Rabu, 07 Mei 2014

Akuisisi BTN untuk Pemerintah atau Perbankan?

Akuisisi BTN untuk Pemerintah atau Perbankan?

Dody Agoeng S  ;   Praktisi Perbankan, Aktivis Komunikasi Massa
MEDIA INDONESIA,  06 Mei 2014

Baca juga artikel DAS dengan Topik yang sama di KORAN SINDO 02 Mei 2014
                                                                                                                       
                                                                                         
                                                      
RENCANA pemerintah untuk melakukan konsolidasi perbankan dalam rangka MEA menuai kritik. Memang benar, dalam rangka MEA Indonesia harus mempunyai struktur perbankan yang kuat. Oleh karena itu, perbankan harus melakukan konsolidasi. Opsi itu dilakukan agar bank dalam negeri siap bersaing dengan bank asing yang bebas masuk ke Indonesia saat MEA berlangsung pada 2015. Bank perlu melakukan merger atau akuisisi untuk mempercepat proses konsolidasi.

Jika perlu `dipaksa' untuk segera melakukan konsolidasi tersebut. Termasuk dalam hal ini memaksa akuisisi PT Bank Tabungan Negara/BTN (Persero) ke Bank Mandiri. Langkah yang diambil pemerintah memang baik dan patut didukung. Tujuannya memang baik, walaupun dari sisi timing sebetulnya sudah ketinggalan. Bank-bank tanpa diminta sebetulnya juga sudah melakukan bagaimana memperkuat mereka agar dapat bersaing. Tidak menjawab memang ketika akhirnya tujuan yang diminta ialah menjadi bank dengan skala besar dari ukuran aset misalnya yang dapat bersanding dengan bank-bank terbesar di ASEAN. Ukurannya jelas, yakni bank besar berskala internasional.

Pemerintah lupa bahwa proses konsolidasi itu sebetulnya tidak mudah. Apalagi untuk karakter bisnis yang berbeda, sudah pasti butuh waktu lama. Akan tetapi, karena waktu, Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta proses itu harus terealisasi sebelum 2015.

Hanya saja sangat disayangkan ketika pemerintah mengambil jalan pintas melepaskan haknya di BTN untuk diserahkan ke Mandiri. Surat Kementerian BUMN yang meminta manajemen BTN menambahkan agenda persetujuan pergantian pemegang saham perseroan dalam RUPSLB sudah sangat jelas arahnya ke mana. Pada 21 Mei 2014, menurut surat tersebut, status pemerintah digantikan oleh Mandiri. Termasuk pula kewenangan yang dimiliki selama ini dilepas, dan BTN di bawah kendali Mandiri.

Pemerintah sudah kehilangan daya dan akal sehat untuk mengantisipasi MEA.
Melepaskan haknya di BTN kepada Mandiri. Sementara tidak ada garansi pascapelepasan hak ini akan menjadi seperti apa BTN. Yang penting BTN diakuisisi oleh Mandiri, kata Dahlan Iskan dalam beberapa kesempatan di media massa.

Harusnya bijaksana

BTN dianggap tidak mampu mengatasi backlog perumahan yang terus bertambah. Kapasitas kredit yang dimiliki kecil. Likuiditas tidak sehat karena LDR dan BOPO-nya tinggi. Ya, BTN dianggap terlalu kecil untuk dapat bersaing nanti. Pemerintah melalui Menteri BUMN menutup telinga rapatrapat atas segala masukan dari pihak-pihak yang keberatan dengan langkah mengakuisisi BTN ke Mandiri. Tetapi sejujurnya pemerintah haruslah bijaksana menerima masukan itu.

Padahal jika melihat paparan kinerja BTN per 30 Maret 2014, tidak sedikit pun terlihat cacat, sehingga pemerintah tidak perlu malu mengakui kenerja perusahaan ini bagus.

Pertumbuhan kredit dan dana di atas rata-rata industri nasional masing-masing berada pada angka 20,24% dan 17,44%. Asetnya juga tumbuh 14% dan saat ini menjadi sebesar Rp137 triliun. Bank ini ternyata punya secondary reserve di angka lebih dari Rp12 triliun. Artinya, walaupun LDR-nya tinggi (karena kredit yang disalurkan besar dan tidak semua komponen dana dimasukkan ke hitungan LDR) dan BOPO-nya tinggi, bank ini terus bergerak pasti. BTN bukan bank sakit yang harus diamputasi sebenarnya. Bank ini memang aneh karena karakter bisnisnya beda dan tidak terukur oleh ukuran yang berlaku bagi bank umum.

Kredit yang disalurkan BTN pada periode tersebut sudah mencapai sekitar Rp103 triliun. BTN sudah merumahi lebih dari 3,6 juta masyarakat di Indonesia. Jika satu rumah diisi oleh sekitar 4 orang atau lebih, setidaknya kredit yang disalurkan BTN saat ini telah dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 15 juta masyarakat Indonesia. Bisa jadi kita menjadi bagian dari yang pernah menikmati fasilitas KPR BTN tersebut.

Mengapa banyak penolakan dari banyak pihak itu, pasti ada mata rantai yang tidak menyatu dengan ide dan gagasan tersebut. Termasuk penolakan dari karyawan BTN terhadap ide itu, dan tidak lantas meneruskan dengan membuat opini di luar sana bahwa akuisisi ialah pilihan terbaik, dengan mencari kelemahan B T N untuk menjadi pembenaran atas langkah yang akan diambil pemerintah tersebut. Terlepas dari itu, sikap BTN patut pula diberikan ruang.
Tidak terpancing emosi dan tetap bekerja seperti biasa. Sikap karyawan yang dinakhodai oleh SP BTN itu hanya sebagai tanda bahwa mereka serius dan bersahaja menyikapi persoalan.

Data yang diperoleh dari sebuah sumber litbang perbankan menyebutkan, dari empat bank BUMN yang ada, Mandiri memang memiliki karakter dan sejarah berbeda. Mandiri lahir setelah krisis moneter 1997 yang merupa kan hasil merger empat bank ber masalah. Sementara bank BUMN lainnya, BRI, BNI, dan BTN, merupakan bank yang survive setelah krisis. Karakter Mandiri dalam mengejar pertumbuhan ialah melalui akuisisi dan merger atau yang dikenal dengan istilah pertumbuhan unorganic. Walaupun BRI dan BNI juga melakukan beberapa akuisisi, strategi utama kedua bank itu lebih mengandalkan pertumbuhan organic. Termasuk BTN masih lebih suka melakukan ekspansi membiayai sektor perumahan yang pasarnya masih luar biasa besar.

Pahamilah persoalan

Dalam lima tahun terakhir (2009-2013), kinerja bank-bank BUMN dapat dilihat dengan jelas dari compound annual growth rate (CAGR) masing-masing. Dari sisi aset, Mandiri hanya 15,03%, BRI 17,81%, BNI 13,2233%, dan BTN 22,40%.
Dari sisi dana pertumbuhan, Mandiri 13,63%, BRI 17,61%, BNI 10,41%, dan BTN 24,37%.

Ya, itu adalah fakta dan angka yang dapat dibuktikan karena empat bank BUMN tersebut ialah perusahaan terbuka. Namun, tak lantas harus semua dibuka menjadi konsumsi publik. Marilah semua pihak dapat memahami persoalan ini dengan bijaksana. Ini memerlukan campur tangan pemerintah, dan tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

Membaca BTN tidak sama dengan bank umum lain nya. Bisnis BTN itu unik dan berkarakter. Sama dengan housing bank di negara-negara maju. Bis nis bank ini terus saja tumbuh walaupun tidak mengejar untung besar. Mereka ada untuk membantu rakyat. Collecting terhadap kredit yang tersalur tertata dengan baik. Know your customer barangkali sangat kental di sini. Itulah mengapa kolek tibilitas kredit pada bisnis ini terjaga dengan baik. Akhirnya, bagaimana mengatasi masalah akuisisi ini? Apakah terus berjalan ataukah tidak sama sekali melakukannya untuk seterusnya.

Pemerintah dalam hal ini bisa saja mengambil kebijakan antara lain dengan mengarahkan bidang-bidang usaha yang sudah diminati oleh pasar, kepemilikan dan pengelolaannya diserahkan kepada swasta. Tidak perlu dimiliki dan dikelola oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini hanya bertindak sebagai regulator yang mengatur dan memfasilitasi swasta dalam menjalankan usaha pihak swasta.

Kemudian bidang-bidang usaha yang kurang atau tidak diminati oleh pasar, tetapi bermanfaat bagi rakyat dan kepentingan strategis bagi bangsa serta berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, perlu tetap dikelola oleh pemerintah melalui BUMN dan BUMD. Terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi rakyat berupa pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan.

Dalam kaitannya sebagai pemegang fungsi pengendali sekaligus selaku pemegang saham mayoritas, BUMN dapat saja memosisikan BTN sebagai policy bank tanpa harus bersusah payah dan membuang waktu hanya untuk memikirkan bagaimana mengembangkan bank ini.

Bisnis BTN itu unik, yang tidak bakal bisa diukur dengan rumus bank umum. Housing bank di negara-negara maju juga memiliki karakter yang sama. Pemerintah cukup membiarkan bank ini berkembang secara alamiah sesuai kemampuannya, maka jaminan bagi rakyat untuk memiliki rumah akan tetap terbuka. Di samping itu, pemerintah akan tetap memiliki bank yang khusus menangani perumahan untuk memenuhi kewajiban politiknya kepada rakyat seperti halnya di Thailand.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar