Meredam
Pertikaian Macan-macan Asia
Rene L Pattiradjawane ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
22 September 2012
Ancaman perang di kawasan
Asia, khususnya atas Kepulauan Senkaku (Diaoyu menurut China), bisa menjadi
kenyataan yang tak terhindarkan. Klaim tumpang tindih atas kepulauan yang
terdiri dari pulau-pulau tanpa penghuni di kawasan Laut China Timur itu memanas
dalam beberapa pekan terakhir ini tanpa ada tanda-tanda peredaan ketegangan.
Ketegangan yang
berkepanjangan atas Kepulauan Diaoyu, yang disebut Senkaku oleh Jepang, secara
keseluruhan mencakup lingkup sejarah panjang dan perasaan nasionalisme yang
ditimbulkan. Pihak Jepang mengklaim kepulauan tersebut pada akhir tahun
1800-an, yang dilihat oleh pihak China sebagai upaya awal kekuasaan imperial
untuk memaksakan kehendak di wilayah tersebut.
Di sisi lain, ketegangan
juga disebabkan karena sumber alam yang dikandung di kawasan tersebut. Persepsi
tentang kekayaan alam minyak dan gas dimulai dari berbagai studi beberapa
dekade terakhir ini, yang memperkirakan adanya cadangan minyak sangat besar di
sekitar kepulauan tersebut.
Sepertinya kemenangan
Yoshihiko Noda dari Partai Demokrat Jepang (DPJ) dalam pemilu internal partai,
yang memperpanjang masa jabatannya sebagai PM Jepang, bisa mengarah pada
konflik terbuka atas Kepulauan Senkaku dengan China.
Bibit-bibit nasionalisme di
daratan China dan Jepang sepertinya berhasil mendorong agendanya sendiri
ketimbang mengarahkan ketegangan dan meyakinkan publik masing-masing pihak
bahwa konfrontasi akan merugikan semua pihak. Ini tampak jelas pada unjuk rasa
anti-Jepang di daratan China. Sementara para penguasa di Tokyo pun terjebak
pada pendapat umum dalam melihat kebangkitan China sebagai ancaman nyata di
Asia.
Polemik Tersendiri
Emosi sentimen nasionalisme
akibat konflik klaim tumpang tindih di Laut China Timur menjadi titik api yang
bisa menyulut kembali perang di Asia. Alasannya sederhana. Sentimen
nasionalisme dalam sejarah dunia menjadi dasar pemicu paling cepat terjadinya
konflik yang menyebabkan banyak korban.
Kita memahami China menjadi
sangat agresif ketika semua negara tetangganya bersekutu dengan AS dan dianggap
melakukan pengepungan tajam menahan kebangkitan China. Ini yang terjadi dengan
Jerman menjelang Perang Dunia II, dan dunia dianggap terlalu lamban menerima
kehadiran kekuatan politik dan ekonomi baru.
Sengketa teritorial ini
menjadi polemik tersendiri bagi para penguasa di Tokyo ataupun Beijing. Mereka
tidak bisa menahan emosi nasionalistik yang mencuat karena perspektif sejarah
masa lalu. Akibatnya, masing-masing pihak tidak memiliki strategi untuk keluar
dari ancaman konflik terbuka karena tidak mau terlihat memiliki kelemahan yang
bisa menguntungkan pihak lawan.
Taiwan, yang juga mengklaim
Kepulauan Diaoyu juga memiliki sentimen terhadap Jepang akibat pendudukan
sebelum Perang Dunia II. Masalahnya, para penguasa di Taipei tak memiliki
platform politik luar negeri sendiri, dan condong membonceng strategi yang
diterapkan penguasa Beijing.
Persoalan yang dihadapi
China memang menjadi lebih berat. Perilaku dan keputusan strategis atas
Kepulauan Senkaku bisa memberikan dampak luas atas klaim tumpang tindih lainnya
di Laut China Selatan dengan beberapa negara anggota ASEAN. Ironisnya, konflik ini
sudah berhasil mengganggu kerja mesin ekonomi yang selama ini menguntungkan
kedua belah pihak. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar