Rabu, 14 Mei 2014

Upaya PKS Merayu Demokrat

Upaya PKS Merayu Demokrat

Ferry Ferdiansyah  ;   Alumni Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta
Program Studi Magister Komunikasi
OKEZONENEWS,  13 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring yang juga politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tiba-tiba berpantun soal koalisi di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat. "Semangka muda dicicip kelinci, Semoga kita berkoalisi lagi," kata Tifatul saat dia menutup sambutan dalam acara peluncuran Rajawali Televisi (RTV) di Jakarta Convention Center, Sabtu (3/5/2014).

Penyampaian pantun  yang disambut tawaan lepas presiden ini tentu berbau politis dan harapan PKS dapat bersama kembali dengan Demokrat. Seperti penulis ketahui Hasil quick count pemilu legislatif 9 April menempatkan PKS mendapat angka 6,9 persen. Prestasi ini tentu mengharuskan PKS berkoalisi dengan partai lain.
   
Wajar PKS berupaya dipinang kembali Demokrat, hal terkait keberadaan Demokrat sebagai pemegang kendali atas peta koalisi partai, sekaligus menempatkan partai berlambang mercy ini memiliki posisi staregi.  Dengan alasan bandul politik berada di tangan SBY, membuat PKS berkeinginan bersatu kembali. Namun, dibalik itu semua patut digaris bawahi, selama pemerintahan SBY berlangsung, PKS memang bagian dari pemerintahan, namun jika diperhatikan meski dibarisan koalisi sepak terjang PKS ternyata selalu bersebrangan dengan apa yang telah ditentukan bersama.
   
PKS lebih sering pada pendiriannya, telihat dari salah satu contoh sikapnya yang melakukan penolakan terhadap kenaikan BBM beberapa waktu lalu. Bukan hanya sebatas teriakan menolak, partai ini pun secara terang-terangan mensosialisasikan penolakan melalui beragam media, lewat spanduk yang bertebaran di mana-mana hingga lewat teriakan politikusnya di DPR melalui televisi. Sangat jelas upaya politik pencitraan  PKS yang makin vulgar ini telah menodai hak-hak rakyat. Pertentangan sikap yang dilakukan PKS ini sangat jelas bukan sebatas BBM semata, sikap PKS pada saat pemilihan ketua KPK pun, memiliki pandangan tersendiri. Dalam kasus Century pun PKS justru menyerang balik pemerintah.
   
Perbedaan sikap yang dilakukan PKS dalam mengusulkan hak angket pajak yang akhirnya dibatalkan pada rapat paripurna di DPR RI sangat jelas memperlihatkan bagaimana keberadaan partai tersebut dibarisan koalisi. Perbedaan sikap yang ditunjukan PKS selama ini terhadap pemerintah, merupakan bentuk perlawanan terhadap komitmen koalisi yang sudah disepakati bersama. Meski PKS merupakan partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah, namun sikap yang ditunjukan justru berseberangan, naif dan cendrung berstandar ganda. Pilihan ini menunjukan partai dakwah, telah melakukan akrobat untuk mengembalikan citra partai akibat ditinggalkan oleh kelompok swing voters dan para simpatisannya teriring berbagai permasalahan yang menyelimuti partai ini.
   
Sangat jelas, dalam kesepakatan yang telah ditandatangani bersama sebelum bergabung dalam koalisi,  tertera pada nomor urut 1, ditegaskan semua koalisi wajib sejalan dan tulus dalam berkoalisi. Nomor dua mengatur keputusan Presiden menyangkut kebijakan politik strategis dan penting wajib didukung dan diimplementasikan di pemerintahan maupun di DPR.
   
Bukan sebatas berseberangan, partai ini berulang kali mengatakan siap dikeluarkan dari koalisi, namun hingga dipenghujung berakhirnya kabinet SBY, PKS tetap bertahan dilingkaran pemerintahan. Seyogyanya, sebagai partai pendukung pemerintah, partai di bawah kepemimpinan Annis mata mampu menggiring opini publik memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait kebijakan pemerintah yang dikeluarkan, serta memberikan dukungan, bukan sebaliknya, menyerang balik dan mengklaim partainya sebagai partai yang peduli terhadap penderitaan rakyat.
   
Realitas ini sekaligus menunjukan PKS terkesan bermuka dua, efeknya bukan sekadar menyudutkan pemerintah tetapi telah mencerdai kesepakatan koalisi, serta telah memberikan pendidikan politik yang tak bagus bagi masyarakat.
   
Penilaian penulis, selama ini kebijakan politik PKS terlalu berani bermanuver dan tak jelas pendiriannya melakukan penolakan dan tidak sejalah dengan pemerintah menunjukan partai ini lebih mengutamakan pencitraan partainya dalam menarik simpatik dibandingkan harus mematuhi kesepakatan koalisi. Partai ini terkesan hanya mencari kepentingan partai semata dengan melakukan pencitraan disetiap kebijakan pemerintah, tanpa memperdulikan kesepakatan yang ada di dalam koalisi itu sendiri.
    
Sangat wajar pada akhrinya partai yang didirikan 20 Juli 1998, sempat mendapatkan kritikan keras yang dilontarkan oleh sesepuh partainya sendiri. Mashadi mengeritik gaya hidup elit PKS yang cendrung munafik, menurutnya, banyak elit PKS tiba-tiba gaya hidupnya berubah sesudah jadi anggota DPR atau menteri, atau jabatan-jabatan lainnya.
   
Sikap kebencian PKS terhadap pemerintah, terlihat diberbagai kebijakan  partai ini tak pernah sejalan dan cendrung menunjukan ketidaksukaanya terhadap kinerja pemerintah. Sudah bukan rahasia lagi, publik sudah dapat mengetahui selama ini langkah politis yang diambil PKS, bukan sepenuh hati, hanya untuk menarik simpatik belaka. Terkadang sikap antara petinggi PKS saling berlawanan satu dengan yang lainnya.   
   
PKS selalu mengklaim sebagai partai yang bersih dan peduli rakyat kecil, faktanya partai ini tidak pernah konsisten. Sikap mencari kepentingan pun terlihat dari pujian dan harapan bergabung dengan partai lain. Tentu sikap yang ditunjukan Wasekjen PKS Fahri Hamzah berbeda dengan pujian Tifatul. Fahri berulang kali berkicau memuji-muji Prabowo. Bahkan dirinya dengan tegas mengajak masyarakat mengamati Prabowo dan membandingkannya dengan capres lain. Dia mengingatkan agar yang tak setuju dengan ajakannya ini tak sakit hati. Rayuan lewat pantun yang disampaikan Tifatul menunjukan PKS benci tapi rindu untuk berkoalisi kembali dengan Partai Demokrat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar