Kamis, 17 September 2015

Lonceng Kematian Ilmu Pendidikan

Lonceng Kematian Ilmu Pendidikan

Conny R Semiawan  ;  Guru Besar Emeritus pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta;  Guru Besar Luar Biasa pada Program Pascasarjana
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
                                                     KOMPAS, 15 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pada 7 Mei 2015, Universitas Negeri Jakarta mengadakan pertemuan bedah buku karya teman terbaik, Prof HAR Tilaar. Dalam pertemuan tersebut, antara lain, konsep ilmu pendidikan dipersoalkan, khususnya untuk bangsa Indonesia. Persoalan tersebut terefleksikan dalam judul buku.

Berikut analisis penulis.

Sebagai seorang pendidik di Indonesia, perlu diutarakan dan dibuktikan bahwa pernyataan yang tertera dalam judul itu salah. Selain itu, perlu diinformasikan, perkembangan ilmu pendidikan, sebagaimana sudah terjadi sekarang, belum sepenuhnya disadari oleh tokoh-tokoh tertentu.

Tantangan dari teori pendidikan yang modern adalah dipersoalkannya interpretasi dari orientasi intrinsik di perbatasan efek dari modernisasi dalam perkembangan sosial masyarakat. Diperlukan kesadaran baru setelah merefleksikan secara obyektif efek modernisasi terhadap kehidupan serta diperlukan sikap baru terhadap realitas kehidupan ataupun terhadap diri sendiri (Semiawan, C, 2011).

Ilmu pendidikan yang mekar di dunia sekarang adalah neuro-education. Tulisan penulis pernah dimuat di Kompas (17/2/2011) yang berjudul ”Neuro-education, Orientasi Baru dalam Ilmu Pendidikan”. Pendapat penulis bertolak dari premis bahwa manusia memiliki kemampuan tidak terbatas untuk belajar (limitless capacity to learn) sehingga memiliki kemampuan luarbiasa untuk menciptakan hal-hal yang bersifat baru.

Neuro-education didukung oleh berbagai penelitian ilmiah neuroscience (Zimmer, 2011). Tahun 1990, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah mengakui eksistensi ilmu pendidikan sebagai salah satu ilmu dari 11 ilmu di kalangan ilmuwan di Indonesia secara resmi dan nyata.

Saya mengutip gagasan tersebut dari tulisan saya di kesempatan lain yang menjadi sumber dari perkembangan pandangan ini.

Riset ”neuroscience”

Beribu gagasan tentang belahan otak kiri dan belahan otak kanan (hemisplurectomies) telah membuktikan betapa lentur otak kita dalam menghadapi perubahan luar biasa di lingkungan dengan cara menyesuaikan diri. Dalam perkembangan manusia, ini adalah satu di antara banyak kemungkinan janji neuroscience research dalam perkembangan otak manusia pada masa datang.

Dengan menjelajahi ciri-ciri kelenturan otak itu, diharapkan akan ada temuan betapa otak tersebut berkembang dan vice versa memengaruhi efek perkembangan manusia. Apabila perubahan itu terjadi, beberapa kejadian tertentu bisa mengakibatkan trauma.

Para peneliti juga telah mengkaji sensor khusus yang mendeteksi, memantau, menganalisis neuron tunggal yang berinteraksi dengan impuls yang lain untuk berkomunikasi dengan cara-cara elektronik.

Dalam berbagai penelitian otak ini, aspek yang ikut menentukan perkembangan baik ini adalah gizi yang jitu. Ini juga akan memengaruhi aktivitas belajar. Lebih dari itu, penelitian ini juga menunjukkan aktivitas yang baik tidak hanya mengubah fungsi otak, tetapi juga fungi struktur kognitif terkait (Jensen, 2006).

Belajar tidak saja memperkuat hubungan yang sudah ada, tetapi membentuk juga sel-sel baru yang terintegrasi dengan kemampuan yang sudah ada. Kelenturan otak menambah pengertian perkembangan dalam menjelaskan fungsi-fungsinya.

Hasil penelitian neuroscience memiliki implikasi jamak yang tidak saja memengaruhi praktik pendidikan, tetapi juga perkembangan science itu sendiri dan menjadi orientasi baru dalam pedagogi yang kini disebut neuro-education. Sekaligus penelitian ini menunjukkan bahwa otak dengan kelenturannya memiliki dampak luar biasa terhadap kehidupan sehari-hari (Semiawan, C, 2011). Dalam penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa manusia dilahirkan tidak untuk bertahan hidup saja, tetapi juga dilahirkan dengan otak yang berubah, berkembang, dan belajar.

Kebutuhan terhadap pembelajaran ini didesain bukan hanya berdasarkan how to survive dan menyesuaikan diri pada lingkungan, melainkan untuk belajar berpikir sedemikian sehingga mampu menemukan hal-hal yang baru. Ini terkait dengan asumsi bahwa manusia memiliki kemampuan tiada terbatas untuk menemukan hal-hal yang baru.

Semoga pembelajaran yang dapat diberikan kepada anak-anak kita memberikan kemungkinan itu sehingga menggapai kemampuan yang tak terhingga yang muncul dari temuan-temuannya.

Merumuskan konsep

Suatu appeal pada Akademi Ilmu Pengetahuan adalah menyelenggarakan pertemuan antara beberapa tokoh pendidikan senior dan ilmuwan lain yang berminat untuk mendiskusikan masalah dan berbagai pendapat yang bertentangan ini, mencari rumusan yang dapat diterima oleh banyak pihak mengenai hakikat konsep pedagogik untuk bangsa Indonesia.

Pendapat yang lain mengacu pada konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang bersumber dari kehidupan politik dan budaya Indonesia. Namun, pendapat yang disebut di atas menunjuk pada pendidikan internal (inward oriented, intrinsic education) yang juga adalah pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Pendidikan internal bersumber pada kehidupan from within, yang disebut neuro-education, berbeda dari dan bersumber dari perumusan ilmu kehidupan politik pendidikan serta membangun konsep teoretis dari kehidupan yang paling dalam diri seseorang (selfhood) karena mampu menyatukan rasio dan emosi (amygdala).

Ini berarti dampak post-modernism yang adalah wawasan tentang peta kompleksitas pemikiran dan praktik intelektual yang kebenarannya bertolak dari rasio dan pengetahuan melalui pengalaman menuntut kita memahami esensi pendidikan yang adalah pengembangan penalaran tentang apa yang diketahui dan yang belum diketahui.

Perjuangan manusia mencapai equilibrium antara what is, atau sebagaimana adanya, dan what should, yaitu sebagaimana seharusnya terjadi. Juga antara mempertahankan hidup (how to survive) dan berkembang (how to develop) menjelajahi dunia dan mengembangkan kreativitasnya dengan selalu menemukan keterkaitan (connection) antara hal-hal yang signifikan baginya, yaitu manusia atau makhluk lain (umpama: kucing, burung), ataupun profesi, mimpi, atau cita-cita.

Itulah tugas manusia yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kemampuan berpikir ke depan (foresight).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar