As
Truk dan Jalan Awet
Gatot
Rusbintardjo ; Dosen Fakultas Teknik Unissula Semarang,
Anggota Eastern Asia Society for Transportation Studies
(EASTS)
|
SUARA
MERDEKA, 08 Mei 2014
|
PADA Minggu malam, 27 April 2014 Gubernur Jawa Tengah Ganjar
Pranowo dalam inspeksi mendadak menjumpai pungutan liar di jembatan timbang
Subah Kabupaten Batang. Ada persoalan mendasar di balik temuan itu. Pasalnya,
baik awak truk sudah membayar pungli maupun memilih bayar denda resmi
dilengkapi bukti struk pembayaran, truk dengan muatan berlebih itu tetap saja
boleh meneruskan perjalanan. Jadi, apa pun pasal/hukuman yang dikenakan, truk
dengan muatan berlebih tersebut boleh terus jalan. Artinya, beban berat itu
tetap harus dipikul oleh jalan, dan berarti pula proses perusakan jalan terus
berlangsung.
Apa dampak negatif dari truk bermuatan melebihi tonase yang
diizinkan terhadap kondisi jalan? Meskipun bukan satu-satunya penyebab
kerusakan jalan, truk berkelebihan muatan tetap merupakan faktor utama bagi
percepatan kerusakan jalan. Pasalnya, perkerasan jalan (baik dengan aspal
atau beton) memang direncanakan untuk menerima beban lalu lintas, termasuk
muatan barang.
Perencanaan jalan pantura Jawa secara umum mendasarkan
perhitungan bisa menerima muatan sumbu terberat (MST) 10 ton (patokan standar
8,16 ton). Istilah MST 10 ton berarti jalan itu diperhitungkan kuat menahan
beban ekivalen 10 ton berulang-ulang sampai rusak. Misal direncanakan kuat
menahan beban berulang ekivalen 10 ton sampai 2 juta kali (bisa dianggap ada
2 juta truk lewat), dan 2 juta kali beban 10 ton itu akan tercapai dalam 10
tahun.
Persoalannya, andai truk (termasuk jenis tronton dan trailer)
yang lewat selalu berkelebihan muatan dan besar kelebihan muatan tersebut
sangat ekstrem maka jauh sebelum mencapai waktu 10 tahun, jalan tersebut
sudah rusak. Terlebih bila truk yang berkelebihan muatan menggunakan roda
belakang bersumbu tunggal. (lihat gambar 1, komposisi sumbu roda belakang
truk). Faktor daya rusak kendaraan atau vehicle damage factor (VDF) adalah
beban sumbu kendaraan dibagi dengan beban sumbu standar dipangkatkan empat.
Dari rumusan tersebut kita bisa menyimbulkan apabila kelebihan
muatan mencapai 100% maka pertambahan daya rusak jalan yang diakibatkan oleh
truk sumbu tunggal adalah 16 kali lipat, untuk truk sumbu ganda 3 kali lipat,
dan untuk truk sumbu tripel 2 kali lipat.
Bagaimana mencegah praktik pungli dan jalan tidak cepat rusak?
Pertama; tidak ada cara lain kecuali harus ada ketegasan membongkar kelebihan
muatan kendati awak truk sudah membayar denda atas pelanggaran batas muatan
itu. Konsekuensinya pada tiap jembatan timbang harus ada gudang dan pelataran
cukup luas dengan perkerasan (disemen/diaspal).
Lelang
Gudang digunakan menyimpan barang (kelebihan muatan truk) yang
cepat rusak karena terkena panas/hujan, seperti semen, kayu dan sebagainya.
Adapun pelataran dipakai meletakkan barang yang tidak cepat rusak karena
panas/hujan, seperti besi, besi beton, pasir, atau batu.
Pengusaha angkutan yang truknya kelebihan muatan harus membayar
sewa penggunaan gudang/pelataran tiap hari/ton. Bila lewat dari sebulan
muatan itu tidak diurus maka bisa disepakati muatan itu menjadi milik negara
dan dijual melalui proses lelang secara terbuka.
Seandainya kelebihan muatan itu tidak dibongkar pada satu jembatan
timbang karena ’’sesuatu hal’’, hal itu tetap bisa diketahui ketika truk itu
melewati jembatan timbang berikutnya. Dengan demikian tak akan ada petugas
berani menerima uang suap dengan imbalan tidak membongkar kelebihan muatan
itu karena pasti ketahuan pada penimbangan berikutnya.
Kedua; pemerintah secara berangsur-angsur mewajibkan truk
menggunakan sumbu tiga (tripel) pada roda belakang. Kecuali daya rusaknya
kecil, truk bersumbu tiga dapat mengangkut muatan lebih berat ketimbang truk
bersumbu tunggal/ganda. Seperti pada gambar 2 (varian as/sumbu), truk dengan
roda belakang bersumbu tiga bisa memuat barang 37-45 ton, truk bersumbu ganda
(dobel) dapat mengangkut 24-34 ton, dan truk dengan roda belakang bersumbu
tunggal hanya bisa membawa barang maksimal 16 ton.
Adalah tidak benar pendapat yang menyatakan bila pemerintah
membatasi muatan barang maka harga komoditas yang diangkut truk menjadi mahal
karena biaya operasional truk tidak bisa dicukupi dari pendapatan (pembayaran
ongkos angkut barang yang diterima pengusaha truk). Justru jika muatan tidak
dibatasi (antara lain ada praktik pungli di jembatan timbang) maka jalan
cepat rusak. Justru kerusakan jalan, apalagi bila rusak parah, dapat
mengakibatkan tingginya biaya operasional truk dan berimbas mahalnya ongkos
angkut. Kerusakan jalan pasti membuat waktu tempuh truk menjadi lebih lama
dari biasanya, butuh lebih banyak solar, onderdil termasuk ban cepat aus,
uang makan sopir/kernet harus ditambah, dan sebagainya. Lamanya distribusi
barang pun pasti berpengaruh negatif pada sektor perekonomian dan sektor
lainnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar