Senin, 03 September 2012

Keadilan PTN-PTS dalam Moratorium


Keadilan PTN-PTS dalam Moratorium
Ki Supriyoko ;  Guru besar, Direktur Pascasarjana Universitas Sarjanawijaya Taman Siswa Yogyakarta, dan Wapres Pan-Pacific Association of Private Education (PAPE)
JAWA POS , 03 September 2012


DIREKTUR Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Djoko Santoso mengeluarkan surat bernomor 1061/E/T/2012. Isinya tentang penghentian sementara (moratorium) pendirian dan perubahan bentuk perguruan tinggi, serta pembukaan program studi (prodi) baru. Surat tertanggal 9 Agustus 2012 tersebut ditujukan kepada Koordinator Kopertis Wilayah I-XII, kepada pimpinan PTN, dan kepada gubernur dan bupati/wali kota di seluruh Indonesia. 

Surat tersebut tidak dalam kualifikasi rahasia karena bisa dibaca oleh siapa saja yang berkepentingan. Bahkan, karena surat tersebut telah diunggah (upload) di internet, dengan mudah orang dapat mengunduh (download), membaca, memahami, dan mencerna isinya.

Meskipun surat tersebut bersifat "terbuka", di lapangan timbul kehebohan. Seolah-olah pemerintah melarang pengembangan PTS dengan tidak lagi mengeluarkan izin pendirian PTS baru serta tidak lagi mengeluarkan izin pembukaan prodi baru. Padahal, kalau kita cermati, isi surat tersebut berlaku bagi PTS dan PTN serta adanya rencana Kemdikbud mengadakan penataan perguruan tinggi. 

Ada yang Jomplang 

Penataan perguruan tinggi saat ini sudah mendesak dilakukan. Setidaknya menyangkut penataan prodi yang belum merata menurut kelompok bidangnya.

Data jumlah prodi menurut kelompok bidang yang terekam di Kemdikbud per 1 Agustus 2012 sangat beragam. Kependidikan sebanyak 2.877 prodi, ekonomi 2.650 prodi, teknik 2.650, kesehatan 2.086 prodi, komputer 1.543 prodi, sosial 1.348 prodi, pertanian 1.185 prodi, matematika dan IPA 601 prodi, budaya dan sastra 558 prodi, hukum 493 prodi, aneka ilmu 297, seni 271 prodi, psikologi 145 prodi, serta agama dan filsafat 51 prodi.

Dari data tersebut terlihat ada prodi yang jumlahnya sangat tinggi, dalam hal ini prodi bidang kependidikan. Di sisi lain ada prodi yang jumlahnya sangat terbatas, dalam hal ini prodi untuk cabang-cabang ilmu tertentu (aneka ilmu), serta bidang agama dan filsafat.

Sangat tingginya prodi bidang kependidikan harus ditata sejak sekarang. Realitasnya jumlah lapangan kerja lulusan prodi kependidikan sangatlah terbatas; khususnya untuk menjadi pendidik. Jumlah sekolah dan madrasah di Indonesia memang besar, tetapi penyerapan tenaga kerja hanya dilakukan untuk menggantikan tenaga kerja yang pensiun dan tenaga kerja baru yang jumlahnya relatif sedikit. Artinya, kalau jumlah kebutuhan tenaga kerja bidang kependidikan tidak sebanding dengan jumlah lulusan prodi bidang kependidikan, akan terjadi pengangguran.

Teori kriminologi menyatakan penganggur berpendidikan tinggi itu lebih berbahaya daripada penganggur berpendidikan rendah. Pada sisi lain teori sosial menyatakan penganggur yang diciptakan oleh lembaga pendidikan yang diizinkan pemerintah akan menimbulkan problematika berganda bagi pemerintah dan masyarakat.

Bagaimana prodi yang jumlahnya sedikit? Prodi untuk bidang kelautan, misalnya. Prodi ini sebenarnya sudah ada, tetapi jumlahnya relatif sangat sedikit dibanding kebutuhannya.

Saya baru saja mengevaluasi perguruan tinggi kelautan di Ambon, Maluku. Namanya Akademi Maritim Maluku (AMM). Kondisi perguruan tinggi ini tidak memenuhi standar untuk tidak disebut mengenaskan. Yang memprihatinkan, konon di Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua yang wilayahnya dilingkupi dengan lautan yang luasnya ribuan kilometer persegi mempunyai tidak genap 10 prodi di bidang kelautan. Sungguh ironis, Indonesia yang merupakan negara kelautan dan memerlukan banyak tenaga kerja di bidang kelautan justru tidak memiliki banyak prodi kelautan.

Dorong Prodi Kelautan 

Penataan perguruan tinggi yang dilakukan pemerintah harus adil dan fair, berlaku bagi PTN dan PTS. Jangan pernah berkebijakan untuk mematikan PTS, kecuali PTS-PTS tertentu yang sepak terjangnya lebih banyak merugikan masyarakat.

Terhadap prodi yang jumlahnya sudah berlebih, misalnya kependidikan dan ekonomi, pemerintah hendaknya dengan tegas tidak lagi mengeluarkan izin pembukaan prodi baru. Bahkan, terhadap prodi (lama) yang tidak memenuhi standar, dengan indikator tidak terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), pemerintah jangan segan-segan menutup agar keberadaannya tidak menjerumuskan masyarakat.

Terhadap prodi yang jumlahnya masih kurang, misalnya prodi kelautan dan teknologi informasi, pemerintah mendorong PTN dan PTS untuk segera membukanya. Kalau perlu, pemerintah memberikan dukungan dan bantuan baik berupa bimbingan teknis maupun bantuan finansial dan SDM. Sudah tentu prodi yang dibuka harus memenuhi standar agar kehadirannya tidak mengecoh masyarakat.

Kebijakan tersebut berlaku adil bagi PTN yang diselenggarakan pemerintah maupun PTS yang diselenggarakan masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar