Jumat, 09 Mei 2014

Thailand Belum Akan Restart

Thailand Belum Akan Restart

Husnun N Djuraid  ;   Jurnalis, Dosen UMM
JAWA POS,  09 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
SAYA bisa membayangkan betapa gembiranya Suthiporn Chirapanda setelah mendengar keputusan Mahkamah Konstitusi Thailand yang melengserkan Yingluck Shinawatra dari kursi perdana menteri. Selama setengah tahun lebih ini Suthiporn bersama ribuan warga Bangkok menggelar demo tanpa henti untuk menuntut Yingluck turun dari jabatan. Ketika orang yang mereka demo berbulan-bulan itu harus turun, tentu mereka sangat senang karena sang ''common enemy'' warga Bangkok sudah tidak lagi menjadi perdana menteri.

Saya bertemu dengan Suthiporn pada 2 Februari 2014, saat pemerintah menyelenggarakan pemilu untuk mengatasi krisis pemerintahan di negeri tersebut. Seperti dugaan sebelumnya, pemilu tersebut kembali dimenangkan Yingluck dengan partainya. Itulah sebabnya sebagian besar masyarakat Bangkok memboikot pemilu dan memilih tetap menggelar demo secara maraton di pusat kota. Ketika sebagian besar masyarakat Thailand ke TPS, warga Bangkok justru tetap asyik dengan aktivitas demonya.

Hari Ahad itu Suthiporn bersama kelompoknya aktif ikut demo berbaur dengan ribuan pendemo yang lain dengan membawa pamflet bertulisan yang sangar: Stop Thaksin Eating Thailand, Thaksin is Father of Corruption. Meskipun sangat keras, menuntut perdana menteri mundur, demo tersebut berlangsung aman dan sangat bersahabat. Tidak sedikit wisatawan yang memanfaatkan itu sebagai atraksi wisata. Meskipun demo itu berlangsung sangat lama, wisatawan yang datang di Thailand tidak terpengaruh. Apalagi, ada atraksi tambahan serta demo damai dan bersahabat di Bangkok.

Selain membawa pamflet yang berisi hujatan kepada Thaksin dan keluarga, kelompok itu membagikan makanan dan minuman kepada pendemo lain yang menutup Racha Damneon Road. Lokasi tersebut tidak jauh dari toko eksklusif Isetan dan Platinum Plaza, mal khusus fashion di Bangkok.

Kelompok penentang pemerintah itu menamakan diri kelompok Kaus Kuning, yang menggelar demo di lokasi strategis dengan menutup jalan di pusat bisnis Bangkok. Kelompok tersebut mengusung slogan Shutdown Bangkok, Restart Thailand dengan tujuan melumpuhkan Bangkok, kemudian berlanjut ke seluruh negeri.

Setidaknya ada empat lokasi strategis yang dikuasai kelompok Kaus Kuning. Salah satunya, samping Mabongkrong (MBK) Center, mal terbesar di Bangkok. Itu tempat berbelanja yang sangat besar, yang banyak dikunjungi warga Indonesia. Itulah sebabnya banyak yang memelesetkan MBK sebagai Mal Bung Karno. Tidak jauh dari mal itu terdapat Universitas Chulalungkorn, universitas tertua di Thailand. Meskipun para pengunjuk rasa beraksi sepanjang hari dengan menutup jalan, aktivitas masyarakat tetap berjalan seperti biasa. Mal tetap ramai pengunjung. Begitu juga halnya dengan Museum Madame yang berada di lantai 6 Siam Discovery, tidak jauh dari MBK Center.

Rupanya, masyarakat Bangkok sudah akrab dengan aksi demo sehingga mereka tidak merasa terganggu. Bahkan, mereka merasa terhibur karena di semua lokasi demo terdapat panggung untuk orasi, musik, tari, dan kesenian tradisional. Lokasinya tidak seperti demo di Indonesia, tapi berubah menjadi pasar tiban. Sebab, di dalamnya disediakan berbagai kebutuhan; ada yang jual kaus, makanan, minuman, toilet, dan pos kesehatan. Para relawan membagikan makanan dan minuman secara gratis kepada pengunjung. Di beberapa lokasi ditempatkan ''kotak amal'' untuk menampung donasi dari pengunjung. Setidaknya terkumpul 5 juta baht atau sekitar Rp 190 juta setiap hari, cukup untuk membiayai demo yang melibatkan ribuan orang.

Selain uang, masyarakat menyumbangkan makanan untuk para pendemo. Seperti yang dilakukan Suthiporn dan kelompoknya dengan membagikan makanan dan minuman kepada masyarakat yang melintas. Saya sempat mengobrol dengan dia soal demo yang dia ikut dengan bersemangat. Pembicaraan bertambah akrab karena Suthiporn pernah menjadi konsultan pertanian yang bertugas di Sulawesi Selatan dan Jogjakarta pada era Orde Baru.

Meskipun usianya lebih dari 60 tahun, dia masih tetap energik, terutama kalau bicara untuk menggulingkan Yingluck. Rakyat Thailand sudah tidak ingin lagi keluarga Thaksin memimpin negerinya karena sarat dengan penyelewengan dan korupsi. Alasan itu pula yang digunakan Mahkamah Konstitusi Thailand menghentikan Yingluck dari kursi perdana menteri. Dia memecat para pejabat yang dianggap tidak loyal dan menentang kebijakannya, kemudian mengangkat orang dekat perdana menteri.

Keputusan itu merupakan kemenangan kelompok Kaus Kuning meskipun melalui cara yang lain. Padahal, kelompok tersebut menuntut adik kandung Thaksin Shinawatra itu turun dari jabatannya dan mereka mengambil alih pemerintahan. Saat ini kelompok Kaus Kuning boleh bergembira karena sudah berhasil menumbangkan musuh mereka. Tetapi, itu bersifat hanya sementara karena masih ada jalan bagi mantan perdana menteri tersebut kembali ke tampuk kekuasaan. Meskipun dilengserkan dari jabatannya, Yingluck tidak gusar karena dia masih menempatkan banyak kolega di pemerintahan. Apalagi, 20 Juli mendatang diadakan pemilu, yang tentu saja akan diikuti Yingluck dan partainya.

Berdasar hasil pemilu 2 Februari lalu, Partai Puea Thai pimpinan Yingluck berhasil meraih suara terbanyak meskipun pemilu tersebut dibatalkan oleh mahkamah konstitusi. Kelompok Kaus Kuning boleh merayakan kemenangan (untuk sementara) karena berhasil menurunkan musuh mereka. Tapi, lawan mereka kelompok Kaus Merah, pendukung Yingluck, tidak akan tinggal diam. Krisis politik Thailand, tampaknya, belum bisa selesai dalam waktu dekat. Keinginan kelompok penentang yang melakukan Shutdown Bangkok Restart Thailand masih menemukan banyak hambatan. Yingluck masih terlalu kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar