Selasa, 07 Mei 2013

Abenomics dan Sistem Pembayaran


Abenomics dan Sistem Pembayaran
Achmad Deni Daruri  President Director Center for Banking Crisis 
KORAN SINDO, 07 Mei 2013


Rencana Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk menggunakan strategi quantitative easing seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat memang sangat diperlukan. 

Rencana ini sesuai dengan yang baru saja dikatakan oleh Ben Bernanke bahwa kebijakan ini akan positif bagi pertumbuhan ekonomi dunia. Tidaklah mengherankan jika kelompok negara-negara maju (OECD) sangat mendukung hal tersebut. Kondisi positif tersebut dapat terjadi karena dukungan dari sistem pembayaran dunia yang semakin canggih. Pada tahun 2004 saja diperkirakan ada dana sekitar USD40 triliun telah melalui sistem pembayaran dan dipastikan saat ini angka itu akan semakin meledak apalagi jika pemerintah Jepang juga melakukan kebijakan quantitative easing. 

Permasalahan yang menimpa Siprus akan membuat otoritas moneter di Eropa juga akan terus menerapkan kebijakan quantitative easing. Dengan demikian, dunia akan semakin tergantung kepada sistem pembayaran dalam rangka menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih ajek di masa depan. Setelah kegagalan negara-negara BRICS dalam menjadi motor pertumbuhanekonomidunia, maka harapan hanya dapat diberikan kepada negara maju untuk kembali menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia. 

Kasus Siprus memperlihatkan bahwa Abenomics berperan besar dalam membuat Bank Laiki menjadi kolaps. Hal ini dapat terjadi karena faktor sistem pembayaran yang saling berkaitan antara satu negara dengan negara lainnya sehingga tidaklah berlebihan jika Siprus akhirnya juga akan menerapkan kontrol aliran modal ke luar negeri. Dengan Abenomics maka pemulihan ekonomi Eropa menjadi lebih lama ketimbang seharusnya yang terjadi. Tidaklah mengherankan jika Bernanke sangat mendukung Abenomics. 

Sebetulnya Abenomics didesain untuk menciptakan inflasi yang tinggi di Jepang namun Jepang menghadapi permasalahan struktural dalam perekonomiannya. Dengan semakin terkoneksinya sistem pembayaran dunia, gabungan quantitative easing di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang akhirnya akan membuat perbankan yang tidak efisien akan dikoreksi melalui mekanisme sistem pembayaran. Di Siprus, struktur pasar perbankan akan semakin mengarah kepada persaingan yang tidak kompetitif atau monopoli. 

Namun, struktur perbankan yang bersifat monopoli inilah yang disetujui oleh Troika dan IMF karena daya saing perbankan Siprus akan menguat ketika kepercayaan pasar akan perbankan sedang menuju titik nadirnya. Masuknya Kuroda sebagai gubernur bank sentral Jepang akan semakin memuluskan rencana Abenomics. Konsekuensinya, perputaran uang akan bergeser ke negara-negara yang memiliki sistem pembayaran yang paling efisien dan mata uang yang paling melemah. 

Konsekuensinya struktur pasar perbankan akan bergerak menjadi struktur pasar yang oligopolistik atau monopolistik di mana pun di dunia karena aliran modal akan bergerak sangat cepat sementara itu dibutuhkan struktur permodalan yang semakin besar dalam sistem perbankan di mana pun di dunia. Bukan hanya itu, legislator pun akan semakin peduli dengan kesehatan sistem pembayaran seperti yang terjadi pada kerugian yang melanda JP Morgan baru-baru ini. 

Abenomics menekan fungsi pembayaran yang tidak efisien dengan menciptakan salah kelola di hampir semua sistem perbankan. Jika bank di Siprus dan JP Morgan telah menjadi korban dari Abenomics maka selanjutnya sejauh mana sistem pembayaran akan tetap terkelola dengan baik menjadi pertanyaan yang sangat mencemaskan. 

JP Morgan memang tidak membuat sistem pembayaran di Amerika Serikat menjadi kolaps, namun di Siprus kolapsnya sistem pembayaran terjadi sangat parah di mana bank tutup selama berhari-hari. Masyarakat Siprus akhirnya memanfaatkan automatic teller machine (ATM), kartu debit, dan kartu kredit untuk melakukan fungsi pembayaran. Velocity of money turun secara cepat. Tanpa adanya instrumen pembayaran maka Siprus akan masuk ke dalam sistem barter. 

Abenomics baru saja diluncurkan, tetapi koreksi terhadap sistem pembayaran yang tidak efisien sudah terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri Abenomics telah membuat rupiah terus melemah secara konsisten karena tanpa pelemahan rupiah maka Indonesia tidak akan kompetitif sebagai basis PMA yang berasal dari Jepang. Sementara itu kaum neoliberal di Indonesia masih saja terus berkutat dengan menyalahkan subsidi BBM sebagai penyebab pelemahan rupiah. 

Untuk itulah maka otoritas keuangan di Indonesia harus menjaga sistem pembayaran di Indonesia sehingga kasus Siprus tidak berulang lagi di Indonesia. Saatnya pengawasan perbankan juga merupakan lembaga yang bertanggung jawab terhadap juga sistem pembayaran. 

Biago Bossone and Massimo Cirasino, dalam “The Oversight of the Payment Systems: A Framework for the Development and Governanace of Payment Systems in Emerging Economies” , July 2001, mengatakan: “The payment system is the infrastructure (comparised of institutions, instruments, rules, procedures, standards,and technical means) established in effect the transfer of monetary value between parties discharging mutual obligations. Its technical efficiency determines the efficiency with which transaction money is used in the economy, and risk associated with its use”. 

Abenomics akan melakukan koreksi terhadap sistem pembayaran yang tidak efisien. Langkah Bank Indonesia dengan menunda kenaikan BI rate akan semakin membuat rentan sistem pembayaran Indonesia jika kondisi di Siprus terjadi di Indonesia. 

Abenomics bukan hanya akan membuat produk Indonesia menjadi semakin tidak kompetitif tetapi juga akan mengancam sistem pembayaran di negara-negara Asia tempat PMA Jepang berdomisili, termasuk Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar