Senin, 10 September 2012

Munir, Melawan Lupa


Munir, Melawan Lupa
Ismatillah A Nu’ad ;  Peneliti dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan
Universitas Paramadina Jakarta
SUARA MERDEKA, 10 September 2012


PERINGATAN 8 tahun kasus terbunuhnya aktivis HAM Said Munir Thalib diperingati oleh pegiat Human Right Defender. Hingga kini pemerintahan SBY belum lagi menyentuh aspek hukum atas sejumlah peristiwa pelanggaran HAM yang melibatkan militer, Badan Intelijen Negara (BIN), dan seterusnya. Padahal SBY pernah berjanji mengusut tuntas kasus itu.

Dalam kasus Munir, kali terakhir Polri menahan Muchdi PR sebagai tersangka baru. Muchdi adalah mantan Deputi V BIN. Rachlan Nasidik, Direktur Imparsial dan juga mantan anggota TPF kasus Munir mengatakan, bahwa penangkapan Muchdi saat itu meruntuhkan mitos tentang kesakralan  lembaga tinggi negara seperti BIN yang tak bisa dijamah hukum.

Sebelum penangkapan dia, ada kabar keterlibatan tiga pejabat BIN. Edaran SMS dengan pesan yang menyudutkan pejabat BIN berisi antara lain, pilot Garuda Pollycarpus pada bulan 02-2002 direkrut oleh Muchdi PR sebagai agen utama intelijen negara, diangkat dengan Skep Ka BIN Nomor 113/2/2002.

Keputusan MA tanggal 4 Oktober 2006 menyatakan Pollycarpus tak terbukti membunuh Munir. Berdasarkan keputusan itu pula, Polly dibebaskan dan pelbagai tuntutan kepadanya segera dihentikan. Keputusan MA saat itu bertolak belakang jauh dari keputusan PN Jakarta Pusat pada 20 Desember 2005 yang menyatakan bahwa Polly terlibat berkonspirasi atas pembunuhan itu.

Fakta-fakta yang mengiringi keputusan PN Jakarta Pusat  jauh lebih matang, karena ditemukan lewat penyelidikan dan penelitian tim pencari fakta (TPF) yang melibatkan teman-teman dekat Munir. Tidak begitu jelas paradigma apa yang melatari sehingga keputusan MA saat itu berkesimpulan bahwa Polly tidak terbukti membunuh Munir.

Pollycarpus memang tak membunuh secara langsung, namun ia jelas terlibat berkonspirasi dalam pebunuhan, dan hal itu sudah dibuktikan lewat fakta-fakta yang ditunjukan TPF. Mestinya MA tidak melepaskannya, apalagi menghentikan kasus-kasus yang berkenaan dengannya. Mestinya tetap  melanjutkan temuan TPF dan secara lebih jauh membuka jalan dari temuan selanjutnya untuk menjaring aktor-aktor intelektual.

Dikatakan seperti itu karena kasus pembunuhan Munir dilakukan secara konspiratif, melibatkan tokoh-tokoh tertentu, dan kuat kemungkinan didalangi oleh orang yang merasa gerah dengan orang semacam Munir. Terdapat suatu keyakinan kuat, penerbitan keputusan membebaskan Polly dulu tak steril dari mafia peradilan.

Jika memang yang terjadi demikian, teramat disayangkan, mengapa peradilan tertinggi seperti MA masih bisa dipermainkan oleh mafia peradilan. Bagaimana kasus Probosutedjo ketika itu yang terang-terang mengungkapkan kepada publik lewat media massa, bahwa dirinya dimintai sejumlah uang oleh salah satu pegawai di lingkungan MA supaya kasusnya dapat terbebas dari tuntutan-tuntutan.

Janji Presiden

Bagaimanapun kasus Munir tak boleh berhenti, harus diusut setuntas-tuntasnya hingga ke akar. Fakta-fakta yang telah ditemukan TPF bisa dijadikan pijakan pengusutan lebih lanjut. Atau jika tidak demikian, kasus Munir harus dibawa ke peradilan internasional untuk menjaga netralitas dan independensi sekaligus menegakkan keadilan. Hal itu penting mengingat setiap kasus yang melibatkan orang-orang atau tokoh-tokoh berpengaruh di negeri ini seakan selalu dapat terbebas dari hukum.

Selain itu, harus menagih jaji Presiden SBY karena bagaimanapun ia sudah mengatakan bahwa kasus Munir akan menjadi tantangan pada masa pemerintahannya yang harus dapat diselesaikan.

Presiden mengatakan bahwa kasus Munir adalah to make our history, untuk membuat sejarah pada masa pemerintahannya bahwa hukum bisa ditegakkan dengan tidak pandang bulu.

Dalam kasus Munir, penyelidikan terhadap orang-orang yang diduga terlibat sangat sulit disentuh karena bukan hanya sekadar faktor kekuasaan melainkan juga faktor jaringan konspiratif, yang jika salah satu terbongkar maka terbongkar pulalah orang-orang selanjutnya. Secanggih apa pun konspirasi itu, kasus Munir mestinya harus tetap dijalankan dan diusut setuntas-tuntasnya.

Hal itu penting supaya hukum bisa tegak di negeri ini. Selain itu kasus Munir dapat menjadi pelajaran bahwa siapa pun tidak kebal dari hukum. Jangan sampai kasus Munir itu berhenti sehingga hukum di negeri ini akhirnya tak bisa dipercayai baik oleh masyarakat sendiri maupun publik internasional.

Jika sudah seperti itu, orang-orang jahat di negeri ini akan terus mengulang kejahatannya karena bagi mereka hukum bisa dibeli, mereka bisa melakukan apa saja. Hukum di negeri ini akhirnya menjadi hukum uncivilized, siapa yang kuat dialah yang menang. Hukum di negeri ini harus berpegang kembali pada asas moral yang kuat bahwa hukum itu harus melayani semua kebutuhan persoalan-persoalan manusia, dan keadilan menjadi tujuan utama. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar