Kamis, 08 Mei 2014

Sinergitas Atasi Kelebihan Muatan

Sinergitas Atasi Kelebihan Muatan

Djoko Setijawarno  ;   Kepala Lab Transportasi,
Dosen Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang
SUARA MERDEKA,  08 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
"Ketersediaan double track bisa menjadi momentum untuk mulai mengalihkan muatan truk ke kereta api (KA)"

PUNGUTAN liar (pungli) di jembatan timbang di Jateng tidak hanya terjadi akhir-akhir ini. Praktik itu sudah lama berlangsung dan seolah-olah baru muncul setelah pada Minggu, 27 April 2014 malam, Gubernur Ganjar Pranowo melakukan inspeksi mendadak di jembatan timbang Subah Kabupaten Batang.

Supaya kemelut itu tuntas, sebaiknya jangan menimpakan permasalahan terkait kelebihan muatan, yang sebenarnya layak menjadi persoalan nasional, kepada Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Urip Sihabudin. Siapa pun yang menjadi kepala dinas pasti menghadapi masalah yang sama.

Jembatan timbang menjadi persoalan nasional terkait ekses berantai yang ditimbulkan. Tiap tahun pemerintah harus mengucurkan sekitar Rp 1,2 triliun APBN untuk memelihara jalan pantura Jawa. Belum lagi kerugian masyarakat terkait dengan banyaknya kecelakaan akibat kerusakan dan kepadatan jalan, ketersendatan perjalanan, atau peningkatan polusi udara.

Pemanfaatan jalan raya, terutama pantura Jawa, untuk angkutan barang sudah berlebihan, tidak efisien. Secara teori, perjalanan angkutan barang menggunakan truk maksimal untuk jarak kurang dari 500 km. Jika lebih dari jarak itu, dipastikan barang yang diangkut melebihi batas tonase yang diizinkan. Bila tidak memuat berlebih, akan memengaruhi besaran harga satuan (unit cost) barang.

Bila Ganjar mau serius, ia harus bisa mengundang gubernur se-Jawa dan Bali ditambah Menhub, Men PU, Mendagri, Menperind, dan Kapolri. Bahkan membawa persoalan itu ke tingkat wakil presiden, dan setelah itu merumuskan solusi dan kebijakan, tak perlu menunggu presiden baru terpilih.

Tiap provinsi memiliki perda berkait pengendalian muatan angkutan barang dengan warna berbeda. Gubernur Jateng hendaknya mau mengevaluasi penerapan retribusi kelebihan muatan di jembatan timbang berdasar Perda Jateng Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pengendalian Muatan Angkutan Barang. Pasalnya perda itu sejatinya melanggar UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-undang itu tidak menyebutkan bahwa pendapatan atau retribusi daerah dapat dihimpun dari jembatan timbang. Masyarakat Jateng tahu target pendapatan dari penarikan retribusi di 16 jembatan timbang Rp 40 miliar per tahun. 

Menargetkan PAD dari pengelolaan jembatan timbang merupakan perbuatan ilegal. Jembatan timbang bukan sumber dana PAD sehingga Pemprov harus mengembalikan ke fungsi semula untuk mengawasi muatan angkutan barang.

Jalan Pemda

Perda pengelolaan jembatan timbang di daerah juga bertentangan dengan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Retribusi atas kelebihan muatan yang dipungut dari jembatan timbang di daerah tapi terletak di jalan nasional ditarik oleh pemda. Uang yang terkumpul bukan untuk memperbaiki kerusakan atau memelihara jalan nasional melainkan untuk memelihara jalan milik pemda. Merujuk isi Pasal 169 dan 170 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, sesungguhnya kewenangan pengelolaan jembatan timbang berada di pemerintah pusat melalui Kemenhub,  bukan di daerah. Terlebih untuk jembatan timbang yang berada di jalan nasional.

Ada baiknya Pemprov Jateng juga belajar dari Pemprov Jatim yang memberikan 
insentif Rp 5 juta/bulan bagi petugas jembatan timbang supaya mereka tidak tergoda untuk mengutip uang. Termasuk melengkapi fasiltas sehingga petugas bisa bekerja maksimal berdasarkan standar operasi pelaksanaan (SOP).

Kerusakan jalan pantura juga tidak hanya disebabkan oleh muatan berlebih. Kerusakan dapat disebabkan oleh konstruksi yang tidak sesuai dengan pedoman atau spesifikasi teknis yang ditetapkan. Bisa juga tidak tersedianya saluran drainase yang memadai sehingga mengakibatkan genangan pada badan jalan ketika hujan turun. Menelisik lebih dalam, ternyata ada pelanggaran jam kerja petugas jembatan timbang mengingat mereka bekerja 12 jam tanpa istirahat, dan bertentangan dengan UU tentang Ketenagakerjaan.

Ketersediaan double track, bisa menjadi momentum mengalihkan muatan truk ke kereta api (KA) kendati hal itu juga tidak mudah dan perlu sejumlah kebijakan dan fasilitas pendukung. Salah satunya, kebijakan pengelolaan jembatan timbang yang profesional dan modern. Perlu kerja sama antara pemerintah daerah dan pusat untuk mempercepat pengalihan angkutan barang jarak jauh dari transportasi jalan (truk) ke transportasi kereta api, dan Gubernur Ganjar Pranowo bisa berperan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar