Selamat Datang “Bulog Baru”
Toto Subandriyo ; Alumnus
IPB dan Magister Manajemen Unsoed
|
KOMPAS,
12 September 2012
Akhirnya pemerintah memutuskan memberi peran
baru kepada Perum Bulog. Selama ini Badan Urusan Logistik (Bulog) hanya
menangani beras. Peran baru ini akan mengembalikan Bulog pada semangat awal
dibentuknya lembaga ini, yaitu melindungi konsumen dari lonjakan harga pangan
saat- saat tertentu dan melindungi produsen (baca: petani) dari kejatuhan harga
saat panen raya. Setidaknya untuk komoditas beras, gula, dan kedelai.
Seperti diketahui, peran dan fungsi Bulog
telah ”dipereteli” pemerintah atas desakan Dana Moneter Internasional (IMF)
sejak 1998. Peran Bulog yang sebelumnya sebagai lembaga penyangga kebutuhan
pokok masyarakat, sejak itu dipangkas hanya boleh menangani beras. Kebutuhan
pokok lainnya, seperti daging, gula, kedelai, dan minyak goreng, diserahkan
kepada mekanisme pasar.
Sejak peran dan fungsi Bulog dipangkas,
gonjang-ganjing akibat fluktuasi harga pangan selalu menjadi agenda rutin.
Terulang setiap tahun, seperti saat bulan puasa dan menjelang Lebaran serta
saat datangnya musim paceklik seperti sekarang ini. Paling aktual terjadi pada
komoditas kedelai dan beberapa kebutuhan pokok menjelang Lebaran lalu.
Gonjang-ganjing harga kedelai sempat memicu
mogok produksi puluhan ribu perajin tahu/tempe di Tanah Air, 25-27 Juli 2012.
Peristiwa ini mengulang kasus serupa pada awal 2008. Saat itu ribuan perajin
tempe berunjuk rasa di Istana Negara menuntut pemerintah segera menstabilkan
harga kedelai.
Insentif Memadai
Kini Bulog harus dikembalikan pada semangat
awal untuk mengemban dua misi besar ketika lembaga ini dibentuk. Pertama,
melindungi petani dari keterpurukan harga jual hasil panen. Kedua, melindungi
para konsumen, utamanya para warga miskin dan kaum marjinal perkotaan, dari
melambungnya harga pangan yang tidak terkendali.
Dua misi besar itu dijabarkan paling tidak
dalam lima langkah operasional. Pertama, perlu ditetapkan harga dasar
komoditas. Mekanisme harga dasar ini bertujuan memberi insentif yang memadai
terhadap harga jual komoditas agar petani bergairah meningkatkan produksi.
Tiadanya insentif harga jual komoditas kedelai produksi petani selama ini telah
menurunkan gairah petani menanam kedelai. Tanpa insentif ini, maka program
swasembada kedelai yang telah dicanangkan pemerintah sejak puluhan tahun lalu
hanya akan menjadi utopia.
Kedua, perlu adanya harga maksimum. Perangkat
ini bertujuan melindungi konsumen dari kenaikan harga yang tak terkendali.
Karena telah dikebiri, saat terjadi gonjang-ganjing harga gula dan kedelai
beberapa waktu lalu Bulog sulit melakukan penetrasi pasar dalam bentuk operasi
pasar karena tidak memiliki stok dua komoditas pangan tersebut.
Ketiga, perlu selisih harga dasar dan harga
maksimum yang memadai agar perdagangan swasta lebih terangsang.
Keempat, perlu upaya relasi harga antardaerah
dan isolasi terhadap pasar dunia dengan fluktuasi yang lebar. Saat ini pasar
domestik makin terintegrasi dengan pasar internasional. Turbulensi komoditas
pangan di pasar internasional langsung berimbas pada pasar domestik. Contoh
paling aktual meroketnya harga kedelai karena gagal panen di Amerika akibat
bencana kekeringan. Oleh karena itu, harus diciptakan instrumen yang mampu
membentengi fenomena ini.
Kelima, perlu adanya stok penyangga yang
dikuasai pemerintah untuk kebutuhan stabilisasi harga pada saat-saat tertentu.
Saat ini tak satu pun lembaga pemerintah yang punya sarana dan prasarana
melebihi Bulog. Dengan 1.755 gudang yang tersebar di seluruh pelosok negeri,
Bulog sangat mungkin jadi pengelola stok penyangga pangan andal.
Profesional
Satu hal yang perlu diingat, pada masa lalu
rekam jejak Bulog sangat kental dengan aroma korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Manajemen Bulog sangat tak transparan, tidak akuntabel, secara kasatmata
menjadi mesin uang politik. Akibatnya, skandal KKN yang terjadi di Bulog sampai
berjilid-jilid. Ke depan, semua itu harus dijadikan cermin bagi seluruh jajaran
manajemen Bulog agar tidak terjerumus pada kasus-kasus yang sama.
Kini, dengan predikat dan peran baru, Bulog
harus mampu memerankan diri sebagai lembaga penyangga dan stabilisator harga
pangan yang benar-benar profesional demi kepentingan rakyat. Prinsip good
corporate governance harus dilaksanakan sebaik-baiknya agar lebih efisien,
efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu hanya bisa
terwujud jika Bulog menjauhkan diri dari intervensi parpol yang akan menjadikan
Bulog mesin uang politik.
Akhirnya, agar beban berat yang diamanatkan
kepada Bulog dapat memenuhi harapan masyarakat, Bulog harus diberi kewenangan
yang lebih luas dalam pengelolaan stok pangan, termasuk kewenangan mengimpor.
Bukan hanya itu, Bulog harus diberi beberapa hak istimewa agar mampu melawan
dominasi para ”naga” dan ”samurai” yang sudah menguasai mata rantai perdagangan
pangan dari sentra produksi hingga pasar ritel. Salah satunya, diberi hak untuk
mengimpor komoditas pangan dengan persentase yang lebih besar dibanding pelaku
pasar lainnya.
Satu hal yang harus diingat, kewenangan itu
harus tetap mengacu pada kemandirian dan kedaulatan pangan bangsa. Hanya dengan
hak-hak istimewa seperti inilah Bulog akan mampu melawan kartel pangan yang
kini sudah menggurita. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar