Kamis, 13 September 2012

Indonesia dan Kebangkitan Asia


Indonesia dan Kebangkitan Asia
Amich Alhumami ;  Meraih PhD Bidang Antropologi Sosial
dari University of Sussex Inggris; Bekerja di Bappenas
SINDO, 13 September 2012


Para futurolog meramalkan bahwa Asia akan menjadi episentrum kebangkitan ekonomi di masa depan. Negara-negara di kawasan ini potensial menjadi pesaing utama kemajuan Eropa dan Amerika yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Indikasi kebangkitan Asia terlihat dari pencapaian ekonomi dan kemajuan teknologi yang berhasil diraih sejumlah negara, terutama Asia Timur dan Asia Selatan. Kishore Mahbubani dalam The New Asian Hemisphere (2008) melukiskan, saat ini sedang terjadi pergeseran kekuatan global yang bergerak ke arah Timur—the global power is shifting from the West to the East.

Hegemoni Barat yang semula tanpa lawan-tanding sekarang perlahan menghadapi kekuatan baru yang sedang tumbuh di Asia. Sejarah mencatat, selama berbilang abad bangsa-bangsa Asia hanya menjadi penonton (bystanders) atas kemajuan ekonomi, teknologi, dan peradaban yang dicapai bangsa-bangsa Barat. Kini, dengan membawa nilai-nilai Asia, mereka mulai bangkit dan mengambil peran dalam percaturan global.

Banyak hal yang menjadi pertanda kebangkitan Asia, terutama dalam konteks ekonomi. Dalam beberapa tahun terakhir—sebelum krisis finansial mengguncang Amerika dan Eropa yang membawa dampak global—, perekonomian negara-negara Asia mengalami perkembangan pesat yang ditandai aliran modal karena Asia telah tumbuh dan berkembang menjadi pasar sangat potensial dan menjanjikan.

Bayangkan, kawasan Asia dihuni oleh separuh penduduk dunia sehingga menyimpan potensi ekonomi sangat dahsyat. Profesor Yasheng Huang dari Harvard Business School menunjukkan, pertumbuhan ekonomi tinggi dan iklim bisnis yang dinamis di Taiwan, Hong Kong, Singapura, Malaysia, India, dan China antaran dipicu foreign direct investment (FDI).

Merujuk pengalaman negara-negara Barat, kini bangsa-bangsa Asia mencoba mengadaptasi Western best practices seperti ekonomi pasar terbuka, aplikasi sains dan teknologi, tata-kelola pemerintahan yang baik, penegakan hukum, dan sistem meritokrasi untuk mendorong kebangkitan dan akselerasi kemajuan ekonomi.

Dalam konteks kemajuan Asia, Indonesia pun diramalkan akan menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dan menjadi kekuatan kunci yang memainkan peranan signifikan dalam dinamika perekonomian global. Namun, ada syarat utama yang bersifat mutlak yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yakni membangun tatakelola pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan akuntabel yang ditopang penegakan hukum yang tegas dan adil.

Penting dicatat, tata-kelola pemerintahan yang baik, transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum berkaitan erat dengan kualitas pelayanan publik. Semua itu berpengaruh langsung pada investasi dan aliran modal—domestik maupun asing—yang berimplikasi pada tinggi-rendahnya pertumbuhan ekonomi.

Bahkan World Development Indicators (WDI) 2008 menurunkan laporan mengenai International Country Risk Guide Index yang mencakup lima hal, yaitu: (1) korupsi, (2) penegakan hukum, (3) risiko penjarahan, (4) pembatalan kontrak oleh pemerintah, dan (5) kualitas birokrasi.

WDI menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat risiko investasi yang relatif tinggi. Bandingkan dengan China yang sukses melakukan reformasi birokrasi pemerintahan dan serius memberantas korupsi untuk menekan risiko investasi pada tingkat paling minimal. Tak mengherankan bila aliran modal dan investasi asing mengucur deras ke China.

Karena itu, Pemerintah Indonesia memikul tanggung jawab besar untuk memperbaki semua indikator tersebut agar dapat menarik investasi dari luar guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Harus diakui, kita masih menghadapi persoalan serius, terutama problem korupsi yang melanda semua cabang pemerintahan—eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Praktik korupsi akut telah melumpuhkan sendi-sendi pemerintahan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi sehingga menghalangi upaya percepatan pertumbuhan ekonomi. Kita semestinya mengambil sikap zero tolerance terhadap korupsi meskipun hal itu tidak mudah karena praktik korupsi selalu bersifat hierarkis dan melibatkan pihak-pihak yang punya kekuasaan politik.

Para aktor yang terlibat korupsi berjenjang (corruption in hierarchies) pasti saling melindungi dan tak mudah ditembus aparat penegak hukum. Di sini faktor kepemimpinan politik sangat penting yang berpengaruh besar pada percepatan pembangunan ekonomi dan pencapaian kemajuan. Model kepemimpinan politik apakah yang relevan dan cocok untuk mendukung ikhtiar bangsa mencapai citacita besar nasional? Ada ilustrasi perbandingan yang kontras dan menarik dikemukakan.

Model kepemimpinan politik di Asia sangat beragam yang masing-masing memberi kontribusi terhadap proses kebangkitan bagi negara bersangkutan. Sebagai contoh, Korea Selatan—seperti halnya Indonesia—punya pengalaman di bawah kepemimpinan militer yang sangat otoriter selama dua dekade. Korea mengalami transisi yang relatif mulus menuju pemerintahan dan kepemimpinan demokratis.

Diawali oleh kepemimpinan Kim Dae Jung,Korea sekarang melaju dengan pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Sementara China adalah contoh lain dari kutub yang berbeda. Kepemimpinan politik tersentralisasi dengan partai tunggal, PKC, dan menganut sistem pemerintahan otoriter, tetapi sukses pula mendorong akselerasi pembangunan ekonomi.

Bahkan model pembangunan ekonomi China dengan kepemimpinan politik nondemokratis mulai diadopsi negara-negara sekawasan seperti Vietnam dan Laos. China telah menjadi kiblat baru model pembangunan ekonomi dan kepemimpinan politik. Rezim pemerintahan seperti China ini disebut liberal authoritarian regime,suatu pilihan sistem nondemokrasi, tetapi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Untuk konteks Indonesia, pilihan kita sudah benar dengan menerapkan sistem demokrasi. Yang kita perlukan sekarang adalah pemimpin politik yang tegas dan pemberani untuk mempercepat proses kebangkitan. Perlu dikemukakan, pencapaian yang paling membanggakan sebagai bangsa adalah keberhasilan kita membangun sistem demokrasi modern, pemilihan presiden langsung oleh rakyat, penghargaan pada kebebasan politik dan hak-hak sipil, kebebasan pers,dan kemajemukan sosial-budaya.

Atas semua pencapaian tersebut, Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika. Pengalaman negara-negara Barat menunjukkan, demokrasi merupakan sistem yang kondusif untuk mendorong kemajuan ekonomi. Maka, demokrasi di Indonesia semestinya juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Inilah yang harus menjadi agenda besar bangsa, tetapi belum sepenuhnya mendapat perhatian serius dari elite-elite nasional. Dengan tetap mengakui sejumlah problem krusial seperti kemiskinan, pengangguran, dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah, kita patut optimistis dapat melangkah maju. Bahkan sikap optimistis justru muncul dari masyarakat internasional, bahwa Indonesia akan memainkan peranan penting dalam percaturan global di masa depan.

Penilaian bernada optimistis dapat dibaca dalam laporan yang ditulis Andrew MacIntyre dan Douglas Ramage bertajuk Seeing Indonesia as a Normal Country (2008). Membaca laporan ini, kita diyakinkan bahwa Indonesia sudah berada pada jalur yang benar— we are on the right track.

Kini, agenda utama nasional adalah mencari sosok pemimpin tegas, berwibawa, dan tepercaya yang memberi inspirasi untuk memandu bangsa mencapai kemajuan dan kemakmuran serta mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Mampukah kita menemukan figur pemimpin ideal melalui Pemilu 2014 nanti?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar