Kamis, 23 Mei 2013

Bangkitlah Pemuda!


Bangkitlah Pemuda!
Sonny Harry B Harmadi  ;  Kepala Lembaga Demografi FEUI;
Ketua Umum Koalisi Kependudukan
KOMPAS, 22 Mei 2013


Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei seyogianya menjadi momentum ”kebangkitan Indonesia” yang sesungguhnya. Bangkit dari permasalahan yang dihadapi negeri ini.
Tidak perlu pesimistis menatap masa depan Indonesia. Sesungguhnya, masalah justru dapat membuat kita lebih besar dan tangguh. Tanpa ingin mendikotomikan tua dan muda, menyelesaikan masalah masa depan bangsa ini bergantung pada para pemuda.

Bung Karno mengatakan, ”Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Pernyataan ini lahir dari kesadaran pentingnya peran pemuda bagi bangsa Indonesia. Kelahiran organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 yang dianggap sebagai momentum ”Kebangkitan Nasional” hadir atas prakarsa dan kesadaran para pemuda (dipelopori mahasiswa STOVIA).

Keluarnya para pemuda dari Boedi Oetomo beberapa tahun kemudian diduga akibat dominasi keanggotaan kaum bangsawan dan pejabat kolonial. Itu merupakan pengalaman berharga bahwa membangun Indonesia tidak bisa mengabaikan suara pemuda sebagai agent of change dan pemimpin masa depan.

Pemuda dalam angka

Pemuda adalah penduduk Indonesia yang berusia 15-29 tahun (beberapa pihak menggunakan kategori 16-30 tahun). Sensus Penduduk 2010 menunjukkan, jumlah pemuda di Indonesia mencapai lebih dari 62 juta jiwa. Artinya, 1 dari 4 orang Indonesia adalah pemuda. Komposisi jenis kelamin relatif berimbang antara laki-laki (50,24 persen) dan perempuan (49,76 persen). Pemuda yang tinggal di perkotaan sedikit lebih banyak dibandingkan dengan yang tinggal di pedesaan.

Salah satu tantangan partisipasi pemuda dalam pembangunan adalah rendahnya tingkat pendidikan mereka. Sakernas 2012 (BPS) menunjukkan, lebih dari 63 persen pemuda hanya berpendidikan SLTP ke bawah. Sebaliknya, hanya 5,83 persen pemuda yang memiliki kesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Padahal, pendidikan merupakan prasyarat penting agar para pemuda mampu berperan optimal dalam pembangunan.
Pendidikan tidak hanya membuat pemuda mampu meningkatkan status diri dalam masyarakat, melek huruf, dan membuat mereka lebih produktif, tetapi juga dapat membangun sikap dan perilaku positif dalam peran di masyarakat. Sikap dan perilaku untuk baik secara etika dan benar secara aturan.

Perempuan dalam kategori pemuda menghadapi masalah cukup kompleks. Hampir 10 persen dari mereka sudah menikah pada usia 15-19 tahun. Padahal, jumlah laki-laki di kelompok usia yang sama hanya 1,40 persen. Belum lagi tingkat perceraian di kelompok perempuan muda mencapai yang 1,75 persen, sedangkan laki-laki hanya 0,86 persen. Pernikahan di usia dini masih menjadi tantangan saat ini.

Sekitar 5,2 juta dari 36 juta pemuda yang masuk pasar kerja berstatus sebagai pengangguran (14,35 persen). Padahal, kelompok pemuda ini memiliki energi besar dalam bekerja. Potensi masalah sosial akan muncul manakala jumlah pengangguran di kelompok pemuda sangat besar.

Energi besar tetapi status menganggur dapat menyebabkan pemuda mengaktualisasikan dirinya dalam kegiatan yang kurang tepat. Penyalahgunaan narkoba, radikalisme yang berujung pada potensi terorisme, serta kriminalitas sebenarnya dapat ditekan dengan menyalurkan energi para pemuda dalam kegiatan positif. Dibutuhkan pembangunan kepemudaan yang terencana.

Membangkitkan pemuda

Setiap generasi ada masanya, dan setiap masa ada caranya. Generasi muda saat ini menghadapi situasi berbeda dengan generasi orangtua mereka (generasi sebelumnya). Population pressure telah menyebabkan tingginya persaingan untuk bisa survive dalam kehidupan. Itulah tantangan nyata generasi saat ini. Namun, tampaknya kesempatan pemuda untuk berpartisipasi memikirkan masa depan bangsa ini belum banyak tercipta.

Mungkin kita tidak terlalu asing dengan ungkapan ”Anda masih terlalu muda” atau ungkapan yang cenderung menyalahkan sikap dan perilaku generasi muda saat ini. Penggunaan bahasa ”negatif” tersebut justru dapat memicu apatisme generasi muda untuk ikut memikirkan bangsa ini ke depan. Representasi generasi muda di setiap aspek pengambilan keputusan harus dipahami sebagai kebutuhan mutlak dalam pembangunan nasional.

Oleh karena itu, pemuda harus disiapkan untuk berpartisipasi dalam mengatasi persoalan saat ini serta ikut merencanakan pembangunan di masa mendatang. Bukan dalam konteks partisipasi formalitas saja, tetapi juga partisipasi yang nyata.

Pemuda dan politik

Potensi bonus demografi akibat meningkatnya proporsi penduduk usia produktif Indonesia dapat diraih dengan syarat jika pemuda yang ada di pasar kerja dapat berpartisipasi dengan bekerja secara produktif. Partisipasi politik pemuda juga sangat diperlukan. Maka, kinerja parpol harus lebih baik dan mengakomodasi kebutuhan generasi muda. Lebih dari 30 juta pemilih pemula pada 2014 berusia 17-23 tahun. Kita berharap mereka menggunakan hak pilihnya.

Semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika” yang memaknai persatuan dalam keberagaman menjadi salah satu kunci untuk mempersatukan pemuda Indonesia. Tidak ada yang pernah bisa ”mohon” kepada Tuhan untuk terlahir sebagai anak Papua, Jawa, Batak, Minang, Dayak, Bugis, dan sebagainya. Sebab, identitas yang melekat dari kelahiran seseorang adalah sebuah takdir.

Demikian pula lahirnya bangsa Indonesia dalam keberagaman adalah sebuah takdir yang harus disadari para pemuda. Pemuda Indonesia harus bangkit, bersatu, dan menyadari bahwa kebangkitan nasional membutuhkan kehadiran mereka dalam peran yang nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar