Jumat, 03 Mei 2013

Hari Kemerdekaan Pers Sedunia


Hari Kemerdekaan Pers Sedunia
Majda El Muhtaj ;  Kepala Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan
KORAN SINDO, 03 Mei 2013


Tahun 2012 lalu, Dewan HAM PBB dengan suara bulat menyepakati resolusi tentang Keselamatan Para Jurnalis (Safety of Journalists). Resolusi itu secara tegas meminta negara untuk mempromosikan lingkungan yang aman dan memungkinkan bagi jurnalis dalam melaksanakan tugasnya secara merdeka dan tanpa intervensi yang tidak patut. 

Untuk merealisasikan itu, tahun yang sama juga PBB mengeluarkan rancana aksi yang disebut UN Plan of Action on the Safety of Journalists and the Issue of Impunity (Rencana Aksi PBB tentang Keselamatan Para Jurnalis dan Isu Impunitas). Kecuali menekankan 11 prinsip rencana aksi, di antaranya pendekatan berbasis hasil (results-based approach), pendekatan berbasis HAM (human rights-based approach), dan pendekatan sensitif jender (gender-sensitive approach). 

Rencana aksi yang terdiri atas enam bagian ini dijustifikasi untuk menegakkan hak mendasar kemerdekaan berekspresi yang kemudian memastikan warga negara mendapatkan informasi dengan baik dan secara aktif berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat luas. 3 Mei 2013, bertepatan 20 tahun peringatan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia (world press freedom day), tema yang diangkat relevan dengan capaian-capaian tersebut, yakni “Safe to Speak; Securing Freedom of Expression in All Media” (Aman Berbicara; Terjaminnya Kemerdekaan Berekspresi di Semua Media). 

Peringatan tahun ini diharapkan menjadi momentum untuk mendekatkan kembali dan menghargai eksistensi profesi jurnalis dan kemelekan media dari para pengambil kebijakan untuk secara bersama-sama mewujudkan keselamatan para jurnalis, sebagaimana mandat pasal 19 DUHAM PBB tahun 1948, yang menegaskan eksistensi HAM atas informasi. Kecenderungan pembunuhan menunjukkan gejala menaik. 

Tahun 2012, tercatat 121 jurnalis dibunuh. Ini adalah ancaman serius bagi kita semua, khususnya jurnalis termasuk pekerja media dan produser media sosial. Peristiwa buruk ini juga terjadi di Indonesia. Jika hal ini terus dibiarkan sebagai bukti impunitas yang menebal, bukan tidak mungkin kemerdekaan pers yang diusung sebagai mandat reformasi hanya isapan jempol belaka. 

Lebih menakutkan, sikap permisif muncul sebagai antitesis dari ragam kekerasan dan penganiayaan terhadap para jurnalis. Misalnya ungkapan ”itu kan memang risiko kerja para jurnalis.” atau ”makanya jangan terlalu berani memberitakannya,” atau yang lebih parah lagi, ”kalau mau aman beritakan yang baik-baik saja.” Ketidakselamatan jurnalis sesungguhnya malapetaka bagi kita semua. Keselamatan jurnalis berkorelasi dengan independensi media. 

Deklarasi Windhoek tahun 1991 mengafirmasi hal itu pada butir ke-2. Dalam perspektif hukum nasional, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Demikian dimaktubkan ketentuan Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (selanjutnya UU Pers). Kemerdekaan pers meniscayakan hadirnya kemerdekaan berita, baik bagi insan pers maupun masyarakat. 

Hal ini dikarenakan akses informasi adalah kunci bagi sehatnya demokrasi. Demokrasi tidak bisa berjalan baik tanpa kemerdekaan pers. Sebaliknya, kemerdekaan pers menjadi sia-sia manakala insan jurnalis berada dalam kondisi tidak aman, korupsi, kemiskinan, ketakutan, defamasi dan tebalnya tembok impunitas bagi para pelaku kejahatan terhadap jurnalis. Di sinilah arti penting rencana aksi PBB. Kampanye, diseminasi dan pemantauan keselamatan jurnalis harus menjadi agenda negara, pemilik media, organisasi profesi, dan masyarakat pada umumnya. 

Jurnalis Sebagai Pembela HAM 

Para pembela HAM (human rights defenders/HRDs) merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan HAM itu sendiri. Bertepatan dengan usia 50 tahun DUHAM PBB, Majelis Umum mengeluarkan Resolusi 53/144 tanggal 9 Desember 1998 tentang selengkapnya bernama Declaration on the Right and Responsibility of Individuals, Groups and Organs of Society to Promote and Protect Universally Recognized Human Rights and Fundamental Freedoms (Deklarasi tentang Hak dan Tanggung Jawab Individu, Kelompok dan Organ Masyarakat untuk Memajukan dan Melindungi HAM dan Kebebasan Dasar Manusia yang Diakui Secara Universal). 

Para pembela HAM adalah mereka yang bekerja dalam kerangka pemajuan dan perlindungan HAM, termasuk advokat, guru, korban pelanggaran HAM, kelompok petani, organisasi perempuan, dan jurnalis, serta aktivis HAM lainnya. Jika mereka benar-benar menjalankan tugas profesinya dengan baik dan berjuang memajukan dan melindungi HAM, mereka adalah pembela HAM. 

Jadi, tidaklah dipahami sebagai sebuah kerja mekanistis dan sistematis serta hanya dikenali melalui profesi tunggal. Pembela HAM mencerminkan aktivitas konkret dan luhur. Mereka senantiasa berjuang membangun kesadaran jamak bagi upaya pemajuan dan perlindungan HAM. Deklarasi yang terdiri atas 20 pasal itu kemudian dikenal sebagai Declaration on Human Rights Defenders (Deklarasi Pembela HAM). 

Penyebutannya sebagai Deklarasi Pembela HAM dimaksudkan sebagai sebuah pengakuan dunia tentang pentingnya kerja-kerja HAM yang tidak saja dilakukan oleh negara, tetapi juga oleh setiap orang dalam profesi apapun. Pada Lembar Fakta No 29, “Human Rights Defenders; Protecting the Right to Defend Human Rights” (Para Pembela HAM; Melindungi Hak Para Pembela HAM) ditegaskan bahwa dengan perannya insan jurnalis adalah kelompok rentan pelanggaran HAM (vulnerable groups). 

Maraknya peristiwa kekerasan yang dialami para pembela HAM merupakan raison d’etre keberpihakan dunia terhadap nasib dan masa depan mereka. Tidak jarang, para pembela HAM mendapatkan risiko kerja yang tinggi. Perjuangan para pembela HAM pada hakikatnya adalah perjuangan kemanusiaan. 

Memperkuat Pers Nasional 

Harus dimaklumi bahwa kemerdekaan pers, sekalipun menjadi titik krusial keberdayaan iklim demokrasi, tetaplah dipahami sebagai sarana, bukan tujuan. Kemerdekaan pers bukanlah kemerdekaan absolut. Kemerdekaan pers merupakan kekuatan dasar yang dengan itu diharapkan insan pers bekerja dengan maksimal untuk mencapai tujuan nasional. 

Pada sisi inilah wacana kemerdekaan pers sering kali direduksi dan dideviasi sebagai sebuah dogma dan pembenar dan kekekalan tujuan kepentingan bisnis media semata. Kemerdekaan pers yang menunjang kemandirian dan kemartabatan pers nasional, senantiasa harus berpijak pada tiga elemen penting, yakni penaatan norma etika, norma hukum dan peningkatan keterampilan jurnalistik. 

Kemampuan untuk menyinerjikan ketiganya merupakan investasi sosial, kultural dan intelektual bagi pers nasional dalam menunjang pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Sejalan dengan itu, Penjelasan Pasal 4 UU Pers menegaskan, kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers. 

Pers yang merdeka bukanlah pers bebas sebebas-bebasnya. Pers yang merdeka adalah pers yang mampu memerdekakan dirinya dari arogansi dan impunitas. Dengan melekatnya kemerdekaan pers, maka pers nasional sebagaimana ditegaskan Pasal 6 UU Pers diharapkan memerankan dirinya untuk pertama memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; kedua menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; ketiga mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; keempat melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap halhal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan kelima memperjuangkan keadilan dan kebenaran. 

Ketundukan dan keikutsertaan pers nasional dalam mendorong supremasi hukum dan penghormatan terhadap HAM menggambarkan eksistensi dan peran pers yang strategis bagi penguatan iklim demokrasi di Indonesia. 

Ruang inilah yang patut diisi dengan maksimal. Kita butuh pembangunan Indonesia yang berperspektif HAM, yakni memberikan ruang yang dilindungi secara maksimal kepada para pembela HAM sebagai kelompok rentan, termasuk jurnalis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar