkan dengan Bom Bali I. Pelakunya pun tidak terorganisasi secara rapi dan memiliki jaringan yang massif seperti dahulu, melainkan secara individual atau hanya dalam bentuk kelompok kecil.
Meski demikian, jaringan terorisme harus tetap diwaspadai bersama-sama. Sebab, di satu sisi, terorisme sebagai kejahatan kemanusiaan tidak pernah membeda-bedakan calon korban. Di sisi lain, terorisme telah mencederai keluhuran dan keagungan agama yang diyakini dan diimani oleh umat. Sebab, terorisme kerap mengatasnamakan ajaran agama tertentu seperti jihad. Padahal, jihad sama sekali berbeda dari terorisme.
Forum Antiterorisme
Sebagai lembaga negara yang diberi mandat khusus untuk menanggulangi persoalan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membentuk Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) atau forum antiterorisme di daerah-daerah. Ini adalah bagian dari upaya pencegahan dini terhadap terorisme.
Hingga saat ini, ada 20 FKPT yang sudah terbentuk di 20 provinsi di Indonesia. Melalui forum itu, BNPT ingin mengajak para pemangku kepentingan dan seluruh elemen masyarakat di daerah untuk terlibat pencegahan terorisme sedini mungkin. Menjaga keamanan dan kenyamanan dari ancaman terorisme merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah bersama segenap elemen bangsa yang lain harus berkoordinasi dan bekerja sama untuk menghadapi masalah-masalah krusial seperti terorisme.
Membasmi terorisme hingga ke akar-akarnya jelas bukanlah perkara mudah. Meski sudah banyak kerangka teori dari para ahli yang digunakan untuk menanggulangi terorisme, faktanya kelompok teroris masih kerap bermunculan di mana-mana dengan varian aksi yang berbeda-beda. Bahkan, belakangan jaringan terorisme mulai membidik generasi muda sebagai pembasisan gerakan mereka.
Pemberantasan terorisme berbeda dengan tindak kejahatan-kejahatan lain. Melacak dan membongkar jaringan terorisme tidaklah mudah karena bergerak di bawah tanah. Operasi senyap kelompok teroris kerap tidak dapat terendus oleh aparat keamanan. Dibutuhkan kewaspadaan dan peran dari masyarakat menghadapi masalah terorisme.
Sudah pasti, pemerintah mana pun tidak akan mampu memberantas terorisme jika bekerja sendirian. Namun, secara bersama-sama, hampir tidak ada masalah apa pun yang tidak dapat diselesaikan.
Karena itu, dalam rangka menyelesaikan persoalan terorisme hingga ke akar-akarnya, sinergi dan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan elemen bangsa yang lain menjadi suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Mari secara bersama-sama kita membersihkan bangsa ini dari anasir terorisme. Hingga semua masyarakat dapat beraktivitas secara damai dan tenteram. ●
Operasi itu hanya berselang beberapa hari sesudah operasi di Jakarta (2/5). Dalam operasi ini, aparat berhasil menangkap tiga terduga teroris dan mengamankan lima bom pia yang siap ledak. Beberapa waktu sebelumnya (15/4), Amerika Serikat (AS) kembali diguncang aksi terorisme. Bom yang meledak di arena lomba lari maraton di Boston itu mengakibatkan tiga orang meninggal dunia dan ratusan luka-luka.
Pertanyaannya adalah apa yang harus diwaspadai nanti dari jaringan terorisme yang masih menebar ancaman itu?
Aksi terorisme di Boston memang tidak sedahsyat tragedi 11 September 2001 yang meruntuhkan menara kembar World Trade Center (WTC) sebagai simbol kedigdayaan ekonomi AS. Meski demikian, ledakan bom di Boston tetap saja menjadi pukulan besar bagi negara adikuasa itu. Maklum, sejak tragedi 9/11, pemerintah AS memperketat pengamanannya.
Karena itu, bagi kelompok teroris global, bom Boston bisa dianggap sebagai pencapaian besar karena berhasil menembus sistem pertahanan AS yang dikenal sangat ketat. Lebih jauh, bom Boston bisa memberikan suntikan mental dan kepercayaan diri baru bagi jaringan terorisme global.
Inilah yang saya maksud dalam tulisan ini sebagai kebangkitan terorisme global yang harus diwaspadai. Kenapa bom Boston bisa membangkitan kembali jaringan terorisme global? Mengingat, AS selama ini kerap memusuhi kelompok teroris dan memaksa jaringannya tercerai-berai sedemikian rupa, tapi masih bisa meledakkan bom di Boston.
Negara-negara di dunia harus lebih meningkatkan kewaspadaan, khususnya Indonesia. Sebab, sejauh ini persoalan terorisme di negeri ini masih jauh dari kata selesai dan tuntas. Operasi antiteror yang dilakukan aparat keamanan menjadi salah satu contoh dari yang disampaikan.
Selama lebih dari satu dasawarsa terakhir, Indonesia beberapa kali diguncang aksi terorisme. Sejumlah bom meledak di beberapa daerah. Korban jiwa dan kerugian materi tidak sedikit. Tidak hanya itu, aksi tidak berperikemanusiaan itu juga merusak tatanan kehidupan sosial dalam berbangsa, beragama, dan bernegara.
Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002 adalah aksi terorisme terbesar di Indonesia sejauh ini. Pada hari nahas itu, sebuah bom berdaya ledak tinggi (high explosive) menggelegar di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali. Ledakan bom di dua tempat tersebut menewaskan 202 korban jiwa yang sebagian besar warga negara asing dan ratusan lain mengalami luka-luka.
Aksi terorisme belakangan ini memang skalanya lebih kecil daripada yang terjadi sebelumnya, khususnya bila dibandingkan dengan Bom Bali I. Pelakunya pun tidak terorganisasi secara rapi dan memiliki jaringan yang massif seperti dahulu, melainkan secara individual atau hanya dalam bentuk kelompok kecil.
Meski demikian, jaringan terorisme harus tetap diwaspadai bersama-sama. Sebab, di satu sisi, terorisme sebagai kejahatan kemanusiaan tidak pernah membeda-bedakan calon korban. Di sisi lain, terorisme telah mencederai keluhuran dan keagungan agama yang diyakini dan diimani oleh umat. Sebab, terorisme kerap mengatasnamakan ajaran agama tertentu seperti jihad. Padahal, jihad sama sekali berbeda dari terorisme.
Forum Antiterorisme
Sebagai lembaga negara yang diberi mandat khusus untuk menanggulangi persoalan terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membentuk Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) atau forum antiterorisme di daerah-daerah. Ini adalah bagian dari upaya pencegahan dini terhadap terorisme.
Hingga saat ini, ada 20 FKPT yang sudah terbentuk di 20 provinsi di Indonesia. Melalui forum itu, BNPT ingin mengajak para pemangku kepentingan dan seluruh elemen masyarakat di daerah untuk terlibat pencegahan terorisme sedini mungkin. Menjaga keamanan dan kenyamanan dari ancaman terorisme merupakan tanggung jawab bersama. Pemerintah bersama segenap elemen bangsa yang lain harus berkoordinasi dan bekerja sama untuk menghadapi masalah-masalah krusial seperti terorisme.
Membasmi terorisme hingga ke akar-akarnya jelas bukanlah perkara mudah. Meski sudah banyak kerangka teori dari para ahli yang digunakan untuk menanggulangi terorisme, faktanya kelompok teroris masih kerap bermunculan di mana-mana dengan varian aksi yang berbeda-beda. Bahkan, belakangan jaringan terorisme mulai membidik generasi muda sebagai pembasisan gerakan mereka.
Pemberantasan terorisme berbeda dengan tindak kejahatan-kejahatan lain. Melacak dan membongkar jaringan terorisme tidaklah mudah karena bergerak di bawah tanah. Operasi senyap kelompok teroris kerap tidak dapat terendus oleh aparat keamanan. Dibutuhkan kewaspadaan dan peran dari masyarakat menghadapi masalah terorisme.
Sudah pasti, pemerintah mana pun tidak akan mampu memberantas terorisme jika bekerja sendirian. Namun, secara bersama-sama, hampir tidak ada masalah apa pun yang tidak dapat diselesaikan.
Karena itu, dalam rangka menyelesaikan persoalan terorisme hingga ke akar-akarnya, sinergi dan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan elemen bangsa yang lain menjadi suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Mari secara bersama-sama kita membersihkan bangsa ini dari anasir terorisme. Hingga semua masyarakat dapat beraktivitas secara damai dan tenteram. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar