Lonceng Kematian Ilmu Pendidikan
Conny R Semiawan ; Guru Besar Emeritus pada Program
Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta;
Guru Besar Luar Biasa pada Program Pascasarjana
Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
|
KOMPAS,
15 September 2015
Pada 7 Mei 2015,
Universitas Negeri Jakarta mengadakan pertemuan bedah buku karya teman
terbaik, Prof HAR Tilaar. Dalam pertemuan tersebut, antara lain, konsep ilmu
pendidikan dipersoalkan, khususnya untuk bangsa Indonesia. Persoalan tersebut
terefleksikan dalam judul buku.
Berikut analisis
penulis.
Sebagai seorang
pendidik di Indonesia, perlu diutarakan dan dibuktikan bahwa pernyataan yang
tertera dalam judul itu salah. Selain itu, perlu diinformasikan, perkembangan
ilmu pendidikan, sebagaimana sudah terjadi sekarang, belum sepenuhnya
disadari oleh tokoh-tokoh tertentu.
Tantangan dari teori
pendidikan yang modern adalah dipersoalkannya interpretasi dari orientasi
intrinsik di perbatasan efek dari modernisasi dalam perkembangan sosial
masyarakat. Diperlukan kesadaran baru setelah merefleksikan secara obyektif
efek modernisasi terhadap kehidupan serta diperlukan sikap baru terhadap
realitas kehidupan ataupun terhadap diri sendiri (Semiawan, C, 2011).
Ilmu pendidikan yang
mekar di dunia sekarang adalah neuro-education. Tulisan penulis pernah dimuat
di Kompas (17/2/2011) yang berjudul ”Neuro-education,
Orientasi Baru dalam Ilmu Pendidikan”. Pendapat penulis bertolak dari
premis bahwa manusia memiliki kemampuan tidak terbatas untuk belajar (limitless capacity to learn) sehingga
memiliki kemampuan luarbiasa untuk menciptakan hal-hal yang bersifat baru.
Neuro-education didukung oleh berbagai penelitian ilmiah neuroscience (Zimmer, 2011). Tahun
1990, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan telah mengakui eksistensi ilmu pendidikan sebagai salah satu ilmu
dari 11 ilmu di kalangan ilmuwan di Indonesia secara resmi dan nyata.
Saya mengutip gagasan
tersebut dari tulisan saya di kesempatan lain yang menjadi sumber dari
perkembangan pandangan ini.
Riset ”neuroscience”
Beribu gagasan tentang
belahan otak kiri dan belahan otak kanan (hemisplurectomies)
telah membuktikan betapa lentur otak kita dalam menghadapi perubahan luar
biasa di lingkungan dengan cara menyesuaikan diri. Dalam perkembangan
manusia, ini adalah satu di antara banyak kemungkinan janji neuroscience research dalam
perkembangan otak manusia pada masa datang.
Dengan menjelajahi
ciri-ciri kelenturan otak itu, diharapkan akan ada temuan betapa otak
tersebut berkembang dan vice versa
memengaruhi efek perkembangan manusia. Apabila perubahan itu terjadi,
beberapa kejadian tertentu bisa mengakibatkan trauma.
Para peneliti juga
telah mengkaji sensor khusus yang mendeteksi, memantau, menganalisis neuron
tunggal yang berinteraksi dengan impuls yang lain untuk berkomunikasi dengan
cara-cara elektronik.
Dalam berbagai
penelitian otak ini, aspek yang ikut menentukan perkembangan baik ini adalah
gizi yang jitu. Ini juga akan memengaruhi aktivitas belajar. Lebih dari itu,
penelitian ini juga menunjukkan aktivitas yang baik tidak hanya mengubah
fungsi otak, tetapi juga fungi struktur kognitif terkait (Jensen, 2006).
Belajar tidak saja
memperkuat hubungan yang sudah ada, tetapi membentuk juga sel-sel baru yang
terintegrasi dengan kemampuan yang sudah ada. Kelenturan otak menambah
pengertian perkembangan dalam menjelaskan fungsi-fungsinya.
Hasil penelitian neuroscience memiliki implikasi jamak
yang tidak saja memengaruhi praktik pendidikan, tetapi juga perkembangan science itu sendiri dan menjadi
orientasi baru dalam pedagogi yang kini disebut neuro-education. Sekaligus penelitian ini menunjukkan bahwa otak
dengan kelenturannya memiliki dampak luar biasa terhadap kehidupan
sehari-hari (Semiawan, C, 2011). Dalam penelitian tersebut juga disimpulkan
bahwa manusia dilahirkan tidak untuk bertahan hidup saja, tetapi juga
dilahirkan dengan otak yang berubah, berkembang, dan belajar.
Kebutuhan terhadap
pembelajaran ini didesain bukan hanya berdasarkan how to survive dan menyesuaikan diri pada lingkungan, melainkan
untuk belajar berpikir sedemikian sehingga mampu menemukan hal-hal yang baru.
Ini terkait dengan asumsi bahwa manusia memiliki kemampuan tiada terbatas
untuk menemukan hal-hal yang baru.
Semoga pembelajaran
yang dapat diberikan kepada anak-anak kita memberikan kemungkinan itu
sehingga menggapai kemampuan yang tak terhingga yang muncul dari
temuan-temuannya.
Merumuskan konsep
Suatu appeal pada Akademi Ilmu Pengetahuan
adalah menyelenggarakan pertemuan antara beberapa tokoh pendidikan senior dan
ilmuwan lain yang berminat untuk mendiskusikan masalah dan berbagai pendapat
yang bertentangan ini, mencari rumusan yang dapat diterima oleh banyak pihak
mengenai hakikat konsep pedagogik untuk bangsa Indonesia.
Pendapat yang lain
mengacu pada konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara yang bersumber dari
kehidupan politik dan budaya Indonesia. Namun, pendapat yang disebut di atas
menunjuk pada pendidikan internal (inward
oriented, intrinsic education) yang juga adalah pemikiran Ki Hajar
Dewantara.
Pendidikan internal
bersumber pada kehidupan from within,
yang disebut neuro-education,
berbeda dari dan bersumber dari perumusan ilmu kehidupan politik pendidikan
serta membangun konsep teoretis dari kehidupan yang paling dalam diri
seseorang (selfhood) karena mampu
menyatukan rasio dan emosi (amygdala).
Ini berarti dampak
post-modernism yang adalah wawasan tentang peta kompleksitas pemikiran dan
praktik intelektual yang kebenarannya bertolak dari rasio dan pengetahuan
melalui pengalaman menuntut kita memahami esensi pendidikan yang adalah
pengembangan penalaran tentang apa yang diketahui dan yang belum diketahui.
Perjuangan manusia
mencapai equilibrium antara what is,
atau sebagaimana adanya, dan what
should, yaitu sebagaimana seharusnya terjadi. Juga antara mempertahankan
hidup (how to survive) dan
berkembang (how to develop)
menjelajahi dunia dan mengembangkan kreativitasnya dengan selalu menemukan
keterkaitan (connection) antara
hal-hal yang signifikan baginya, yaitu manusia atau makhluk lain (umpama:
kucing, burung), ataupun profesi, mimpi, atau cita-cita.
Itulah tugas manusia
yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kemampuan berpikir ke depan (foresight). ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar