Leopard dan
Transformasi Pertahanan
Andi Widjajanto ; Dosen
Teknologi Senjata di Universitas Indonesia
|
KOMPAS,
01 September 2012
Kementerian Pertahanan
menyatakan bahwa proses pengadaan tank Leopard 2A6 dari Jerman telah tuntas.
Guna memastikan bahwa proses pengadaan tersebut telah tuntas, tulisan ini
menawarkan tiga pertanyaan evaluatif untuk menilai kesiapan Indonesia melakukan
transformasi pertahanan dengan menghadirkan tank Leopard dalam sistem
persenjataan TNI.
Pertanyaan evaluatif pertama
berkaitan dengan pembentukan doktrin perang tank. Saat ini TNI AD cenderung
mengandalkan doktrin perang infanteri untuk menggelar operasi matra darat dan
operasi gabungan. Pusat kekuatan (center
of gravity) dari doktrin ini adalah kemanunggalan TNI dengan rakyat yang
mendukung strategi pertahanan semesta yang ditopang oleh strategi pertahanan
berlapis dan perang berlarut.
Kehadiran tank Leopard akan
mengharuskan TNI AD mengembangkan cara bertempur yang menjadikan mobilitas dan
daya hancur (fire power) sebagai
pusat kekuatan militer. TNI AD harus membentuk suatu cara bertempur yang tidak
lagi menjadikan tank hanya sebagai pendukung gerak pasukan infanteri, tetapi
menjadikan unit tank sebagai kekuatan mekanik darat yang bisa melakukan operasi
militer mandiri.
Proses diferensiasi yang
membedakan pasukan infanteri dan unit mekanik ini menjadi syarat utama bagi
pembentukan suatu doktrin perang tank modern. Proses ini nantinya tidaklah
berujung pada pemisahan ketat antara gelar pasukan infanteri dan kavaleri
mekanik, tetapi justru akan bermuara pada integrasi antarkekuatan darat.
Integrasi ini akan tercapai
jika pasukan infanteri dan kavaleri berhasil mengembangkan strategi tempur khas
mereka, lalu berupaya untuk membentuk doktrin operasi darat gabungan yang
melebur diferensiasi kekuatan tersebut menjadi satu kekuatan darat yang andal.
Proses transformasi tersebut
tidak berhenti pada pengembangan doktrin dan kekuatan tempur tank yang masih
mengandalkan pendekatan komponen matra (platform-based
approach). Saat ini, pendekatan komponen matra tersebut harus ditingkatkan
menjadi pendekatan jejaring (network-centric).
Pendekatan ini mengharuskan
TNI AD mengembangkan sistem komando kendali terpadu yang melibatkan teknologi
informasi terkini dan memadukannya dengan sistem komando kendali di tingkat
Mabes TNI. Jika struktur jejaring informasi ini terbentuk, TNI akan memiliki
kekuatan pemukul mekanik terpadu yang mengintegrasikan unit tank dan artileri
TNI AD, dengan kapal perang dan kapal selam TNI AL, serta pesawat tempur TNI
AU.
Stabilitas Perbatasan
Pertanyaan evaluatif kedua
berkaitan dengan stabilitas perbatasan. Apakah tank Leopard yang digelar di
wilayah perbatasan negara dapat meningkatkan stabilitas perbatasan?
Jawaban afirmatif dari
pertanyaan ini akan muncul jika Kementerian Pertahanan dapat menetapkan jumlah
unit Leopard yang akan digelar di perbatasan Kalimantan untuk menghasilkan
suatu rasio perimbangan postur kekuatan yang ideal Indonesia-Malaysia.
Saat ini, untuk Indonesia,
perbatasan di Kalimantan berstatus rawan karena TNI AD tidak menggelar kekuatan
penangkal yang dapat mengimbangi gelar 48 tank PT 91 M Twardy Malaysia.
Kerawanan ini bisa dihilangkan dengan membentuk suatu rasio postur kekuatan
yang berimbang di perbatasan. Perimbangan ini akan mengurangi kemungkinan
terjadinya agresi lawan sehingga akan memperkokoh stabilitas kawasan.
Konsep rasio postur kekuatan
mengharuskan TNI AD menggelar tank dengan struktur tempur (order of battle) yang setara dengan tank PT 91 M Twardy, seperti MI
Abrams (Amerika Serikat), Merkava (Israel), K1A1 (Korea Selatan), T90 Rusia,
atau Leopard 2A5/6 (Jerman). Untuk menggelar suatu struktur tempur tank di
perbatasan Kalimantan, tentunya dibutuhkan pengembangan infrastruktur
transportasi, komunikasi, logistik, dan energi untuk mendukung mobilitas tank
di perbatasan.
Penggelaran tank ini akan
menghasilkan putaran luar (spin-off)
saat pembangunan infrastruktur militer menjadi katalis bagi pengembangan
infrastruktur sipil. Jika proses ini bisa dilakukan secara optimal, gelar tank
tidak hanya menghadirkan suatu kekuatan penangkal militer, tetapi juga
ketahanan ekonomi perbatasan yang lebih kokoh.
Profesionalisme TNI
AD
Pertanyaan evaluatif ketiga
adalah, apakah pengadaan tank Leopard akan berpengaruh pada profesionalitas TNI
AD. Pengaruh pengadaan tank terhadap profesionalisme bisa diukur dengan dua
cara.
Pertama, kehadiran tank
Leopard akan memperkuat proses militerisasi militer dengan
mengarahkan TNI AD
mengembangkan orientasi pertahanan eksternal. Dalam mengembangkan doktrin
perang tank dan struktur tempur tank, TNI AD akan cenderung menempatkan tank
Leopard dalam suatu gelar pengamanan perbatasan yang meniadakan kemungkinan
penggunaan tank Leopard dalam operasi militer untuk menangani konflik-konflik
internal.
Kedua, proses pembelian tank
Leopard dari Jerman ini mengharuskan Kementerian Pertahanan mengadopsi rezim
transfer senjata Jerman yang terkait dengan Pengaturan Wassenaar (Wassenaar Arrangement on Export Controls for
Conventional Arms and Dual-Use Goods and Technologies), Kode Etik Uni Eropa
tentang Perdagangan Senjata (The European
Union Code of Conduct on the Arms Trade), dan Sistem Pelaporan Senjata
Konvensional PBB (UN Register of
Conventional Arms).
Rezim transfer senjata di
Eropa mengharuskan Jerman melakukan evaluasi yang menjamin bahwa gelar tank
Leopard oleh Indonesia tidak berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM di masa
depan. Rezim ini juga mengatur bahwa transfer senjata perlu dikendalikan
sehingga pengadaan tank Leopard oleh Indonesia tidak mengancam stabilitas dan
perdamaian di tataran regional dan internasional.
Selain itu, rezim ini juga
memuat pentingnya prinsip transparasi dalam transfer senjata sehingga
keterlibatan broker senjata dan praktik korupsi bisa dihilangkan.
Kehadiran tank Leopard 2A6
dalam sistem pertahanan Indonesia harus disertai proses transformasi
pertahanan. Proses ini dilakukan untuk memastikan pembelian tank Leopard akan
berimbas pada (1) pembentukan doktrin perang tank yang terintegrasi dengan
doktrin operasi gabungan TNI; (2) peningkatan stabilitas perbatasan Indonesia
ditandai dengan terciptanya rasio kekuatan perbatasan yang ideal; dan (3)
peningkatan profesionalitas TNI AD. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar