Kamis, 02 Mei 2013

Jelang Pemilu 2014 : Saatnya Menagih Janji Politik


Jelang Pemilu 2014 : Saatnya Menagih Janji Politik
Apung Widadi ;  Analis Politik Independen, Alumni Universitas Diponegoro
DETIKNEWS, 01 Mei 2013
  

Mengawali tahun politik 2013, tepatnya bulan Februari lalu, kelompok masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Tagih Janji (Gergaji) mendeklarasikan diri dan menyampaikan manifesto politik. Benang merah dari gerakan tersebut sebenarnya adalah mengajak masyarakat menagih janji politik hasil Pemilu 2009 untuk cermin Pemilu 2014.

Saya menilai gerakan tersebut penting dan perlu diapresiasi. Setidaknya ada tiga alasan, pertama, hal ini untuk mengevaluasi kinerja partai politik umumnya, dan DPR pada khususnya yaitu representasi hasil pemilu 2009. Kedua, menjadi cermin untuk pemilu 2014 dan format perbaikan parlemen mendatang terkait pemilihan caleg. Ketiga, ini bentuk pendidikan politik yang tidak diajarkan oleh partai dan pemerintah untuk memilih caleg yang berkualitas, tidak ‘bermasalah’, dan punya portofolio politik.

Formula yang dilakukan oleh civil society tersebut saya rasa dapat memberi penyeimbang bahkan bisa dibilang metode alternatif atas verifikasi administratif oleh KPU. Saat ini, Daftar Calon Anggota Legislatif Sementara (DCS) telah terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU saat ini sedang memverifikasi 6.576 bakal calon yang sudah diserahkan oleh 12 partai politik. Rata-rata parpol menyerahkan lebih dari 560 nama bakal calon. Dari hal tersebut, KPU sangat sibuk dalam hal administratif belaka.

Sebagai catatan, ruang gelap ini memang sengaja dibuat oleh rezim agar tidak ada ruang partisipasi publik dalam proses pemilu. Dalam UU Pemilu, ruang publik hanya dalam hal masukan administratif, bukan rekam jejak caleg. Rezim parpol saat ini memang sengaja melokalisir masyarakat hanya sebagai pemilih, tanpa dibekali pendidikan politik. Sampai tahap ini, idiom ‘seperti memilih kucing dalam karung’ saat pemilu legislatif tampaknya hampir mendekati kebenaran. Oleh karena itu, masyarakat perlu berdaya mengawal proses politik pemilu 2014 untuk meningkatkan derajat demokrasi Indonesia.

Audit Politik

Catatan penting proses pemilu saat ini adalah: hampir sebagian besar partai mengusung caleg petahana. Kalaupun tidak, artis menjadi pilihan menarik partai untuk diusung. Selain menunjukkan gambaran kegagalan partai dalam kaderisasi, fenomena tersebut sebenarnya menunjukkan partai hanya mencari aman dengan muka-muka lama tersebut. Karena, petahana mempunyai kesempatan terpilih lebih besar dibandngkan dengan muka baru.

Walaupun di beberapa partai ada mekanisme internal, seperti survei internal untuk proses perekrutan caleg namun kurang transparan dan ukurannya sangat minimal, bahkan banyak yang tampaknya tidak layak. Belum ada laporan kinerja caleg-caleg tersebut saat menjabat sebagai wakil rakyat di Senayan. Untuk selanjutnya, diajukan kembali sebagai calon anggota DPR 2014-2019.

Lebih jauh, pemaparan kinerja oleh partai dan wakil rakyat sebenarnya jelas diatur dalam konstitusi. Hal ini sebenarnya adalah perintah Pasal 80 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009 (UU MD3) dan Pasal 18 ayat (6) Tata Tertib DPR. Di mana, kinerja anggota fraksi selama kurun waktu 2009-2013 harus disampaikan kepada masyarakat sehingga diperoleh pengetahuan tentang aktualisasi anggota DPR di berbagai fungsi (legislasi, pengawasan, dan anggaran) dan inisiatif membangun parlemen yang berintegritas.

Lihat saja saat ini mejelang periode berakhir, kinerja DPR ikut mengalami grafik menurun. Rapat paripurna cenderung sepi karena banyak anggota DPR yang membolos. Banyak kasus korupsi yang kemudian terungkap. Produksi undang-undang juga tampak stagnan. Ataupun pengawasan yang tidak lagi optimal. Hal ini dimungkinkan karena sebagian anggota DPR akan lebih sibuk mencari dana kampanye dan mempersiapkan dalam pertarungan Pemilu 2014.

Kinerja menurun tersebut perlu dipotret oleh masyarakat sebagai cermin untuk kriteria mengambil keputusan memilih calon anggota DPR ke depan. Jika kinerjanya buruk, lebih baik jangan dipilih untuk menyelamatkan parlemen ke depan. Hal ini adalah instrumen mendorong obyektivitas pemilih rasional saat ini. Wilayah inilah yang memang belum dikerjakan oleh partai, pemerintah dan penyelenggara pemilu.

Lebih jauh lagi, bagaimana dengan artis sebagai penantang serius petahana? Bagaimana masyarakat harusnya bersikap? Yang harus menjadi catatan adalah terkait portofolio politik calon. Artis sebenarnya, di mata masyarakat adalah orang yang sering memberikan hiburan kepada masyarakat. Dalam istilah lain menjadi penghibur di tengah situasi pendidikan, kesehatan, bahan makanan yang mahal. Kemampuannya adalah menghibur, namun pertanyaannya, apa artis tersebut punya visi dan portofilio politiknya? Hal ini penting, karena fungsi utama anggota DPR adalah sebagai aktor yang memberikan akses dan hak-hak rakyat.

Ke depan, sebagai perbandingan, saat pemilu 2009 lalu. Ada gerakan, jangan pilih politisi busuk, jangan politisi bermasalah dll. Gerakan tersebut cukup mewarnai gegap gempita pemilu. Namun koreksi dari gerakan tersebut, kurang dilengkapi dengan kesadaran terkait kinerja politik masa transisi di parlemen maupun eksekutif. Dari sisi masyarakat sipil ke depan, yang pelu dilakukan yaitu menilai kinerja politik, kemudian melengkapi dengan catatan permasalahan seperti korupsi, kejahatan HAM, dll. Tranformasi gerakan tersebut harapannya mampu mendorong perbaikan demokrasi saat transisi yang hampir gagal ini.

Selain itu, ruang partisipasi dan audit politik juga harus dibangun oleh partai. Partai saat ini harus menyampaikan hasil kinerja anggotanya yang petahana ataupun tidak maju lagi sebagai bagian dari pertanggungjawaban politik kepada masyarakat. Jika KPU di websitenya telah menampilkan daftar DCS, seharusnya partai politik di websitenya minimal menampilkan kinerja atau profil serta rekam jejak para calegnya. Ini perlu dilakukan untuk mengisi kekosongan proses verifikasi yang hanya bersifat administratif. Ini tantangan untuk partai politik sebenarnya, walaupun hampir tidak mungkin dilakukan.

Akhirnya, yang perlu diingat menjelang Pemilu 2014 ke depan, bukan hanya memilih wakil rakyat yang duduk di parlemen. Tapi kita jangan sampai lupa bahwa proses pemilu adalah jual-beli janji dan mandat politik yang harus dibayar dengan akses dan hak-hak masyarakat yang terjamin saat menjabat. Pemilu masih satu tahun lagi, sebelum memutuskan untuk memilih, saat ini mari kita menagih janji politisi agar tidak ingkar janji lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar