Deradikalisasi
Kaum Muda
Hasibullah Satrawi ; Alumnus
Al-Azhar, Kairo, Mesir; Tinggal di Jakarta
|
KOMPAS,
06 September 2012
Kaum muda sejatinya pemangku
masa depan bangsa ini. Sungguh petaka yang tak terbayangkan bila kaum muda
suatu bangsa justru terjangkit pelbagai penyakit yang dapat merongrong keutuhan
bangsa itu sendiri, seperti radikalisme dan terlebih lagi terorisme.
Inilah kurang lebih yang
sekarang melanda negeri ini. Pelbagai hasil penelitian di kalangan anak muda
dan siswa yang dilakukan oleh beberapa lembaga melukiskan ”awan gelap nan
pekat” bagi bangsa ini untuk beberapa tahun ke depan. Sejumlah hasil penelitian
yang ada menunjukkan, sebagian dari kaum muda sekarang mulai terjangkiti
radikalisme bahkan terorisme.
Aksi terorisme paling anyar
di Solo dalam beberapa hari terakhir semakin mengungkap jelas ancaman terorisme
dan radikalisme di kalangan anak muda. Dari tiga nama yang dilansir pihak
kepolisian dan diduga terlibat dalam aksi terorisme di Solo, mereka baru
berumur belasan hingga 20-an tahun.
Radikalisasi
Pada akhir 2011, penulis
menulis di koran ini berjudul ”Radikalisasi Tunas Muda” (Kompas, 31 Desember
2011). Dalam tulisan tersebut, penulis menyampaikan hasil pemetaan sederhana
setelah mengisi materi Islam Rahmatan Lil ’Alamin (visi kerahmatan Islam) dalam
acara pesantren kilat di Bogor. Dari acara yang diadakan Ditjen Pendidikan
Islam Kemenag untuk para aktivis kerohanian Islam (rohis) se-Indonesia itu,
secara umum mereka dapat dikatakan sangat berpotensi radikal. Bahkan bisa
dipastikan, ada 2 sampai 3 orang dari setiap kelas (satu kelas 50 orang) yang
sudah positif terjangkiti ideologi radikal.
Setidaknya ini bisa dilihat
dari penggunaan yel-yel ketuhanan yang tak pada tempatnya, semangat kembali
kepada Al Quran dan sunah yang menggebu tanpa tahu jalan yang harus ditempuh
menuju dua kitab suci itu. Mereka juga cenderung sinis terhadap sejumlah budaya
Muslim Nusantara, seperti ziarah kubur, tawasul, dan kemajemukan.
Hasil penelitian LaKIP
tentang radikalisme di kalangan siswa dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Jabodetabek bisa dijadikan contoh lain dari ancaman radikalisme di kalangan
anak muda. Sebanyak 50 persen siswa yang disurvei pada Oktober 2010-Januari
2011 itu menyatakan setuju dengan penggunaan kekerasan demi agama.
Hasil penelitian Sidney
Jones (penasihat senior International Crisis Group/ICG) menyajikan fakta yang
jauh lebih memilukan. Dalam diskusi di Gedung Dewan Perwakilan Daerah
diungkapkan, aksi-aksi teror belakangan dilakukan oleh kelompok jihad terpencar
dan kecil. Bahkan, kelompok kecil sekarang menjadi tren di kalangan kelompok
jihad. Kelompok ini anggotanya hanya sekitar 10 anak SMA. Mereka mengebom
markas polisi, gereja, dan masjid pada akhir 2010.
Deradikalisasi
Apa yang harus dilakukan
untuk menghadapi kenyataan pahit sebagaimana tergambar dari hasil sejumlah
penelitian di atas? Apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan kaum muda dan
masa depan bangsa ini dari ancaman radikalisme ataupun terorisme yang semakin menyata?
Jawabnya tak lain adalah
mengampanyekan kepada seluruh lapisan masyarakat tentang Islam rahmat yang
bervisi perdamaian sebagai bentuk nyata deradikalisasi, khususnya di kalangan
kaum muda. Dengan kata lain, ajaran Islam yang membawa visi perdamaian dan
kerahmatan universal harus dijadikan diskursus utama keagamaan publik.
Di luar itu,
kesalahan-kesalahan kaum radikal, khususnya para teroris, dalam memahami dan
mengamalkan sejumlah ajaran Islam harus ditunjukkan kepada khalayak luas.
Sebutlah seperti kesalahan para teroris yang hanya memaknai jihad dengan
peperangan (al-qital), menganggap
aparat keamanan dan pemerintah sebagai thoghut (personifikasi kejahatan),
menganggap bom bunuh diri (al-istimat)
sebagai mati syahid (al-istisyhad),
melakukan pencegahan kemungkaran dengan cara-cara yang mungkar, dan seterusnya.
Dalam buku Al-Adhwa’ ’ala Ma Waqa’a fil Jihad min Akhtha` (Kesalahan dalam Memahami dan Mengamalkan Jihad), para ulama sepuh
Jamaah Islamiyah Mesir, seperti Syeikh Najih Ibrahim dan kawan-kawan, yang
sudah bertobat dari cara-cara kekerasan dalam berdakwah menegaskan, jihad yang
sering dipahami dan diamalkan secara salah oleh kelompok teroris hanyalah
sarana (wasilah). Adapun tujuannya
tak lain adalah dakwah.
Di kalangan anak muda,
kampanye gagasan-gagasan damai sebagai bentuk deradikalisasi butuh pendekatan
khusus. Sejauh ini, ada beberapa pihak yang mulai peduli dengan kampanye
antikekerasan di kalangan anak muda dengan aneka macam pendekatan, seperti
buku-buku komik yang diterbitkan oleh Lazuardi Birru dan pendekatan melalui
film yang dilakukan Yayasan Prasasti Perdamaian.
Dalam hemat penulis,
kampanye antikekerasan harus terus dilakukan, melibatkan pihak sebanyak mungkin
dan menggunakan pendekatan yang bermacam- macam. Hingga pemikiran antikekerasan
menyebar merata di kalangan khalayak luas, khususnya di kalangan anak muda. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar