Dari Ojek Sepeda ke Go-Jek
Margaretha Putri Rosalina ; Litbang Kompas
|
KOMPAS,
17 September 2015
Ojek kini terangkat
popularitasnya setelah adanya kemudahan layanan dengan penggunaan teknologi.
Perselisihan antara ojek pangkalan dan ojek "digital" pun mulai
merebak. Di sisi lain, ojek yang sudah puluhan tahun berkembang di Indonesia
itu juga dianggap ilegal karena tidak sesuai Undang-Undang Lalu Lintas
Angkutan Jalan.
Ojek bukan barang baru
di Indonesia. Ojek pertama kali muncul di Jakarta tahun 1970-an di kawasan
Pelabuhan Tanjung Priok dalam bentuk ojek sepeda. Ojek ini sebagai reaksi
atas larangan terhadap bemo dan becak masuk ke pelabuhan. Keberadaan ojek
sepeda perlahan digantikan ojek sepeda motor yang juga muncul di Ancol sejak
1974. Namun, kehadiran ojek sepeda motor dianggap mengganggu oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Tahun 1979, polisi mulai merazia ojek sepeda motor
karena dinilai makin tak terkendali.
Sampai sekarang, ojek
tak hanya berkembang di Jakarta, tetapi juga ke beberapa kota lainnya.
Jumlahnya belum diketahui pasti, tetapi bisa diduga mencapai puluhan ribu di
seluruh Indonesia. Selain semakin banyak, fungsi layanannya pun mengalami
perkembangan.
Saat pertama kali
muncul di Jakarta, ojek merupakan alat transportasi jarak dekat, misalnya
mengantarkan penumpang di dalam kawasan Tanjung Priok, Ancol, atau Harmoni.
Kemudian ojek berevolusi menjadi moda yang mengantar warga dari depan rumah
sampai ke jalan raya. Di Jabodetabek, ojek banyak digunakan sebagai angkutan
pengumpan bus transjakarta atau kereta komuter.
Seiring dengan
kemacetan lalu lintas di Jakarta, ojek berubah fungsi menjadi seperti
angkutan umum, yang melintasi jalanan Jakarta. Jarak tempuh jasa antar sepeda
motor tersebut sudah puluhan kilometer. Ojek pun menjadi favorit warga
Jakarta untuk menembus kemacetan.
Ojek daring
Pemakaian moda ojek
yang tinggi membuahkan inovasi baru yang menggabungkan teknologi informasi
komunikasi dengan jasa ojek. Tahun 2011 merupakan awal beroperasinya
perusahaan Go-Jek di Jakarta, lalu diikuti dengan munculnya beberapa
perusahaan sejenis, seperti Grabbike, Blujek, Transjek, dan Love-Jek. Go-Jek
tahun ini mulai meluaskan usahanya ke Bandung, Yogyakarta, Bali, dan
Surabaya.
Berbeda dengan ojek
konvensional, calon penumpang yang ingin menggunakan jasa ojek dalam jaringan
(daring) harus melakukan pemesanan melalui aplikasi khusus pada telepon
berbasis Android atau iOS. Penumpang tidak perlu bersusah payah menunggu ojek
di pinggir jalan atau pangkalan ojek. Cukup dengan beberapa sentuhan di layar
telepon pintar, tukang ojek terdekat akan datang menghampiri.
Pemprov DKI memberikan
apresiasi positif terhadap kehadiran inovasi yang dilakukan perusahaan
transportasi ini. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan,
keberadaan ojek dengan sistem yang baik nantinya dapat membantu kehidupan
warga Ibu Kota. Ojek diperlukan untuk menghubungkan penumpang bus dan kereta
dari rumahnya menuju terminal, halte, atau stasiun terdekat.
Go-Jek
Adalah Nadiem Makarim
dan Michaelangelo Moran yang mendirikan PT Go-Jek Indonesia. Idenya adalah
membangun sebuah perusahaan transportasi daring yang menghubungkan pemilik
ojek dengan calon penumpangnya lewat sistem dan aturan tertentu. Gagasan ini
muncul untuk mempertemukan dua kepentingan.
Di satu sisi, banyak
tukang ojek yang biasanya menghabiskan waktu dengan mangkal di satu tempat,
tetapi di sisi lain sering kali calon penumpang kesulitan menemukan ojek saat
dibutuhkan. Calon penumpang sering kali harus berjalan jauh dulu ke pangkalan
ojek atau menunggu lama ojek yang lewat. Dengan sistem Go-Jek, tukang ojek
bisa lebih produktif menghasilkan uang dan calon penumpang dipermudah
mendapatkan alat transportasi yang cepat dan murah.
Awalnya, perusahaan
dengan slogan "An Ojek for Every Need" ini hanya mengandalkan
fasilitas call centre dalam menjalankan bisnisnya. Sistem tersebut tidak
efisien karena setiap ada pesanan, staf di kantor harus menghubungi satu per
satu tukang ojek yang tidak beroperasi. Namun, sejak diluncurkan aplikasi
pemesanan berbasis Android dan iOS akhir tahun lalu, bisnis ini berkembang
pesat dan dikenal oleh masyarakat.
Penumpang cukup
memesan lewat aplikasi dalam ponsel dengan menuliskan lokasi penjemputan dan
tujuan pengantaran. Setelah itu, penumpang akan mengetahui kisaran tarif yang
harus dibayar dan setelah mendapat balasan bisa melacak keberadaan ojek yang
dipesan melalui pesan singkat ataupun telepon langsung.
Pembayaran bisa
dilakukan secara tunai ataupun nontunai, yakni lewat sistem kredit yang bisa
diisi ulang lewat aplikasi. Setelah dipesan, Go-Jek akan datang menghampiri
dalam waktu 2-5 menit. Setelah datang, pengemudi akan memberikan masker dan
penutup rambut secara gratis kepada penumpang yang diikuti oleh helm berlogo
Go-Jek.
Keuntungan lainnya
adalah soal tarif yang jelas. Selama ini, ketidakjelasan tarif ojek
konvensional dikeluhkan pengguna ojek. Ditambah lagi saat promosi, Go-Jek
menerapkan harga yang sangat murah, Rp 10.000 misalnya, asal tidak melebihi
jarak 25 kilometer.
Selain jasa antar
jemput penumpang, Go-Jek juga menerapkan jasa pengiriman barang, pesan antar
makanan, dan berbelanja. Hal ini merupakan terobosan baru dalam jasa
perojekan. Meski sebenarnya, mungkin ojek konvensional telah melakukan jasa
tersebut pada pelanggan setianya, tetapi belum terorganisasi.
Perekrutan
Go-Jek yang menyebut
dirinya sebagai perusahaan peranti lunak itu merekrut calon pengemudi ojek
melalui iklan koran. Calon pengemudi tidak harus mempunyai pengalaman ojek.
Syarat yang harus
dipenuhi sangat mudah, yakni mempunyai sepeda motor, SIM C, dan waktu luang
pada jam-jam kerja. Setelah pendaftaran, manajemen Go-Jek akan memeriksa
latar belakang calon karyawannya dan meminta jaminan, seperti BPKB, kartu
keluarga, akta kelahiran, atau buku nikah.
Setelah diterima
menjadi karyawan, pengemudi akan memberikan telepon pintar yang harus
dibayarnya dengan cara mencicil lewat gaji. Selanjutnya memberikan pelatihan
penggunaan aplikasi Go-Jek, melayani pelanggan, sampai etika mengemudi.
Sepasang helm dan jaket bermerek Go-Jek diberikan gratis, disertai sejumlah
uang dalam bentuk pulsa, kredit Go-Jek dan tunai.
Go-Jek akan
mentransfer uang sebesar Rp 8 juta per bulan kepada pengemudinya yang telah
dipotong sekitar 20 persennya untuk perusahaan. Penghasilan tetap inilah yang
menjadi daya tarik sendiri bagi tukang ojek pangkalan dan juga beberapa warga
yang sebelumnya memiliki penghasilan tidak tetap.
Go-Jek
menyelenggarakan perekrutan pengojek besar-besaran selama empat hari (11-14
Agustus) di Hall Basket Senayan. Setiap hari pendaftar diperkirakan 4.000
orang. Dari hasil perekrutan itu, pihak Go-Jek mengaku sudah memiliki
tambahan sekitar 8.000 tukang ojek.
Hingga awal Juni 2015,
Go-Jek sudah memiliki 15.000 armada sepeda motor di Jakarta, Bali, Bandung,
dan Surabaya. Jumlah itu cukup pesat jika dibandingkan dengan jumlah tahun
2014 yang hanya 1.000 armada. Pengunggah aplikasinya pun sudah mencapai
100.000 orang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar