Kamis, 23 Mei 2013

Doktrin Natalegawa dan Paradigma Indo-Pasifik


Doktrin Natalegawa dan Paradigma Indo-Pasifik
Rene L Pattiradjawane  ;  Wartawan Kompas
KOMPAS, 22 Mei 2013

Kunjungan PM China Li Keqiang ke India, negara pertama setelah menjabat PM, memberikan tanda jelas bahwa Pemerintah India di mata RRC bukan pion dalam strategi aliansi kerja sama pertahanan AS. Kita memahami kunjungan PM Li awal pekan ini sebagai artikulasi sebuah pilihan hubungan internasional Pan-Asia warisan tradisi dan lingkup sejarah dari masa Gerakan Nonblok 1955.

Pilihan ini mewakili kepentingan strategi China dan India yang secara bersamaan diproyeksikan sebagai inti perimbangan kekuasaan dalam konteks modern. Artinya, India yang demokratis dan China yang sentralistis tidak menjadi isu dalam membangun aliansi kepentingan strategis (seperti rumusan Buku Putih Pertahanan Australia) di kawasan Indo-Pasifik.

Pandangan ini sesuai dengan pemahaman atas Doktrin Natalegawa mengenai dynamic equilibrium (keseimbangan dinamis) tecermin dalam pidato kunci Menlu Marty Natalegawa dalam konferensi tentang Indonesia yang diselenggarakan CSIS Washington, AS, akhir pekan lalu. Menurut Menlu, terminologi geopolitik Indo-Pasifik memerlukan paradigma baru dalam hubungan antarnegara di kawasan tersebut.

Dalam konteks ini, kita memahami kalau hubungan China-India tidak akan terpaku pada persoalan klaim tumpang tindih wilayah perbatasan darat di daerah Ladakh, Himalaya, yang disepakati kedua negara sebagai garis kontrol aktual (line of actual control). Ikatan ekonomi dan perdagangan menjadi pemicu penting bagi China-India saling mendekatkan diri.

Ada beberapa faktor mendorong perubahan pendekatan di antara negara yang berseteru keras pada tahun 1962 karena klaim tumpang tindih kedaulatan. Faktor pertama, keinginan India membahas lebih mendalam konsesi dan inisiatif China mengakses pasar India melalui perusahaan-perusahaan teknologi informasi dan farmasi, keunggulan milik India dalam skala global dan dibutuhkan China untuk keperluan dalam negeri, termasuk meningkatkan daya saing perekonomiannya.

Faktor kedua, melalui perluasan akses pasar ke perusahaan- perusahaan India dan memperluas investasi China, hubungan ekonomi bilateral akan mencapai sekitar 100 miliar dollar AS pada tahun 2015. Sekarang, hubungan ekonomi kedua negara ini meningkat menjadi 70 miliar dollar AS dengan posisi defisit pihak India mencapai sekitar 39 miliar dollar AS.

Faktor ketiga, mekanisme kerja sama multilateral India dan China dalam skema Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) memberikan peluang ekspansif masif yang saling menguntungkan. Hal itu termasuk keinginan China untuk mengerjakan proyek jaringan kereta api kecepatan tinggi ataupun pembangunan tiga bendungan di Sungai Brahmaputra.

Hubungan politik, keamanan, dan ekonomi yang tecermin melalui kunjungan PM Li Keqiang ini memberikan pemahaman penting bagi kita kalau Doktrin Natalegawa berada pada arah dan pemikiran strategis yang tepat. Ini ditandai dengan tidak ada kekuatan besar yang mengikuti model perimbangan kekuatan melalui cara-cara yang kaku, persaingan, atau menimbulkan ketegangan.

Pendekatan negara besar, seperti China-India, menjadi model menarik dalam memberi makna yang luas dan 
mendalam atas Doktrin Natalegawa, mempromosikan rasa tanggung jawab bersama dalam menjaga perdamaian dan stabilitas perdamaian. Pendekatan keseimbangan dinamis dua negara besar (China-India) adalah pilihan penjajakan penting ketimbang strategi segi empat (AS, Jepang, India, Australia) berdiri dalam kontigensi menghadapi China di arena baru kawasan Indo-Pasifik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar