Selasa, 18 September 2012

Skenario Menunggangi Krisis dan “Kebijakan”


Skenario Menunggangi Krisis dan “Kebijakan”
Bambang Soesatyo ;  Anggota Tim Pengawas DPR
atas Penyelesaian Kasus Bank Century 
SINDO, 18 September 2012


Penjelasan Antasari Azhar dihadapan TimPengawas DPR atas Penyelesaian Kasus Bank Century justru memunculkan indikasi tentang niat buruk di balik rumusan opsi-opsi kebijakan penangkal krisis finansial 2008. 

Kalkulasi atas ekses krisis nyata-nyata ditunggangi serta menjadikan opsi kebijakan penangkal krisis sebagai modus melakukan kejahatan terhadap negara. Kini, negara dan rakyat bersyukur, kendati KPK masih maju mundur, BPK berhasil mengulik muatan skandal di balik bailout Bank Century. Keberhasilan BPK tersebut tertuang jelas dalam kesimpulan lembaga suprime audit negara tersebut, yakni adanya perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, dan indikasi adanya kerugian negara.

Gagasan pemberian blanket guarantee pada 2008 menjadi debat publik pelaku bisnis keuangan ketika panggung politik dalam negeri dan para politikus pun mulai hiruk-pikuk menyongsong Pemilu Legislatif 2009 dan Pemilihan Presiden 2009. Situasi global saat itu ditandai dengan kegelisahan akibat virus krisis finansial 2008 yang bermuara di Amerika Serikat (AS) mewabah ke mana-mana. Benar bahwa Indonesia tak bisa menghindar dari ekses krisis itu.

Hal tersebut ditandai dengan memburuknya kinerja neraca pembayaran, depresiasi rupiah, dan laju inflasi saat itu yang sangat mencemaskan. Akibat penarikan hot money oleh komunitas investor asing, perbankan lokal pun menderita kering likuiditas. Dalam situasi seperti, suku bunga pinjaman menjadi sangat tinggi. Tak cukup sampai di situ, sistem perbankan dan keuangan negara diteror dengan asumsi-asumsi tentang ketakutan para deposan besar yang merasa semua depositonya di bank tidak mendapatkan jaminan penuh kendati menerima imbal hasil atau bunga deposito yang tinggi.

Karena takut, para deposan besar itu setiap saat bisa memindahkan depositonya ke negara lain yang lebih aman. Dari teror itu, muncul dorongan atau paksaan kepada pemerintah untuk menerapkan kebijakan blanket guarantee. Kalau kebijakan penjaminan penuh kepada deposan ini diterapkan, pemerintah saat itu setidaknya harus mencadangkan Rp300 triliun untuk merespons keinginan deposan manakala terjadi penarikan serentak atau rush.

Ketika ketua dan anggota Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) waktu itu, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono, meminta persetujuan penerapan blanket guarantee dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, permintaan itu tegas-tegas ditolak Kalla. Dia mengacu pada petaka kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang menyebabkan negara dan rakyat menanggung kerugian ratusan triliun rupiah hingga kini.

Kini, negara dan rakyat patut bersyukur atas pilihan sikap Jusuf Kalla menghadapi desakan penerapan blanket guarantee itu. Logika mensyukuri pilihan sikap Yusuf Kalla itu sederhana saja. Kalau oknum bank sentral dan penguasa bisa menunggangi dan menyalahgunakan dana bailout Bank Century yang hanya Rp6,7 triliun itu, entah berapa besar kerugian yang harus ditanggung negara dan rakyat jika pencadangan blanket guarantee sebesar Rp300 triliun itu juga ditunggangi dan disalahgunakan.

Selama wacana tentang blanket guarantee mengemuka,  wacana atau gagasan tentang bailout atau menalangi bank bermasalah nyaris tak terdengar. Karena itu, ketika mantan Ketua KPK Antasari Azhar mengungkap adanya rencana menyuntikkan dana ke Bank Indover, kecurigaan pun makin kuat bahwa situasi krisis patut diduga telah ditunggangi dan opsi kebijakan yang dipilih dijadikan modus untuk melakukan kejahatan terhadap negara.

Mengapa Indover? 

Gagal dengan modus blanket guarantee, opsi bailout menjadi pilihan berikutnya. Sosok Jusuf kalla rupanya dipandang sebagai figur yang tidak kooperatif sehingga dia tidak diundang dalam sejumlah forum rapat yang merumuskan skenario bailout Century. Presiden selalu menegaskan bahwa alasan mendasar dari pemberian dana talangan kepada Bank Century adalah menyelamatkan perekonomian dari ancaman krisis finansial global waktu itu.

Disela-sela Rapat Koordinasi Kredit Usaha Rakyat dan perbankan di Kantor BRI Pusat, Jakarta, belum lama ini, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menyatakan alasan dan tindakan (bailout Century) yang dilakukan tak lain untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia dari krisis global. Jika pada 2008–2009 Indonesia tidak cepat bereaksi, kemungkinan krisis seperti 1998–1999 bisa terjadi lagi.

Adapun kepada Pansus Hak Angket DPR untuk Kasus Bank Century, Wapres Boediono mengatakan pengucuran dana talangan Bank Century dilakukan untuk mencegah dampak sistemik dalam situasi krisis keuangan global tahun 2008. Jika Bank Century tidak diselamatkan, dikhawatirkan muncul kepanikan di masyarakat. Kalau benar alasannya seperti itu, mengapa BI saat itu justru memilih Bank Indover untuk diberi dana talangan? Bukankah bank ini beroperasi di Belanda dan berkedudukan di Amsterdam?

Apakah persoalan yang menyelimuti Bank Indover di Belanda sana bisa menimbulkan dampak sistemik terhadap perekonomian dan perbankan dalam negeri khususnya? Skenario menalangi Indover sudah disiapkan dengan jumlah Rp4,7 triliun. Ketika rencana dikonsultasikan dengan KPK, Antasari Azhar menolak dengan tegas. Dia menggambarkan Indover seperti ember bocor. Berarti, sudah dua kegagalan yang diterima ketua dan anggota KSSK. Dua kegagalan itu tidak membuat KSSK menyerah atau putus asa. Mereka tetap maju dengan opsi bailout.

Pilihannya jatuh kepada bank bermasalah lainnya, yakni Bank Century. Seperti halnya Jusuf Kalla, Antasari pun dipandang sebagai sosok pejabat yang tidak kooperatif. KSSK rupanya sudah mata gelap. Sebagai ketua KPK (saat itu), Antasari tidak diberi tahu apa-apa tentang rencana dan skenario bailout Bank Century sebesar Rp6,7 triliun itu. Antasari memang tidak sempat mengeksaminasi kebijakan bailout Century karena harus mendekam di ruang tahanan. Namun, sisi kriminal dari kebijakan ini tetap saja tidak bisa lolos dari pengawasan publik. BPK dan Bareskrim Mabes Polri ketika itu berhasil mengidentifikasi tindak pidana korupsi di balik “kebijakan” bailout Bank Century.

Temuan BPK dan temuan awal Bareskrim Polri itu sudah diperkuat dalam dokumen politik negara melalui Sidang Paripurna DPR RI. Kesimpulannya, patut diduga ada indikasi kegiatan pencarian dana secara ilegal dengan menunggangi krisis finansial global tahun 2008, serta menjadikan opsi kebijakan penangkal krisis sebagai modus melakukan kejahatan terhadap negara. Gagal dengan opsi blanket guarantee berkat penolakan Jusuf Kalla, pencarian dana ilegal dilanjutkan dengan opsi bailout.

Karena tidak relevan dan dipaksakan, bailout Bank Indover digagalkan DPR. Akhirnya, KSSK nekat jalan sendiri tanpa meminta persetujuan DPR mem-bailout Bank Century. Kenapa dan untuk apa para pejabat otoritas moneter dan otoritas fiskal itu sampai nekat menabrak aturan dan UU untuk mem-bailout Bank Century? Mudah-mudahan itu bukan menjadi harga untuk sebuah jabatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar