|
KOMPAS,
03 Mei 2013
Kasus
pertama infeksi virus influenza A (H7N9) pada manusia dilaporkan terjadi di
Provinsi Henan, di wilayah tengah daratan China, pada 14 April 2013.
Kasus
itu sesungguhnya sangat mengagetkan dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mengingatkan bahwa kita perlu menaruh perhatian besar terhadap peristiwa ini.
Saat
ini, turis-turis yang datang ke Dagang, suatu wilayah basah di daratan China,
tidak lagi bisa bebas mengambil foto burung-burung liar yang terbang indah di
udara. Dagang merupakan jalur burung migran penting di China dan dianggap
daerah berbahaya bagi penyebaran virus influenza H7N9.
Bukan
hanya itu. Kegiatan lain yang ada hubungannya dengan burung, seperti
pemandangan burung liar beterbangan di West Lake, danau air tawar yang terletak
di Hangzhou, ibu kota Provinsi Zhejiang, tidak terlihat lagi. Mereka dikirim ke
kebun binatang lokal agar jauh dari manusia. Meski demikian, para ahli
seharusnya masih perlu membuktikan bahwa burung-burung tersebut memang mampu
menyebarkan virus influenza.
Krisis
H7N9
Sampai
sekarang, infeksi manusia dengan virus influenza A masih sangat jarang. Infeksi
umumnya terjadi setelah kontak dengan unggas terinfeksi.
Sampai
23 April 2013, 108 kasus influenza A (H7N9) dilaporkan menjangkiti manusia di
China dan 22 orang di antaranya meninggal. Ke-108 kasus terkonfirmasi di
sejumlah wilayah: Beijing (1), Shanghai (33), Provinsi Jiangsu (24), Zhejiang
(42), Anhui (4), Henan (3), dan Shandong (1).
Satu-satunya
kasus di luar China terjadi pada seorang Taiwan yang kembali ke negaranya pada
9 April 2013. Orang tersebut diduga terinfeksi di Suzhou City, Provinsi
Jiangsu, tempat dia tinggal sejak 28 Maret 2013.
Sesungguhnya
kemunculan virus influenza A sangat sulit diprediksi karena kemampuannya
bermutasi atau menata ulang gen-gennya, dan juga kemampuannya menulari lintas
spesies. Inilah hal nyata dan cukup memusingkan para ahli, terutama dalam upaya
menyelidiki penyebab munculnya virus influenza H7N9 di China, awal tahun ini.
Petugas
kesehatan mempertanyakan sumber strain virus influenza baru yang menginfeksi
manusia di China setelah data mengindikasikan bahwa separuh dari jumlah pasien
tidak memiliki kontak dengan unggas. Tidak jelas bagaimana pasien-pasien
tersebut terinfeksi. Fakta menunjukkan, virus ini jelas membahayakan kesehatan
manusia.
WHO
menyatakan, tidak ada bukti mengenai penularan antarmanusia dari virus-virus
H7N9 ini. Suatu skenario yang paling ditakuti dunia dalam kaitannya dengan
virus influenza abad ini. Virus tetap merupakan virus unggas yang hanya
sekali-sekali menginfeksi manusia.
Besar
kemungkinannya semua infeksi H7N9 yang menyerang manusia bersifat zoonotik,
yaitu menular dari hewan ke manusia. Mengingat H7N9 adalah virus
berpatogenesitas rendah, unggas yang terinfeksi umumnya tidak menunjukkan
gejala sakit. Situasi yang sangat mungkin untuk memfasilitasi penularan ke
manusia.
Sulit
Ditemukan
Satu
hal yang cukup merepotkan para ahli adalah fakta yang menunjukkan bahwa jumlah
kasus virus influenza H7N9 yang ditemukan pada hewan hanya sedikit sekali
dibandingkan pada manusia.
Organisasi
Pangan dan Pertanian (FAO) menyatakan, tidak seperti halnya virus-virus H5N1,
virus-virus H7N9 hanya menampakkan sedikit gejala atau bahkan tanpa gejala sama
sekali pada unggas terinfeksi. Suatu kenyataan yang menyulitkan dalam upaya
menemukan virus H7N9 melalui surveilans pada hewan.
Sejauh
ini, para ahli China belum menemukan virus H7N9 pada burung liar di
lokasi-lokasi adanya laporan infeksi manusia. Uji laboratorium menunjukkan, 861
dari 1.300 sampel burung-burung liar hasilnya negatif, sisanya masih diperiksa.
Kementerian
Pertanian China mengatakan, hampir 48.000 sampel—diambil dari pasar-pasar
unggas hidup, peternakan, dan rumah pemotongan unggas di seluruh China—telah
diuji. Dari sejumlah itu, hanya 39 sampel dinyatakan positif, 38 dari pasar
unggas hidup di provinsi-provinsi sebelah timur China di mana dilaporkan kasus
pada manusia. Hanya satu diisolasi dari burung merpati di Provinsi Jiangsu.
Investigasi
Sumber Virus
Para
peneliti China mulai menginvestigasi sumber virus H7N9 yang menyebabkan infeksi
pada manusia bulan April ini. Mereka mengambil 970 sampel, termasuk sampel air
minum, tanah, dan sampel usap kloaka dan trachea unggas dari pasar unggas hidup
dan peternakan unggas di Provinsi Shanghai dan Anhui. Ternyata 20 sampel
positif virus H7N9 dan semua sampel tersebut berasal dari pasar unggas hidup di
Shanghai.
Pada
hubungan filogenetik antara isolat virus H7N9 dari hewan dan virus yang
menyebabkan infeksi pada manusia diperiksa ditemukan bahwa keseluruhan delapan
segmen yang membentuk kedua virus tersebut saling berbagi gen yang sama. Dengan
demikian, para ahli berhasil mengidentifikasi adanya sumber langsung virus H7N9
unggas yang menyebabkan infeksi pada manusia.
Suatu
kesimpulan yang menguatkan bahwa adalah penting mengambil tindakan untuk
mengendalikan penyebaran virus-virus H7N9 pada manusia dan unggas untuk
mencegah ancaman lebih lanjut terhadap kesehatan manusia.
H5N1,
H7N7, dan H1N1
Pendahulu
dari virus-virus influenza yang mampu menyerang manusia adalah virus H5N1 yang
sejak 2003 sampai saat ini masih endemik di populasi unggas di sebagian besar
wilayah Asia. Dunia harus bersyukur virus ini belum beradaptasi ke manusia, dan
penularan manusia ke manusia masih sangat terbatas.
Kedua,
virus H7N7 yang dilaporkan di Belanda pada 2003 dengan sejumlah kecil kasus
infeksi pada manusia dan kebanyakan gejalanya sangat ringan.
Ketiga,
virus H1N1 yang muncul pada 2009 kemudian berhasil beradaptasi ke manusia dan
menyebabkan pandemi.
Dari
ketiga peristiwa itu, sejumlah pertanyaan bisa diajukan terkait kemunculan
virus H7N9 saat ini. Apakah kemudian terbukti virus ini mampu dikendalikan?
Apakah akan mengendap dalam populasi hewan seperti halnya H5N1? Ataukah
beradaptasi ke manusia secara stabil dan menyebabkan pandemi seperti virus
H1N1?
Seperti
yang kita lihat pada peristiwa H5N1 dan H7N7 sebelumnya, kedua virus masih pada
tahap awal sekali menuju proses adaptasi ke manusia secara utuh. Apabila waktu
lalu dunia bereaksi berlebihan terhadap kemunculan H1N1, sekarang kita tidak
perlu mengulang kesalahan dengan justru kurang bereaksi terhadap H7N9.
Harapan
para ahli adalah H7N9 akan tetap menjadi virus hewan dari fakta yang
ditunjukkan bahwa virus tersebut telah bersirkulasi paling tidak selama dua
bulan ini tanpa adaptasi secara stabil ke manusia. Satu hal yang bisa menjadi
indikasi bahwa hambatan lompatan spesies masih terlalu besar untuk memungkinkan
terjadinya penularan antarmanusia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar