Akuisisi
BTN untuk Pemerintah atau Perbankan?
Dody
Agoeng S ; Praktisi Perbankan, Aktivis Komunikasi Massa
|
MEDIA
INDONESIA, 06 Mei 2014
Baca juga artikel DAS dengan Topik yang sama di KORAN SINDO 02
Mei 2014
RENCANA
pemerintah untuk melakukan konsolidasi perbankan dalam rangka MEA menuai
kritik. Memang benar, dalam rangka MEA Indonesia harus mempunyai struktur
perbankan yang kuat. Oleh karena itu, perbankan harus melakukan konsolidasi. Opsi
itu dilakukan agar bank dalam negeri siap bersaing dengan bank asing yang
bebas masuk ke Indonesia saat MEA berlangsung pada 2015. Bank perlu melakukan
merger atau akuisisi untuk mempercepat proses konsolidasi.
Jika
perlu `dipaksa' untuk segera melakukan konsolidasi tersebut. Termasuk dalam
hal ini memaksa akuisisi PT Bank Tabungan Negara/BTN (Persero) ke Bank
Mandiri. Langkah yang diambil pemerintah memang baik dan patut didukung.
Tujuannya memang baik, walaupun dari sisi timing sebetulnya sudah
ketinggalan. Bank-bank tanpa diminta sebetulnya juga sudah melakukan
bagaimana memperkuat mereka agar dapat bersaing. Tidak menjawab memang ketika
akhirnya tujuan yang diminta ialah menjadi bank dengan skala besar dari
ukuran aset misalnya yang dapat bersanding dengan bank-bank terbesar di
ASEAN. Ukurannya jelas, yakni bank besar berskala internasional.
Pemerintah
lupa bahwa proses konsolidasi itu sebetulnya tidak mudah. Apalagi untuk
karakter bisnis yang berbeda, sudah pasti butuh waktu lama. Akan tetapi,
karena waktu, Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta proses itu harus terealisasi
sebelum 2015.
Hanya
saja sangat disayangkan ketika pemerintah mengambil jalan pintas melepaskan
haknya di BTN untuk diserahkan ke Mandiri. Surat Kementerian BUMN yang meminta
manajemen BTN menambahkan agenda persetujuan pergantian pemegang saham
perseroan dalam RUPSLB sudah sangat jelas arahnya ke mana. Pada 21 Mei 2014,
menurut surat tersebut, status pemerintah digantikan oleh Mandiri. Termasuk
pula kewenangan yang dimiliki selama ini dilepas, dan BTN di bawah kendali
Mandiri.
Pemerintah
sudah kehilangan daya dan akal sehat untuk mengantisipasi MEA.
Melepaskan
haknya di BTN kepada Mandiri. Sementara tidak ada garansi pascapelepasan hak
ini akan menjadi seperti apa BTN. Yang penting BTN diakuisisi oleh Mandiri,
kata Dahlan Iskan dalam beberapa kesempatan di media massa.
Harusnya bijaksana
BTN
dianggap tidak mampu mengatasi backlog
perumahan yang terus bertambah. Kapasitas kredit yang dimiliki kecil. Likuiditas
tidak sehat karena LDR dan BOPO-nya tinggi. Ya, BTN dianggap terlalu kecil
untuk dapat bersaing nanti. Pemerintah melalui Menteri BUMN menutup telinga
rapatrapat atas segala masukan dari pihak-pihak yang keberatan dengan langkah
mengakuisisi BTN ke Mandiri. Tetapi sejujurnya pemerintah haruslah bijaksana
menerima masukan itu.
Padahal
jika melihat paparan kinerja BTN per 30 Maret 2014, tidak sedikit pun
terlihat cacat, sehingga pemerintah tidak perlu malu mengakui kenerja
perusahaan ini bagus.
Pertumbuhan
kredit dan dana di atas rata-rata industri nasional masing-masing berada pada
angka 20,24% dan 17,44%. Asetnya juga tumbuh 14% dan saat ini menjadi sebesar
Rp137 triliun. Bank ini ternyata punya secondary reserve di angka lebih dari
Rp12 triliun. Artinya, walaupun LDR-nya tinggi (karena kredit yang disalurkan
besar dan tidak semua komponen dana dimasukkan ke hitungan LDR) dan BOPO-nya
tinggi, bank ini terus bergerak pasti. BTN bukan bank sakit yang harus
diamputasi sebenarnya. Bank ini memang aneh karena karakter bisnisnya beda
dan tidak terukur oleh ukuran yang berlaku bagi bank umum.
Kredit
yang disalurkan BTN pada periode tersebut sudah mencapai sekitar Rp103
triliun. BTN sudah merumahi lebih dari 3,6 juta masyarakat di Indonesia. Jika
satu rumah diisi oleh sekitar 4 orang atau lebih, setidaknya kredit yang
disalurkan BTN saat ini telah dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 15 juta
masyarakat Indonesia. Bisa jadi kita menjadi bagian dari yang pernah
menikmati fasilitas KPR BTN tersebut.
Mengapa
banyak penolakan dari banyak pihak itu, pasti ada mata rantai yang tidak
menyatu dengan ide dan gagasan tersebut. Termasuk penolakan dari karyawan BTN
terhadap ide itu, dan tidak lantas meneruskan dengan membuat opini di luar
sana bahwa akuisisi ialah pilihan terbaik, dengan mencari kelemahan B T N untuk
menjadi pembenaran atas langkah yang akan diambil pemerintah tersebut. Terlepas
dari itu, sikap BTN patut pula diberikan ruang.
Tidak
terpancing emosi dan tetap bekerja seperti biasa. Sikap karyawan yang
dinakhodai oleh SP BTN itu hanya sebagai tanda bahwa mereka serius dan
bersahaja menyikapi persoalan.
Data
yang diperoleh dari sebuah sumber litbang perbankan menyebutkan, dari empat
bank BUMN yang ada, Mandiri memang memiliki karakter dan sejarah berbeda. Mandiri
lahir setelah krisis moneter 1997 yang merupa kan hasil merger empat bank ber
masalah. Sementara bank BUMN lainnya, BRI, BNI, dan BTN, merupakan bank yang survive setelah krisis. Karakter
Mandiri dalam mengejar pertumbuhan ialah melalui akuisisi dan merger atau yang
dikenal dengan istilah pertumbuhan unorganic.
Walaupun BRI dan BNI juga melakukan beberapa akuisisi, strategi utama kedua
bank itu lebih mengandalkan pertumbuhan organic.
Termasuk BTN masih lebih suka melakukan ekspansi membiayai sektor perumahan
yang pasarnya masih luar biasa besar.
Pahamilah persoalan
Dalam
lima tahun terakhir (2009-2013), kinerja bank-bank BUMN dapat dilihat dengan
jelas dari compound annual growth rate
(CAGR) masing-masing. Dari sisi aset, Mandiri hanya 15,03%, BRI 17,81%, BNI 13,2233%,
dan BTN 22,40%.
Dari
sisi dana pertumbuhan, Mandiri 13,63%, BRI 17,61%, BNI 10,41%, dan BTN
24,37%.
Ya, itu
adalah fakta dan angka yang dapat dibuktikan karena empat bank BUMN tersebut
ialah perusahaan terbuka. Namun, tak lantas harus semua dibuka menjadi
konsumsi publik. Marilah semua pihak dapat memahami persoalan ini dengan
bijaksana. Ini memerlukan campur tangan pemerintah, dan tidak bisa dibiarkan
berlarut-larut.
Membaca
BTN tidak sama dengan bank umum lain nya. Bisnis BTN itu unik dan berkarakter.
Sama dengan housing bank di negara-negara maju. Bis nis bank ini terus saja
tumbuh walaupun tidak mengejar untung besar. Mereka ada untuk membantu
rakyat. Collecting terhadap kredit
yang tersalur tertata dengan baik. Know
your customer barangkali sangat kental di sini. Itulah mengapa kolek
tibilitas kredit pada bisnis ini terjaga dengan baik. Akhirnya, bagaimana
mengatasi masalah akuisisi ini? Apakah terus berjalan ataukah tidak sama
sekali melakukannya untuk seterusnya.
Pemerintah
dalam hal ini bisa saja mengambil kebijakan antara lain dengan mengarahkan
bidang-bidang usaha yang sudah diminati oleh pasar, kepemilikan dan
pengelolaannya diserahkan kepada swasta. Tidak perlu dimiliki dan dikelola
oleh pemerintah. Pemerintah dalam hal ini hanya bertindak sebagai regulator
yang mengatur dan memfasilitasi swasta dalam menjalankan usaha pihak swasta.
Kemudian
bidang-bidang usaha yang kurang atau tidak diminati oleh pasar, tetapi
bermanfaat bagi rakyat dan kepentingan strategis bagi bangsa serta berkaitan
dengan hajat hidup orang banyak, perlu tetap dikelola oleh pemerintah melalui
BUMN dan BUMD. Terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi rakyat berupa
pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Dalam
kaitannya sebagai pemegang fungsi pengendali sekaligus selaku pemegang saham
mayoritas, BUMN dapat saja memosisikan BTN sebagai policy bank tanpa harus
bersusah payah dan membuang waktu hanya untuk memikirkan bagaimana
mengembangkan bank ini.
Bisnis
BTN itu unik, yang tidak bakal bisa diukur dengan rumus bank umum. Housing bank di negara-negara maju
juga memiliki karakter yang sama. Pemerintah cukup membiarkan bank ini
berkembang secara alamiah sesuai kemampuannya, maka jaminan bagi rakyat untuk
memiliki rumah akan tetap terbuka. Di samping itu, pemerintah akan tetap
memiliki bank yang khusus menangani perumahan untuk memenuhi kewajiban
politiknya kepada rakyat seperti halnya di Thailand. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar