Munir, Melawan
Lupa
Ismatillah A Nu’ad ; Peneliti dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan
Universitas Paramadina Jakarta
|
SUARA
MERDEKA, 10 September 2012
PERINGATAN 8 tahun
kasus terbunuhnya aktivis HAM Said Munir Thalib diperingati oleh pegiat Human
Right Defender. Hingga kini pemerintahan SBY belum lagi menyentuh aspek hukum
atas sejumlah peristiwa pelanggaran HAM yang melibatkan militer, Badan
Intelijen Negara (BIN), dan seterusnya. Padahal SBY pernah berjanji mengusut
tuntas kasus itu.
Dalam kasus Munir,
kali terakhir Polri menahan Muchdi PR sebagai tersangka baru. Muchdi adalah
mantan Deputi V BIN. Rachlan Nasidik, Direktur Imparsial dan juga mantan
anggota TPF kasus Munir mengatakan, bahwa penangkapan Muchdi saat itu
meruntuhkan mitos tentang kesakralan lembaga tinggi negara seperti BIN
yang tak bisa dijamah hukum.
Sebelum penangkapan
dia, ada kabar keterlibatan tiga pejabat BIN. Edaran SMS dengan pesan yang
menyudutkan pejabat BIN berisi antara lain, pilot Garuda Pollycarpus pada bulan
02-2002 direkrut oleh Muchdi PR sebagai agen utama intelijen negara, diangkat
dengan Skep Ka BIN Nomor 113/2/2002.
Keputusan MA tanggal
4 Oktober 2006 menyatakan Pollycarpus tak terbukti membunuh Munir. Berdasarkan
keputusan itu pula, Polly dibebaskan dan pelbagai tuntutan kepadanya segera
dihentikan. Keputusan MA saat itu bertolak belakang jauh dari keputusan PN
Jakarta Pusat pada 20 Desember 2005 yang menyatakan bahwa Polly terlibat
berkonspirasi atas pembunuhan itu.
Fakta-fakta yang
mengiringi keputusan PN Jakarta Pusat jauh lebih matang, karena ditemukan
lewat penyelidikan dan penelitian tim pencari fakta (TPF) yang melibatkan
teman-teman dekat Munir. Tidak begitu jelas paradigma apa yang melatari
sehingga keputusan MA saat itu berkesimpulan bahwa Polly tidak terbukti
membunuh Munir.
Pollycarpus memang
tak membunuh secara langsung, namun ia jelas terlibat berkonspirasi dalam
pebunuhan, dan hal itu sudah dibuktikan lewat fakta-fakta yang ditunjukan TPF.
Mestinya MA tidak melepaskannya, apalagi menghentikan kasus-kasus yang
berkenaan dengannya. Mestinya tetap melanjutkan temuan TPF dan secara
lebih jauh membuka jalan dari temuan selanjutnya untuk menjaring aktor-aktor
intelektual.
Dikatakan seperti itu
karena kasus pembunuhan Munir dilakukan secara konspiratif, melibatkan
tokoh-tokoh tertentu, dan kuat kemungkinan didalangi oleh orang yang merasa
gerah dengan orang semacam Munir. Terdapat suatu keyakinan kuat, penerbitan
keputusan membebaskan Polly dulu tak steril dari mafia peradilan.
Jika memang yang
terjadi demikian, teramat disayangkan, mengapa peradilan tertinggi seperti MA
masih bisa dipermainkan oleh mafia peradilan. Bagaimana kasus Probosutedjo
ketika itu yang terang-terang mengungkapkan kepada publik lewat media massa,
bahwa dirinya dimintai sejumlah uang oleh salah satu pegawai di lingkungan MA
supaya kasusnya dapat terbebas dari tuntutan-tuntutan.
Janji
Presiden
Bagaimanapun kasus
Munir tak boleh berhenti, harus diusut setuntas-tuntasnya hingga ke akar.
Fakta-fakta yang telah ditemukan TPF bisa dijadikan pijakan pengusutan lebih
lanjut. Atau jika tidak demikian, kasus Munir harus dibawa ke peradilan
internasional untuk menjaga netralitas dan independensi sekaligus menegakkan
keadilan. Hal itu penting mengingat setiap kasus yang melibatkan orang-orang
atau tokoh-tokoh berpengaruh di negeri ini seakan selalu dapat terbebas dari
hukum.
Selain itu, harus
menagih jaji Presiden SBY karena bagaimanapun ia sudah mengatakan bahwa kasus
Munir akan menjadi tantangan pada masa pemerintahannya yang harus dapat
diselesaikan.
Presiden mengatakan
bahwa kasus Munir adalah to make our
history, untuk membuat sejarah pada masa pemerintahannya bahwa hukum bisa
ditegakkan dengan tidak pandang bulu.
Dalam kasus Munir,
penyelidikan terhadap orang-orang yang diduga terlibat sangat sulit disentuh
karena bukan hanya sekadar faktor kekuasaan melainkan juga faktor jaringan
konspiratif, yang jika salah satu terbongkar maka terbongkar pulalah
orang-orang selanjutnya. Secanggih apa pun konspirasi itu, kasus Munir mestinya
harus tetap dijalankan dan diusut setuntas-tuntasnya.
Hal itu penting
supaya hukum bisa tegak di negeri ini. Selain itu kasus Munir dapat menjadi
pelajaran bahwa siapa pun tidak kebal dari hukum. Jangan sampai kasus Munir itu
berhenti sehingga hukum di negeri ini akhirnya tak bisa dipercayai baik oleh
masyarakat sendiri maupun publik internasional.
Jika sudah seperti
itu, orang-orang jahat di negeri ini akan terus mengulang kejahatannya karena
bagi mereka hukum bisa dibeli, mereka bisa melakukan apa saja. Hukum di negeri
ini akhirnya menjadi hukum uncivilized,
siapa yang kuat dialah yang menang. Hukum di negeri ini harus berpegang kembali
pada asas moral yang kuat bahwa hukum itu harus melayani semua kebutuhan
persoalan-persoalan manusia, dan keadilan menjadi tujuan utama. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar