Ancaman Krisis
Pangan Nasional
Nabiel Al-Musawa ; Anggota Tim Perumus RUU Pangan,
Ketua Kelompok Komisi IV Fraksi
PKS
|
REPUBLIKA
, 03 September 2012
Pemerintah
tampaknya serius dalam usaha meningkatkan ketahanan pangan. Penetapan 2014
sebagai tahun swasembada lima komoditas (beras, jagung, kedelai, gula, dan
daging sapi) ditindaklanjuti dengan peningkatan anggaran Kementerian Pertanian
beberapa tahun terakhir. Anggaran 2010 sebesar Rp 8,9 triliun meningkat 88,8
per sen pada 2011 menjadi Rp 16,7 triliun dan pada 2012, meningkat lagi Rp 440
miliar menjadi Rp 17,14 triliun.
Sekalipun
anggaran ditingkatkan, jelas bukan hal mudah untuk mencapai target swasembada
lima komoditas sekaligus pada 2014. Karena itu, banyak kalangan pesimistis
target tersebut bisa tercapai tepat waktu.
Terlepas
dari berbagai kritikan tersebut, menurut penulis, upaya-upaya maksimal ke arah
swasembada lima komoditas tersebut sangat mendesak. Saat ini, ada potensi besar
krisis pangan dunia yang disebabkan pemanasan global sehingga terjadi suhu
ekstrem yang mengganggu produktivitas pertanian.
Indonesia
harus bersiap menghadapi situasi terburuk dari potensi krisis pangan dunia. Hal
ini dalam rangka mengantisipasi dampak krisis pangan dunia akibat perubahan
iklim terhadap ketahanan pangan nasional. Indikator krisis pangan sudah mulai
terlihat. Negara-negara yang tadinya pengekspor pangan kini telah menjadi
pengimpor.
Musim
kemarau ekstrem yang terburuk dalam 50 tahun terakhir di Amerika Serikat (AS)
beberapa waktu belakangan ini, dinilai bisa berimbas buruk terhadap
negara-negara lain, mulai Mesir, In donesia, hingga Cina. Pasalnya, AS selama ini
memasok hampir 50 persen kebutuhan dunia dari komoditas pertanian, seperti jagung,
kedelai, dan terigu. Lebih dari 60 persen lahan pertanian AS terpengaruh
kemarau yang diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun ini.
Beragam
tantangan akan dihadapi dalam mencapai target swasembada pangan dan swasembada
berkelanjutan. Dari lima komoditas utama tersebut, kendala yang dihadapi, di
antaranya, pertama, jumlah penduduk yang terus bertambah dengan laju
pertumbuhan sekitar 1,45 persen per tahun. Kedua, perubahan iklim yang ekstrem.
Ketiga, pesatnya laju alih fungsi lahan pada penggunaan nonpertanian. Keempat,
keterbatasan dan kerusakan infrastruktur pertanian. Kelima, degradasi sumber
daya alam dan lingkungan menurunkan kapasitas produksi pangan nasional.
Sampai
kini, beras tetap menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan ketahanan
pangan nasional. Pemerintah telah menyusun program aksi peningkatan produksi
padi menuju swa sembada beras berkelanjutan. Beras memang telah menjadi pangan
pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang populasinya mencapai
244.688.283 jiwa (BPS 2012) dengan konsumsi beras per kapita yang tertinggi di
dunia saat ini.
Laju
pertumbuhan penduduk yang positif membuat Indonesia harus terus-menerus memacu
produksi berasnya agar tetap swasembada beras. Sementara, fenomena banjir dan
kekeringan yang semakin tidak terkendali dan tingginya laju konversi fungsi
lahan sawah ke penggunaan yang lain di luar produksi beras akhir-akhir ini,
mengisyaratkan bahwa risiko akan terjadinya kegagalan swasembada beras di
negeri ini telah semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Sehingga,
sangatlah mungkin terjadi pada suatu periode waktu, tingkat produksi beras
nasional jatuh pada level yang jauh di bawah target yang dibutuhkan untuk
mencapai swasembada beras. Artinya, pada saat itu Indonesia akan kekurangan
beras dalam jumlah jutaan ton.
Kemudian,
jagung merupakan komo ditas tanaman pangan yang memiliki peranan yang penting
dan strategis dalam pembangunan nasional. Sekarang ini, jagung tidak hanya
digunakan sebagai bahan pangan, tetapi juga digunakan sebagai bahan pakan,
industri, dan di luar negeri sudah mulai digunakan pula sebagai bahan bakar
alternatif (biofuel). Permintaan
jagung terus mengalami peningkatan.
Menyadari
fungsi dan peran penting jagung maka pemerintah menetapkan swasembada jagung
2014. Kebijakan swasembada jagung ditetapkan dengan kriteria terpenuhinya
kebutuhan pa ngan, bahan baku industri pakan ternak, serta bahan baku industri
lainnya (biofuel) dari produksi dalam
negeri.
Sedangkan,
kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia, kacang kedelai memiliki peranan yang
besar karena merupakan sumber bahan baku utama bagi industri tahu, tempe, dan
pakan ternak berupa bungkil kacang kedelai.
Sebagai
solusi jangka panjangnya maka swasembada kedelai melalui penyediaan lahan harus
terus diupayakan secara maksimal karena kita membutuhkan lahan tambahan minimal
500 ribu hektare untuk swasembada kedelai. Para petani lokal juga harus
mengembangkan kedelai lokal dengan mengadopsi teknologi transgenik Genetically Modified Organism (GMO)
dalam pengembangan benih.
Selanjutnya,
tebu adalah salah satu komoditas perkebunan penting yang ditanam untuk bahan
baku utama gula. Hingga saat ini, gula merupakan salah satu komoditas strategis
dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan penghitungan data Susenas, konsumsi
gula oleh rumah tangga cenderung mengalami peningkatan.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar