Sabtu, 19 September 2015

Terima Kasih, Pak Ali Wardhana...

Terima Kasih, Pak Ali Wardhana...

Mari Pangestu  ;  Mantan Menteri Perdagangan;
Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
                                                     KOMPAS, 18 September 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pada 14 September 2015, Indonesia kehilangan salah satu putra terbaik.  Profesor Dr Ali Wardhana sudah berpulang ke tempat peristirahatannya yang terakhir.  Pada 6 Mei lalu, beliau merayakan ulang tahun ke-87.  Pada 7 Juni, sebagai bagian dari perayaan ulang tahun beliau dan menghormati kontribusi beliau, buku A Tribute to Ali Wardhana- Indonesia's Longest Serving Finance Minister: From His Writings and His Colleagues (Penerbit Buku Kompas) diluncurkan.

Saya dan semua yang terlibat merasa sangat bersyukur bahwa kami dapat menyelesaikan buku tersebut saat beliau masih ada.  Banyak dari kolega, mantan staf dan murid, serta teman-temannya yang hadir saat itu, termasuk salah satu murid kebanggaan beliau, Sri Mulyani.

Sosok yang cepat belajar

Selama satu tahun mempersiapkan buku tersebut, kami lebih memahami kontribusi beliau yang sangat luar biasa dan personanya. Walaupun tidak dalam keadaan sehat, ia masih bisa bergurau dan bercerita tentang hal-hal yang unik.  Seperti saat Presiden Soeharto memanggil beliau untuk menjadi Menteri Keuangan, beliau menolak karena merasa masih "ingusan".  Namun, di luar dugaan, jawaban Pak Harto adalah bahwa ia (Presiden Soeharto) juga tidak ingin jadi presiden. "Maka, marilah kita bersama-sama belajar. Saya menjadi presiden dan Saudara Ali menjadi Menteri Keuangan."

Cerita lain adalah bahwa beliau lulus sebagai doktorandus (Drs) dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) dengan hasil "lulus tetapi dengan meragukan". Mengapa? Sebab, pada waktu itu, selain Profesor Sumitro, penguji yang lain adalah orang Belanda dan ujian dalam bahasa Belanda!

Tentu Pak Ali bukan saja cepat belajar sebagai Menteri Keuangan yang tugas pertamanya adalah menurunkan inflasi dari di atas 600 persen ke tingkat yang lebih normal dan menyerdahanakan serta mengelola sistem kurs dan devisa. Beliau juga tercatat menjadi Menteri Keuangan (1968-1983) yang paling lama dalam sejarah Indonesia: 15 tahun! Beliau juga dipercaya sebagai Menteri Koordinator Ekonomi, Industri, dan Pengawasan Pembangunan (1983-1988).  Hasil yang tidak lagi "meragukan".

Beliau menjadi menteri pada saat-saat penting dalam sejarah pembangunan ekonomi Indonesia, yang diawali dengan stabilisasi ekonomi serta membangun kepercayaan dunia luar dan donor terhadap Indonesia di awal Orde Baru.  Dasar-dasar kebijakan makroekonomi Indonesia, seperti prinsip dasar disiplin fiskal, anggaran yang berimbang, dan self assessment pajak, adalah produk saat beliau menjabat.  Beliau juga sangat berperan dalam menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang pertama dan setelah itu.

Pak Ali mengalami tahun-tahun boom minyak Indonesia sehingga boom dari penghasilan minyak dapat dikelola untuk pembangunan ekonomi, seperti infrastruktur, program Keluarga Berencana, serta sarana dan prasarana pendukung pertanian. Tentu saat harga minyak turun pada pertengahan 1980-an, Pak Ali yang mengelola  devaluasi dan deregulasi yang perlu dilakukan agar Indonesia dapat diversifikasi dominasi minyak dari hasil ekspor dan pendapatan negara.  Keberanian beliau melakukan beberapa gebrakan menjadi pembahasan sampai sekarang, seperti menggantikan peran Bea Cukai dengan perusahaan Swiss, SGS, agar ekspor dan impor dapat segera berjalan lancar sementara dilakukan pembenahan di Bea Cukai.

Dari proses pembuatan buku ini (A Tribute to Ali Wardhana) ada beberapa hal yang saya tidak ketahui sebelumnya yang membuat saya mempunyai apresiasi lebih besar mengenai peran dan kontribusi beliau bagi bangsa Indonesia.

Pertama, Pak Ali melakukan perannya sebagai menteri bukan saja saat-saat penting di pembangunan Indonesia, melainkan juga pada saat perekonomian dunia dan lembaga keuangan internasional sedang mengalami berbagai perubahan yang mendasar.   Misalnya berakhirnya konversi (convertibility) dollar AS dengan emas atau berakhirnya sistem Bretton Woods, dan bahwa dollar AS menjadi mata uang cadangan devisa (reserve currency).   Dalam proses transisi ini, mata uang negara maju mengalami fluktuasi dan volatilitas yang mengganggu keadaan negara sedang berkembang. 

Dalam pidato-pidato beliau juga ada tema yang berulang kali muncul mengenai peran lembaga internasional dan negara maju untuk mendukung pembangunan perekonomian negara sedang berkembang. Mulai dari soal tambahan dana bantuan sampai ke pentingnya perhatian dari lembaga internasional mengenai makna  pertumbuhan dengan pemerataan dan pemerataan dengan pertumbuhan.

Kedua, sewaktu menjabat sebagai Menteri Keuangan, Pak Ali juga pada saat bersamaan menjadi Dekan FEUI dan sebagai pejabat dekan terlama dalam sejarah FEUI.  Dalam hal ini, dan juga sebagai menteri, Pak Ali menaruh perhatian besar secara konsisten dan dalam kurun waktu yang cukup lama untuk membangun sumber daya manusia, baik melalui pendidikan, pelatihan, maupun pengalaman.

Pak Ali punya keyakinan bahwa hanya dengan cara demikian orang Indonesia dapat memiliki kapasitas untuk melakukan analisis, menyusun kebijakan yang tepat, dan melakukan implementasi kebijakan serta pembangunan kelembagaan yang baik.   Beliau juga mempunyai keyakinan bahwa pendekatan mengenai kebijakan harus dilakukan secara multidisiplin. Maka, dalam melakukan rekrutmen, beliau mengambil lulusan dari berbagai bidang, termasuk dari ITB, seperti Pak Bambang Subianto (yang kemudian juga sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan).

Ketiga, Pak Ali percaya pentingnya analisis dan data sebagai dasar pengambil keputusan dan kebijakan ("evidence based policy making").  Beliau banyak menggunakan konsultan asing, tetapi menurut pengakuan beberapa pihak yang menulis dalam buku ini dan dari hasil wawancara dengan mereka, Pak Ali bertanya untuk hal yang sama kepada lebih dari satu lembaga atau konsultan.  Setelah mendapat berbagai alternatif dan mempelajarinya, baru Pak Ali dan timnya mengambil keputusan.

Berani, tegas, dan peduli

Pada akhirnya Pak Ali adalah manusia biasa yang selain canda gurau dan cerutunya yang khas, juga adalah seorang guru, seorang ayah, dan seorang suami. Beliau adalah seorang pemimpin sejati, yang mempunyai keberanian dan ketegasan, tetapi selalu peduli dan mendorong generasi muda.

Akhir kata, dari semua kesan dan testimoni mengenai Pak Ali, yang muncul adalah seorang yang telah memberi segala-galanya demi pembangunan dan keberhasilan perekonomian Indonesia.  Beliau adalah "founding member" dan "true believer" dari pembangunan ekonomi Jakarta School of Economics, dan telah menjalankannya dengan sepenuh hati. 

Seperti judul tulisan testimoni Pak Emil Salim dalam buku yang disebut di atas, Pak Ali telah menyumbang "untuk Tuhan dan Tanah Air".  Sulit bagi kami membayangkan Indonesia menjadi negara seperti apa jika tidak ada kontribusi dari orang-orang seperti Pak Ali Wardhana. Terima kasih Pak Ali dan rest in peace.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar