Pemilu 2019 sudah selesai. Selesai dengan gemilang. Gemilang karena pemilu paling ruwet di dunia ini berlangsung aman, damai dan kurang lebih 99 persen jujur. Lebih dari 80 persen rakyat memberi suaranya. Suatu sukses besar. Dan sekarang kita, rakyat, mengharapkan, lebih tepat: menuntut, agar orang-orang yang dipilih, dan itu pertama-tama presiden terpilih kembali, Pak Jokowi, membawa bangsa ini ke tujuannnya. Yaitu menjadi suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, bersatu, adil, sejahtera, maju, beradab, percaya diri, berperikemanusiaan.
Tugas kebangsaan ini jauh dari mudah. Masih banyak sekali hal yang selama lima tahun pertama pemerintahan Jokowi belum berhasil ditangani seluruhnya. Jumlah orang miskin dan hampir miskin masih terlalu besar, keadilan sosial masih jauh dari harapan, pertumbuhan ekonomi sedang-sedang saja, pembangunan infrastruktur sebagian besar masih dalam proses, dan sejumlah BUMN kunci dalam tekanan.
Tantangan-tantangan ini hanya akan dapat ditangani Presiden Jokowi apabila ia punya tangan bebas untuk mengangkat pembantu-pembantu yang betul-betul mutu: menteri dan pembantu kunci yang integer, bebas dari bayang-bayang korupsi, betul-betul kompeten, berwawasan kebangsaan, bersemangat maju. Tak boleh terulang kabinet yang terus diwarnai pergantian menteri, hasil akomodasi kiri-kanan.
Sekarang, Presiden, seperti ia katakan sendiri, bebas beban. Artinya, kini ia dapat, tanpa beban politik, mengambil kebijakan-kebijakan yang betul-betul dianggapnya perlu. Kita lega bahwa sesudah suatu kampanye dan post-kampanye yang cukup buruk, kubu-kubu yang berlawanan kembali ke budaya Indonesia: habis capai-capai berkelahi, ngopi bareng (dan bareng naik kuda atau MRT). Sekarang kita bisa maju secara konstruktif.
Tetapi di saat seperti ini, muncul partai-partai yang menuntut bagian dari kursi kekuasaan. Partai-partai yang selama lima tahun terakhir hanya menyelesaikan sebagian kecil tugas utama mereka, legislasi. Partai-partai yang tak jemu-jemu mencoba memperlemah KPK, tak berbuat banyak bagi kemajuan rakyat. Mereka menuntut jabatan menteri. Ada partai yang menargetkan minimal sekian kursi menteri.
Sungguh miris. Kita jadi ingat ucapan seorang pimpinan parpol lima tahun lalu bahwa presiden adalah petugas partai. Yang memilih presiden itu partai ataukah rakyat?
Presiden rakyat
Rakyat Indonesialah yang dalam suatu proses demokratis serius, memberi tugas memimpin kepada Jokowi. Sebagai pemimpin negara keempat terbesar di dunia Jokowi bertanggung jawab terhadap rakyat Indonesia dan hanya terhadap rakyat Indonesia. Begitu seseorang dipilih jadi presiden, ia berhenti jadi petugas siapa pun, apalagi petugas partai, karena ia menjadi petugas rakyat, petugas seluruh rakyat Indonesia. Dan partai, selayaknya lah jadi abdi kepentingan rakyat.
Parpol boleh menawarkan orang-orang yang dianggap memenuhi syarat. Namun, memilih pembantu-pembatunya adalah hak prerogatif Presiden.
Jokowi pada permulaan masa jabatannya yang kedua berhadapan dengan tugas raksasa. Untuk itu, ia butuh orang-orang terbaik, paling cakap dan kompeten. Jangan kita izinkan partai-partai yang sejak reformasi merupakan titik lemah, bahkan kadang-kadang titik memalukan demokrasi kita, menyabotase presiden kita dengan kepentingan picik mereka.
Presiden telah diberi mandat. Ia harus membuktikan bahwa ia pantas mendapatkannya. Ia harus meyakinkan 140 juta rakyat kita yang masih miskin atau hampir miskin bahwa ia adalah presiden mereka. Bahwa lima tahun mendatang kita semua maju bersama
(Franz Magnis-Suseno ; Rohaniwan dan guru besar purnawaktu Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara)