Waktunya
Olahraga Indonesia Berbenah
Ferdiansyah ; Anggota Komisi X DPR RI
|
MEDIA
INDONESIA, 08 September 2012
OLIMPIADE London 2012 memberikan catatan buruk bagi perjalanan
olahraga prestasi Indonesia. Sejarah membawa pulang medali emas persembahan
dari cabang bulu tangkis sejak Olimpiade Barcelona 1992 pun berhenti.
Kegagalan tersebut mengingatkan Kementerian Pemuda dan Olahraga
(Kemenpora) hingga Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite
Olimpiade Indonesia (KOI) sudah waktunya berbenah diri.
Perlu perubahan pada format pelatihan nasional atau pelatnas.
Bukan sekadar latihan menjelang kompetisi, melainkan harus dimulai sejak
pencarian bakat dengan lebih saksama dan jangan sampai salah pilih di semua
cabang olah raga yang berorientasi pada Olympic sports, termasuk bulu tangkis.
Ada waktu empat tahun untuk membina para atlet dari sekarang jika
menginginkan emas di Olimpiade Brasil 2016. Untuk kejuaraan internasional,
pembinaan dan waktu latihan perlu ditambah, tidak seperti pada Olimpiade 2012
yang hanya dua bulan.
Dengan persiapan yang lebih baik, tidak perlu mengirim pelatih ke
China untuk mencari pengalaman atau menuntut ilmu. Sebab, tidak ada yang salah
dengan pelatnas sehingga tidak mampu mengimbangi negara-negara lain yang
sebelumnya dinilai tidak memiliki prestasi sebaik Indonesia. Cari pelatih yang
mengerti, bukan yang setengah mengerti.
Sebagai contoh pada bulu tangkis. Malaysia dulu jauh di bawah
Indonesia. Namun, sekarang mereka bisa mengimbangi berkat pembinaan yang baik.
Oleh karena itu, cari pemain yang abnormal, jangan yang normal. Kalau normal,
ia hanya mempunyai ambisi biasa saja dan tidak mau tampil ngotot.
Lahirnya UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
(SKN) merupakan jaminan kepastian hukum dengan harapan terjadi pembenahan yang
meliputi prinsip penyelenggaraan ke olahragaan, ruang lingkup, pembinaan dan
pengembangan olahraga, pengelolaan keolahragaan, penyelenggaraan kejuaraan,
sarana dan prasarana olahraga, serta pendanaan kegiatan olahraga.
Seiring dengan keberadaannya, UU SKN supaya dijadikan payung hukum
untuk menetapkan langkah kebijakan selanjutnya. Namun sangat disayangkan,
hingga saat ini tindak lanjut kebijakan strategis dari UU SKN belum
dioptimalkan. Bahkan juga sudah ada Peraturan Pemerintah No 16, 17, dan 18
Tahun 2006.
Tentunya sifat kebijakan yang dimaksud ialah strategis dalam
menentukan arah prestasi olah raga Indonesia yang akan dicapai di setiap
multievent termasuk Olimpiade.
Pembenahan Total
Pemerintah perlu membenahi sarana dan prasarana latihan
yang sudah tidak memadai madai serta kuno. Apakah para lifter masih harus berlatih d dari
barbel yang dibuat dari s semen? Kualitas sarana dan prasarana latihan
seharusnya sama dengan sarana dan prasarana yang ada di kompetisi Olimpiade.
Itu agar para atlet Indonesia juga bisa mengecap kompetisi dan kegiatan latihan
di luar negeri, sehingga mampu menyaingi kualitas negara lain.
Prestasi olahraga nasional tidak mungkin dapat maju tanpa ada
fondasi yang kukuh karena hal tersebut tidak dapat terbentuk secara tiba-tiba
dan instan. Prestasi harus dibangun melalui proses pembinaan dan pengembangan
yang terencana,
berjenjang, dan berkelanjutan dengan dukungan ilmu pengetahuan
serta teknologi keolahragaan. Apabila ingin berprestasi di bidang olahraga
setingkat Olimpiade, bangsa Indonesia perlu fokus pada cabang olahraga dan
nomor olahraga tertentu.
Sejumlah cabang olahraga yang pernah menyumbang medali
di Olimpiade yaitu bulu tangkis, panahan, dan angkat besi.
Merosotnya prestasi olahraga Indonesia saat ini terjadi karena
kita belum pernah memiliki blueprint di tiap cabang olahraga sehingga olahraga
Indonesia berjalan tidak berkesinambungan. Akibatnya, akan sulit untuk bisa
melakukan pemetaan dalam mengukur kemampuan dan prestasi suatu cabang. Untuk
membangun sebuah cabang, kita butuh 4K dan 1F, yakni komitmen, konsistensi,
konsekuensi, kompetensi, dan fokus yang selama ini tidak bisa dijalankan dengan
baik oleh seluruh pihak.
Hasilnya, kita tidak bisa membedakan mana cabang olah raga yang
menjadi prioritas dan mana yang bukan menjadi prioritas. Hal lain yang harus
menjadi perhatian ialah mengapa pemerintah, KONI, dan KOI tidak merespons
cabang olahraga yang mempunyai federasi internasional yang telah berprestasi di
tingkat dunia seperti pencak silat dan panjat tebing untuk dilobi masuk cabang
olahraga yang dipertandingkan di tingkat Olimpiade.
Untuk cetak biru pembinaan olahraga nasional, sejauh yang saya
tahu, barulah Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Persatuan Tinju
Amatir Indonesia (Pertina) yang memilikinya. Adanya cetak biru saja belum
menjadikan kedua cabang tersebut memiliki prestasi moncer di arena
internasional.
Indonesia sudah punya delapan menpora sejak Maladi hingga Andi
Mallarangeng. Program selalu berganti dan tidak banyak memberi arti. Artinya,
ada kecenderungan program menteri sebelumnya hanya dipandang sebelah mata.
Padahal, program sebelumnya tidak perlu dirombak total seandainya memang sudah
berjalan baik.
Jangan Terima Jadi
Untuk pembinaan jangka panjang, perlu adanya sistem ‘bapak angkat’
sehingga ada yang menjamin biaya sejak atlet berlatih hingga memperoleh
prestasi. Jadi jangan sekadar memberi bonus setelah berprestasi, tapi berikan
penghargaan berdasarkan peraturan yang sampai saat ini belum ada peraturan
presidennya sesuai dengan amanat Bab XIX tentang Penghargaan pada Pasal 86 UU
SKN.
Pemerintah jangan hanya terima jadi, tapi harus terlibat sejak
mencari bibit atlet dari daerah, memperhatikan sarana dan prasarana, serta
mengetahui jalannya pembinaan dan pelatihan dari tahap awal. Semua itu harus dimulai
dari bawah, dari nol lagi.
Pelatnas tidak sekadar mengumpulkan para atlet untuk berlatih,
tapi ada proses tahap demi tahap. Jika sudah sampai tahap tertentu, lakukan uji
coba keluar negeri dan jadikan pelatnas bukan hanya tempat berkumpul latihan
bersama, melainkan tempat membangun semangat juang dan peningkatan kualitas.
Jika mau mengirim ke luar negeri, jangan hanya pelatih, tetapi
juga atlet. Keduanya sama-sama menimba ilmu dan pengalaman. Terlebih, atlet
memang membutuhkan kompetisi level internasional untuk membangun mental mereka.
Mengikuti pelatihan atau kompetisi di luar itu penting untuk mengukur diri agar
kita mampu memperbaiki kekurang an setelah mengetahuinya.
Menpora Andi Alifian Mallarangeng mengakui masih banyak kelemahan
sehingga prestasi di Olimpiade menurun. Kita memang telah gagal di London.
Tanpa harus saling menyalahkan, kita semua harus berkomitmen kegagalan itu
tidak boleh terulang lagi.
Prestasi selama kurun waktu delapan tahun mencerminkan kegagalan
pemerintah di bidang olahraga khususnya olahraga prestasi. Sudah seharusnya
pemerintah berani menetapkan kebijakan di bidang olahraga khususnya olahraga
prestasi. Pasti ada jalan kalau semua dibicarakan secara terbuka dan tidak
sekadar berorientasi pada proyek.
Sejauh ini kalangan legislatif
kadang tidak mendapatkan informasi yang cukup terhadap perkembangan program
olahraga. Kerap terjadi, tiba-tiba sebuah program nyelonong masuk tanpa pernah
ada pembicaraan sebelumnya. Besok adalah Hari
Olahraga Nasional dan itu sepatutnya menjadi momentum kebangkitan olahraga
Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar