Jumat, 21 September 2012

Sikap Tercela Wakil Rakyat


Sikap Tercela Wakil Rakyat
Richo Andi Wibowo ;  Dosen FH UGM,
Peneliti di Institute of Constitutional and Administrative Law, Utrecht University
REPUBLIKA, 20 September 2012


Publik mengecam perjalanan dinas 22 orang wakil rakyat ke Turki dan Denmark yang (hanya) bertujuan untuk mempelajari symbol palang merah. Masyarakat juga mengkritik 13 anggota DPR yang melakukan muhibah ke Brasil untuk mempelajari konsep desa.
Secara akal sehat, publik sulit menerima kenyataan ketika para legislator tega menyerap anggaran Rp 2,9 milliar untuk bepergian ke berbagai negara, sementara masih terdapat 30 juta manusia Indonesia yang hidup di bawah garis ke miskinan (Republika, 14/09/2012). Menghadapi kritik publik tersebut, DPR beralasan bahwa “kunjungan kerja” yang mereka lakukan penting untuk studi komparasi atas pembuatan RUU Palang Merah Indonesia dan RUU Desa.

Namun, rakyat menuding bahwa legislator hanya sibuk melakukan “kunjungan” dan melupakan “kerja”. Kecurigaan publik tersebut seakan terbukti ketika salah seorang WNI yang berada di Denmark mengirimkan foto kepada media yang menunjukkan bahwa wakil rakyat sibuk berwisata. Pelesiran bergerombol yang boros anggaran tersebut sesungguhnya tidak hanya melanggar akal sehat, tetapi juga mengkhianati norma agama serta prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.

Amanah dan Hemat
Secara agama (Islam), tindakan legislator tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak mengindahkan perintah Allah yang berbunyi, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros adalah saudara setan.” (Surat Al Isra’ ayat 26-27). Lebih dari itu, mereka juga telah mengabaikan perintah Allah untuk bersikap amanah (Surat Al Anfaal ayat 27).

Perintah-perintah Allah di atas sesungguhnya memiliki koherensi dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, yang menyatakan bahwa pemerintah wajib untuk bersikap akuntabel serta bertindak secara efektif-efisien. Anggota DPR dianggap gagal melaksanakan sikap akuntabel karena dua hal: (i) publik tidak bisa menerima nalar mereka untuk pergi jauh tanpa alas an yang kuat; (ii) legislator juga gagal menunjukkan output yang jelas yang dihasilkan dari studi banding.

Lebih dari itu, besarnya anggaran yang dihabiskan juga menunjukkan bahwa legislator gagal mengindahkan prinsip efisiensi/efektifitas. Untuk konteks Indonesia, pedoman agar pemerintah bersikap akuntabel, efektif, dan efisien terbadankan dalam hukum positif (vide: Pasal 3 UU 28/1999; Pasal 20 UU 32/2004).

Inisiasi ke depan
Terhadap “dosa-dosa” yang telah diperbuat, hendaknya DPR segera membenahi diri. Dalam kapasitasnya sebagai pengawas eksekutif, DPR seharusnya menjadi institusi bersih yang dapat menjadi contoh bagi perilaku eksekutif.

Dalam dataran normatif, DPR perlu mencontoh bagaimana Parlemen Uni Eropa (UE) memberikan teladan tentang pengadopsian dan pengimplementasian prinsip-prinsip good governance di lembaga-lembaga UE. Parlemen UE menjadi pihak yang paling aktif dalam menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman Eropa mengenai pedoman sikap administrasi yang baik. Rekomendasi tersebut diadopsi oleh parlemen EU menjadi resolusi A5-0254/2001. Dengan demikian, rekomendasi tersebut menjadi “meningkat derajatnya” karena memiliki kekuatan hukum (GH Addink, 2012: 171).

Lebih dari itu, resolusi atas pedoman sikap administrasi yang baik diterapkan pertama kali juga di parlemen UE. Setelah pedoman terlaksana, parlemen baru meminta lembaga lain untuk mematuhi pedoman tersebut (Ibid: 172).

Dalam dataran teknis, upaya untuk mencegah agar permasalahan ini berulang maka DPR perlu melakukan dua langkah. Pertama, DPR harus membatasi frekuensi kunjungan kerja, terutama ke luar negeri. Perjalanan dinas harus didasarkan pada hal-hal yang benar-benar diperlukan dan bukan untuk mencari tambahan penghasilan dan jalan-jalan.

Kedua, DPR juga harus membatasi jumlah pihak yang pergi ke luar negeri. Jumlah orang yang pergi harus rasional dan sebanding dengan beban kerja yang dihadapi. Pengaturan ini penting untuk dilakukan karena “bergerombolnya” anggota dewan ketika perjalanan dinas ke luar negeri patut dicurigai sebagai siasat mereka untuk membentuk aksi kolektif. Aksi ini bertujuan untuk mengesankan agar tanggung jawab masing-masing individu yang seharusnya mereka emban menjadi kurang terlihat karena dilakukan secara kolektif (T Lukmantoro, 2009).

Dengan melakukan hal di atas, pembagian kerja akan jelas (efektif), biaya yang dikeluarkan untuk studi banding akan mengempis (efisien), serta pengawasan masyarakat akan menjadi lebih terfokus. Fokusnya sorotan masyarakat akan memaksa anggota DPR yang melakukan perjalanan dinas menjadi lebih amanah (akuntabel) karena sorotan publik akan terfokus.

DPR perlu bersungguh-sungguh untuk memperhatikan dan melaksanakan saran di atas karena apabila DPR secara berkelanjutan mengabaikan, wibawanya jatuh. Akibatnya, tindakan DPR akan dipandang tidak legitimate di hadapan

rakyat. Selain itu, masyarakat pada umumnya serta umat Muslim pada khususnya perlu untuk mengawal DPR dalam mereformasi dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar