Restorasi
Bangsa dalam Semangat Trisakti
Ansel
Alaman ; Guru Kader Pancasila dan Pilar Bangsa DPP PDIP
|
MEDIA
INDONESIA, 06 Mei 2014
|
BUNG
Karno dalam nota pembelaannya di depan pengadilan penjajah Belanda 1930 di
Bandung menyatakan, “Selama rakyat
belum mencapai kekuasaan politik atas negeri sendiri, sebagian atau semua
syarat hidupnya, baik ekonomi, sosial, maupun politik, diperuntukkan bagi
kepentingan yang bukan kepentingannya, bahkan bertentangan dengan
kepentingannya,” (Indonesia
Menggugat, edisi baru, 2010). Ungkapan Bung Karno 85 tahun lalu itu
tampak sejalan dengan semangat restorasi menuju Indonesia baru di bawah
semangat Trisakti, sebagai obsesi PDI Perjuangan dan Partai NasDem.
Keduanya
(dan rekan koalisi lainnya) sepakat memperjuangkan restorasi menuju Indonesia
hebat, di bawah semangat Trisakti Bung Karno. Restorasi adalah ‘mengembalikan dan memulihkan bangsa
kepada keadaan semula atau pemugaran semangat kebangsaan'. Gerakan dan
upaya mengembalikan semangat kebangsaan itu melalui 3 (tiga) jalan
sebagaimana diajarkan Bung Karno, yakni tegakkan kedaulatan di bidang
politik/ideologi; bangun kemandirian di bidang ekonomi; dan kepribadian dalam
kebudayaan. Ketiga dasar itu menjadi fondasi `pembangunan semesta berencana'
Indonesia ke depan. Persoalannya, mengapa dikembalikan?
Patologi sosial
Karena
kita tengah `mengidap' perusakan sosial, atau apa yang disebut Kartini
Kartono sebagai `patologi sosial' (Kartini,
2011). Patologi sosial dalam kaitan beragama antara lain rendahnya
toleransi beragama. Padahal, Bung Karno pada 1 Juni 1945 tegas menyatakan, “Segenap rakyat Indonesia hendaknya
bertuhan secara berkebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama,” (bdk Cindy Adams, Bung Karno Penyambung
Lidah Rakyat Indonesia, edisi revisi, 2011). Contohnya kasus Ahmadiyah,
kelompok Syiah di Sampang, Madura; penutupan gereja Yasmin Bogor; Filadelfi a
Bekasi; Gereja Katolik di Ciledug, Banten; dan lain-lain.
Dalam
menegakkan nilai kemanusiaan, kita masih berkutat dengan kekerasan seperti
perkelahian antarsuku/komunitas, kekerasan seksual, serta aneka pembunuhan,
bahkan mutilasi. Kerusakan yang kasatmata berkaitan dengan keadilan ialah
skandal-skandal korupsi mulai dari pemimpin negara (eksekutif, legislatif,
ataupun yudikatif ) sampai rakyat di kampung-kampung.
Dari 524
kepala daerah seIndonesia, dalam beberapa tahun terakhir lebih dari 380 di
antaranya menjadi tersangka ataupun dipenjara. Tak kurang meresahkan pula
korupsi jalanan seperti jasa parkir ilegal atau korupsi di jembatan timbang.
Sementara itu jumlah penduduk miskin masih sekitar 40 juta orang. Kerusakan
lingkungan oleh aktivitas penambangan (legal dan liar), pembabatan hutan dan illegal logging, pencurian pasir dan
ikan (illegal fishing), maraknya trafficking (perdagangan manusia,
yakni perempuan dan anak), dan penyelundupan tenaga kerja.
Di
bidang politik, money politics
menegaskan bahwa bangsa ini sudah terjebak pragmatisme dan jual-beli harga
diri dengan uang atau barang berharga.
Jika
gagal dalam pemilu/pemilu kada, kekisruhan menjadi pilihan jalan keluar.
Lihat saja pelanggaran masif dalam Pemilu Legislatif 2014 dengan modus
penggelembungan suara, mencuri suara caleg partai lain atau internal partai.
Persoalannya, bagaimana mengembalikan kondisi patologi itu?
Restorasi 3K
Kita
memilih restorasi 3K (Kedaulatan, Kemandirian, dan Kepribadian). PDI
Perjuangan, NasDem, dan rekan koalisi lain yakin bahwa tugas utama kita ialah
menjaga kedaulatan sebagai bangsa berideologi Pancasila. Kedaulatan ideologi/
politik sebagai negara-bangsa yang menjalin kerja sama dan persahabatan
dengan semua bangsa di dunia, saling menghargai eksistensi dan kebebasan
diplomatik, tidak diatur/didikte apalagi dijajah bangsa lain dalam bentuk apa
pun.
Kedaulatan
bangsa terwujud juga di bidang ekonomi. Pemerintahan Jokowi jika terpilih
akan berupaya menjamin agar impor beras hanya dilakukan kalau terpaksa untuk bufferstock, jika perlu dihentikan.
Begitu pula impor barang mewah, otomotif, film, sampai buahbuahan. Kita harus
mengkaji dan menegosiasi ulang dampak ratifikasi WTO bagi free trading, AFTA,
atau dengan Tiongkok (ACFTA), agar harga diri kita tidak terus digadai,
dijual demi devisa dengan dalih Indonesia pasar potensial yang menggairahkan.
Restorasi
kemandirian terutama diarahkan untuk menciptakan kesejahteraan yang adil dan
merata bagi seluruh rakyat sesuai amanat konstitusi untuk `melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum....' Dalam konteks pengelolaan alam Indo nesia yang kaya sesuai Pasal 33
ayat 1, 2, dan 3, ketentuan itu meletakkan koperasi (usaha bersama) sebagai
bentuk pengelolaan ekonomi kerakyatan.
Dengan
prinsip kooperasi juga cabang produksi penting bidang ekonomi semisal minyak
dan gas.
Begitu
juga cabang-cabang produksi seperti minyak dan gas, baik pertambangan minyak
Blok Cepu, Mahakam, Pembangkit Listrik Paiton I dan II, dan lainnya, bahkan
sumbersumber energi terbarukan seperti air terjun, angin, panas surya, dan
tenaga panas bumi. Semua dinasionalisasi demi manfaat sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan rakyat.
Adapun
kepribadian menyangkut tata nilai, karakter/jati diri, ekspresi, dan
pelembagaan budaya serta sifat-sifat yang menjadi identitas diri. Kepribadian
Indonesia memiliki identitas jelas sepanjang berakar pada nilai-nilai
Pancasila.
Bung
Karno pernah menyatakan bahwa dalam kebudayaan, kita wajib memiliki nation and character building. Namun
tata nilai, puncak-puncak kebudayaan lokal, tata krama, tata busana, bahasa,
dan sendratari (seni drama dan tari) sebagai kebudayaan hanya sekadar
kebanggaan kalau tidak berdaya membentuk (formation)
jati diri. Ini berakibat fatal seperti pencurian hak paten kesenian reog
ponorogo, atau angklung oleh Malaysia. Untuk itu, penting memiliki integritas
diri.
Integritas
seperti disebutkan William J Byron (Byron,
The Power of Principles, 2006) merupakan `keutuhan, kemampatan watak,
kejujuran, keandalan, dan tanggung jawab.' Kepribadian dalam kebudayaan
Indonesia adalah sikap menghargai dan menerima perbedaan sesuai Bhinneka
Tunggal Ika, sistem sosial bangsa kita.
Dengan
demikian, restorasi 3K meliputi semua aspek. Arah restorasi dipadu dengan
visimisi presiden terpilih dirumuskan menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yang kemudian
diimplementasikan dalam pokok-pokok program pembangunan semesta berencana.
Pembangunan semesta berencana dilaksanakan bertahap, yang tiap tahapan
berlangsung 5 (lima) tahun sebagai pembangunan semesta berencana jangka
menengah, sedangkan pembangunan semesta berencana jangka panjang selama 25-30
tahun.
Semua
itu bekerja di bawah rezim Gotong
Royong yang telah menjadi obsesi capres Jokowi. Bagi Bung Karno, Gotong Royong dilakukan justru untuk
merespons kemajemukan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar