Menuju Perlucutan Senjata
Ban Ki-Moon ; Sekretaris
Jenderal PBB
|
KOMPAS,
11 September 2012
Bulan lalu,
persaingan kepentingan telah mencegah tercapainya kesepakatan yang sangat diperlukan
untuk menurunkan kerugian manusia akibat perdagangan senjata.
Upaya perlucutan
senjata nuklir pun tidak berjalan meskipun sentimen global sangat kuat dan
terus bertumbuh.
Kegagalan negosiasi
saat ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang baru saja diperingati
merupakan peluang yang baik untuk mencari tahu, mengapa perlucutan dan
pengendalian senjata sangat sulit dicapai.
Keamanan memiliki
arti lebih dari sekadar perlindungan perbatasan. Ancaman terhadap keamanan
dapat muncul akibat kecenderungan demografi, kemiskinan yang semakin parah,
ketidaksetaraan ekonomi, degradasi lingkungan, penyakit-penyakit pandemi,
kejahatan terencana, pemerintahan represif, dan hal-hal lain yang tidak dapat
dikendalikan oleh negara. Persenjataan juga tidak dapat menyelesaikan
permasalahan ini.
Tantangan Baru
Namun, masih terdapat
kesenjangan antara mengenali tantangan keamanan baru dan peluncuran kebijakan
baru untuk mengatasinya. Prioritas anggaran nasional masih cenderung mengacu
pada paradigma lama. Pengeluaran militer yang banyak dan investasi baru dalam
modernisasi persenjataan nuklir telah menjadikan dunia dipersenjatai berlebihan
dan sebaliknya perdamaian kurang didanai.
Tahun lalu,
pembelanjaan militer global dilaporkan melebihi 1,7 triliun dollar AS—lebih
dari 4,6 miliar dollar AS per hari— setara dengan dua kali anggaran tahunan
PBB. Jumlah tersebut termasuk miliaran dollar AS anggaran untuk memodernisasi
persenjataan nuklir beberapa dasawarsa ke depan.
Pembelanjaan militer
seperti ini sulit dijelaskan dalam kondisi pasca-Perang Dingin dan di tengah
krisis finansial global. Para ekonom dapat menyebutnya ”peluang biaya (opportunity cost). Saya menyebutnya
sebagai kehilangan peluang manusia. Anggaran persenjataan, nuklir khususnya,
sangat tepat dipotong.
Persenjataan semacam
itu tidak berguna mengatasi ancaman-ancaman terkini terhadap perdamaian dan
keamanan. Keberadaannya justru tidak menstabilkan keadaan: semakin persenjataan
nuklir dianggap perlu, semakin besar juga insentif untuk proliferasi nuklir.
Risiko-risiko lain dapat muncul dari kecelakaan dan dampak terhadap kesehatan
dan lingkungan dari pengelolaan senjata tersebut.
Inilah saatnya
mengafirmasi kembali komitmen perlucutan persenjataan nuklir, sekaligus
memastikan tujuan akhirnya berupa alokasi anggaran untuk keperluan kemanusiaan.
Lima Poin
Empat tahun lalu,
saya menggarisbawahi sebuah proposal dengan lima poin yang memperlihatkan
perlunya konvensi senjata nuklir atau kerangka kerja guna mencapai tujuan ini.
Namun, pembahasan
perlucutan masih saja buntu. Solusinya secara jelas berada pada upaya setiap
negara mengharmonisasikan aksi mereka dalam mencapai tujuan akhir bersama.
Berikutnya adalah beberapa aksi spesifik yang perlu dijalankan oleh
negara-negara dan masyarakat sipil untuk mematahkan kebuntuan ini.
Pertama, mendukung
upaya-upaya Federasi Rusia dan Amerika Serikat untuk negosiasi mendalam
mengenai pengurangan persenjataan nuklir mereka, baik yang telah berada di
lapangan maupun yang belum.
Kedua, memperoleh
komitmen dari negara-negara lain yang memiliki persenjataan nuklir untuk
bergabung dalam proses perlucutan senjata.
Ketiga, menetapkan
moratorium pengembangan dan produksi senjata nuklir atau sistem pengantar baru.
Keempat, merundingkan
traktat multilateral yang melarang penggunaan bahan-bahan serpihan untuk
senjata nuklir. Termasuk di dalamnya mengakhiri peledakan nuklir dan menerapkan
Traktat Komprehensif Pelarangan Uji Coba Nuklir.
Kelima, menghentikan
pengiriman senjata-senjata nuklir ke pelbagai negara dan menghancurkan senjata-senjata
tersebut.
Meski demikian,
kelima langkah di atas harus diikuti upaya untuk memastikan bahwa negara-negara
pemilik senjata nuklir melapor kepada yang berwenang mengenai perlucutan
senjata nuklir, termasuk keterangan ukuran senjata, materi-materi serpihan,
sistem pengantar, dan perkembangan dalam mencapai tujuan perlucutan senjata.
Dilanjutkan dengan
membentuk keanggotaan universal dalam traktat-traktat yang melarang
senjata-senjata kimia dan biologi.
Diperlukan pula
kehadiran zona bebas dari senjata nuklir dan senjata-senjata pemusnah massal
lainnya di Timur Tengah.
Semua ini paralel
dijalankan bersama dengan pengendalian persenjataan konvensional, termasuk
traktat mengenai perdagangan senjata, penguatan kendali terhadap perdagangan
senjata kecil dan ringan ilegal, serta keanggotaan universal terhadap konvensi
pelarangan penggunaan ranjau, amunisi kluster, dan senjata-senjata yang tidak
manusiawi.
Langkah Damai
Menggunakan
inisiatif-inisiatif diplomatik dan militer untuk menjaga perdamaian internasional
serta keamanan dalam sebuah dunia tanpa senjata-senjata nuklir, termasuk
upaya-upaya baru dalam menyelesaikan perselisihan-perselisihan regional.
Di atas semua itu,
kita perlu membahas kebutuhan dasar manusia untuk mencapai tujuan-tujuan
pembangunan milenium (MDGs). Kemiskinan yang parah mengikis keamanan. Mari kita
sama-sama mengurangi pembelanjaan senjata serta mulai berinvestasi dalam
pembangunan sosial dan ekonomi dengan memperluas pasar. Semua ini akan
mengurangi motivasi timbulnya konflik bersenjata dan sekaligus mengajak
masyarakat ambil bagian dalam masa depan kita bersama.
Seperti perlucutan
senjata nuklir dan nonproliferasi, tujuan-tujuan tersebut penting untuk
memastikan keamanan manusia dan dunia yang damai untuk generasi mendatang.
Tanpa adanya pembangunan, berarti tidak akan ada perdamaian. Tanpa adanya
perlucutan senjata, berarti tidak akan ada keamanan.
Namun, ketika
pembangunan dan perlucutan senjata berkembang, dunia juga berkembang.
Meningkatnya keamanan dan kesejahteraan adalah tujuan akhir bersama yang layak
didukung oleh semua negara. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar