Sabtu, 10 Mei 2014

Prangko

Prangko

M Nafiul Haris  ;   Penulis
TEMPO.CO,  09 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Bagi orang Indonesia, prangko pos tidak hanya berfungsi sebagai bukti telah melakukan pembayaran untuk jasa layanan pos, seperti halnya mengirim surat. Ada yang lebih penting terkait dengan keberadaan prangko pos Indonesia. Khususnya bagi masyarakat Indonesia terdahulu, keberadaan prangko menjadi bukti pengakuan kedaulatan Indonesia. Jejak sejarah Nusantara kita terekam jelas dalam prangko.

Sebagaimana sejarah kala itu, Indonesia pernah memesan prangko dari Vienna (Eropa) dan Philadelphia (AS). Namun pada akhirnya pemerintah Belanda mengembargo prangko tersebut. Tujuannya tak lain adalah mencegah diakuinya kedaulatan negara bernama Indonesia, lantaran nama tersebut pastinya akan tercetak dan tersebar di seluruh pelosok dunia.

Pada titik ini jelas bahwa prangko mempunyai andil besar dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia dan pula sebagai bukti perjuangan bangsa ini untuk terlepas dari belenggu penjajahan. Selain itu, prangko mempunyai sejarah sosial yang patut kita simak, selain fungsinya sekarang sebagai benda koleksi, karena termasuk benda budaya langka. Antik.

Pada masa pemerintahan Bung Karno, prangko berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan dana dari masyarakat ketika terjadi bencana alam. Bahkan ada sebuah negara yang menjadikan penerbitan prangkonya sebagai sumber pendapatan negara. Ini menegaskan bahwa keberadaan prangko masih sangat kita butuhkan karena mempunyai potensi yang cukup besar, selain bukti kesejarahanya. Nilai-nilai sosial yang ada dalam prangko pun tak kalah menarik, seperti yang telah diajarkan oleh Sang Proklamator.

Akan tetapi, seiring bermunculannya teknologi baru yang menyuguhkan berbagai bentuk, dari handphone, Internet, sampai smartphone, kesejarahan serta nilai-nilai sosial yang pernah dikisahkan pun seakan hanya menjadi cerita kusam. Maka pantas jika kita beranggapan prangko hanya sebatas riwayat dalam bingkai sejarah Indonesia. Prangko semakin kehilangan sakralitasnya, ketika ruang-ruang spiritualnya telah digantikan oleh teknologi. Media komunikasi yang sifatnya sosial, seperti Facebook, Twitter, dan BlackBerry, misalnya, yang semakin memudahkan seseorang untuk berkomunikasi, menjadi bukti bahwa surat-menyurat tak lagi diminati, demikian pula prangko. Hal itu menegaskan, prangko bukanlah tren masa kini.

Meski demikian, selayaknya kita perlu mengingat setiap peristiwa yang kini telah diabadikan dalam Museum Pos, sebagai bukti perjuangan fisik bangsa Indonesia yang bergerak dalam bidang perposan demi mewujudkan kedaulatan negara.
Perjuangan itu dibuktikan dengan terbitnya prangko yang dicetak asal-asalan, seperti prangko pos militer di Solo serta prangko cetak tindih yang bertulisan "Indonesia" atau daerah tertentu peninggalan Nederland Indie atau Dai Nipon. Semua itu guna menunjukkan kepada dunia luar bahwa pemerintah Indonesia eksis dan berfungsi (Kompas, 27/9/11). Jadi, prangko bisa menjadi alternatif penting upaya menumbuhkan semangat nasionalisme kita belakangan ini yang semakin luntur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar