Mengurai
Kemacetan Jawa
Rahardi Ramelan ; Pengamat
Teknologi dan Masyarakat;
Wakil
Ketua Bappenas 1993-1998
|
KOMPAS,
18 September 2012
Tradisi mudik dan arus balik
pada Lebaran lalu kembali memakan korban jiwa. Tercatat lebih dari 800 orang
meninggal.
Ternyata kita tetap belum
berhasil mengatasi arus massal penduduk dengan aman, yang sebelumnya sudah
dapat diprediksi. Mudik sudah menjadi budaya banyak bangsa di dunia ini.
Keterikatan dengan tempat kelahiran dan ”kampung” tidak terlepas dari perilaku
dan nilai budaya. Pemerintah harus menyikapinya dengan saksama.
Arus mudik yang terjadi
setiap tahun janganlah dilihat sebagai fenomena berdiri sendiri. Lalu
menyelesaikan dan mengatasinya hanya dengan memfasilitasi infrastruktur
transportasi, yang selama ini jadi fokus utamanya. Seharusnya kita melihatnya
secara utuh, mengapa pergerakan penduduk dalam jumlah yang besar ini terjadi.
Pemerintah dan wakil rakyat
di DPR menyadari bahwa keadaan ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tak
seimbang. Pusat pertumbuhan ekonomi tetap terkonsentrasi di kota- kota besar
dan Pulau Jawa. Itulah yang menyebabkan bottle-neck antara lain di
Merak-Bakauheni dan jalur pantura Jawa.
Pada 1980-an, kita sudah menyadari
ketertinggalan pembangunan Indonesia bagian timur (IBT). Namun, ketertinggalan
itu tak pernah jadi fokus pembangunan di semua pemerintahan kita. Hanya
janji-janji belaka.
Pergantian pemerintahan,
walaupun menjanjikan perubahan, tetap mendahulukan pertumbuhan daripada
pemerataan. Itulah yang menyebabkan konsentrasi pembangunan—termasuk
infrastruktur—di sekitar kota besar di Pulau Jawa terus berkembang. Listrik di
Jawa tak boleh padam. Pelabuhan terus diperluas dan dibangun. Jalan raya atau
jalan tol terus dikembangkan. Pusat perkantoran dan permukiman makin menjulang.
Jakarta pun menjadi kota dengan mal terbanyak di dunia.
Transportasi
Pada tahun 1980, rencana
jalur ganda kereta api adalah melalui jalur selatan Jawa:
Jakarta-Cirebon-Kroya-Yogyakarta-Surabaya.
Jalur ini diharapkan
mendongkrak pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa bagian selatan yang tertinggal.
Kenyataannya, sampai sekarang terus mengalir tenaga kerja yang berdatangan ke
Jakarta dan mereka yang menjadi TKI kebanyakan berasal dari daerah Jawa bagian
selatan.
Sekarang ini justru jalur
utara jadi primadona, didasari keinginan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Jalur
utara yang dikenal dengan pantura terus dimanja: jalur ganda dipercepat, jalan
tol terus dibangun, direncanakan juga kereta api cepat Jakarta-Surabaya, di
samping angkutan udara dan angkutan laut yang terus bertambah frekuensinya.
Seharusnya kita kembali
fokus pada pembangunan di Jawa bagian selatan. Keterbatasan APBN agar
diutamakan untuk penyelesaian jalur ganda kereta api di selatan Jawa. Paling
tidak, memperbanyak long siding agar kereta api rangkaian panjang bisa
berpapasan. Saat ini rangkaian kereta api dibatasi oleh kemampuan stasiun
tempat berpapasan. Bahkan, jalan tembus selatan Jawa pun tak pernah jadi
prioritas.
Kita harus membangun pusat
pertumbuhan ekonomi di Sumatera secara besar-besaran daripada proyek Jembatan
Selat Sunda. Memfokuskan kembali pembangunan IBT dengan transportasi lautnya
dibandingkan dengan terus berkutat pada pembangunan di Jawa.
Peran Swasta
Sudah banyak pengusaha dan
konglomerat yang menikmati pertumbuhan ekonomi di Jawa. Hanya langit yang
membatasi pertumbuhan mereka. Pembangunan mal, perkantoran, perumahan, dan
kawasan industri di sekitar kota besar itu yang akhirnya menyebabkan masalah
transportasi sekitar kota besar di Jawa, dan akhirnya tiap Lebaran memengaruhi
angkutan mudik.
Para pengusaha dan
konglomerat semestinya diharuskan membangun bagian lain dari Indonesia. Mungkin
jalan yang tercepat, pemerintah dan pemda mengeluarkan peraturan pembatasan
pembangunan di kota-kota besar dan Jawa bagian utara. Indonesia bukan hanya
Jawa. Jawa bukan hanya kota besar dan pantura.
Sumber energi berasal dari
Sumatera dan Kalimantan. Berbagai hasil tambang berasal dari Papua, Sulawesi,
Maluku, dan Nusa Tenggara Timur. Namun, daerah itu tetap saja termarjinalkan
dalam pembangunan.
Sudah
saatnya pemerintah mengubah haluan. Jawa jangan dimanjakan. SBY harus berani
melakukan perubahan arah pembangunan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar