Minggu, 11 Mei 2014

Minangkabau dan Dunia Melayu (2)

Minangkabau dan Dunia Melayu (2)

Mochtar Naim  ;   Sosiolog
HALUAN,  09 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Suku Melayu secara antropoi-etnografis, pertama, terbagi dua : Melayu proto (Tua) dan Melayu Deutro (muda). Yang tua seperti Batak, Nias, Mentawai, Enggano, Kubu, Dayak, dan suku-suku Melayu di Filipina Utara dan yang muda seperti yang lain-lainnya, termasuk Minangkabau. Mela­yu Proto yang jadi incaran Kris­tenisasi dan kebanyakan Kristen atau masih animis, sementara Melayu Deutero: Islam.

Ada yang mengatakan kedua-duanya berasal dari Asia belakang, yakni daratan Asia Tenggara, yang ada unsur Mongolianya. Ada yang datang melalui Semenanjung Melayu, turun ke Sumetera dan Jawa, dan pulau-puau lainnya di bagian tengah dan timur. Lalu ada pula yang datang melalui Korea ke Filipina, ke Proto. Asli autokton di Nusantara, hanya yang deuteron yang bergerak bermigrasi dari Asia belakang.

Lalu ada pula teori Kon Tiki dari orang-orang di Polinesia, berasal dari suku-suku asli di Amerika selatan, serumpun dengan orang-orang Indian yang ada di Amerika Latin itu. Mereka bergerak dengan perahu-perahu Kon Tiki ke pulau-pulau di Pasifik, dan ada yang lanjut ke Asia Tenggara ini.

Semua ini apakah fakta atau legenda atau mitos dan cerita belaka, kita tidak tahu. Kabut tebal sejarah masa lalu menyelimutinya yang makin ke belakang makin tebal dan gelap. Kita serahkan kepada para ahli untuk menggelutinya. Cerita-cerita yang bersifat legenda yang juga tertuang dalam tambo sendirinya juga tidak kurang menghiasi cerita masa lalu itu. Dan masing-masing suku Melayu itu punya legenda sendiri-sendir. Suku Melayu Minangkabau misalnya mengaitkan asal usulnya ke Gunung Marapi ketika masih sebesar telur itik. Ketika galodo Nabi Nuh dimana yang keliha­tan hanya puncaknya, tiga orang bersaudara dari anak-anak Sultan Iskandar Zulkar­nain, atau Alexander the Great, dari Macedonia, berlayar ke arah pulau perca di Nusantara ini. Yang satu turun di puncak Gunung Marapi, yang satu  terus ke timur ke Tiongkok, dan yang satu lagi kembali ke Benua Ruhum.

Dengan surutnya air, mere­kapun turun ke sawah setam­pan benih, kelanggun di nan baselo, kira–kira di Pariaman Sungai Jambu sekarang. Dengan perkembangan pendu­duk, dari taratak jati dusun, dusun jadi koto dan koto jadi nagari. Dan nagari pun menjadi luhak nan tigo yang seterusnya juga berkembang ke rantau ke barat ke pesisir Pariaman, Padang dan Pesisir Selatan yang kemudian juga sampai ke Muko-muko dan Bangkahulu ke selatan dan ke Pasaman, Air Bangis , Natal, Sibolga, Singkil, Tapak Tuan dan terus ke utara ke sepanjang pantai barat Aceh, ke daerahnya Anak Jameu sekarang ini. Belum pula yang turun ke pantai timur di Riau, Jambi dan sungseng sekarang ini serta ada pula yang melintas ke Johor, Malaka, Negeri Sem­bilan, Pahang dan Selangor di Malaysia sekarang ini. Dengan proses migrasi yang terus berlanjut sampai sekarang ini, akhirnya orang Minang bisa ditemukan dimana saja, baik di Nusantara, di dunia lalu sampai ke manca negara sekalipun.

Diaspora orang Minang ini ha­nya ditandingi oleh orang Yahudi yang juga bertebaran ke mana-mana di dunia ini, di­samping juga orang Cina. Orang Minang , seperti juga orang Yahudi dan Cina, me­milih kota-kota (urban oriented migration), di bidang perda­gangan dan jasa dan tidak desa-desa (rural oriented migration) di bidang pertanian dan nelayan seperti orang Jawa dan Bugis Makasar. Profesi mereka sendiri banyak  di bidang perdagangan, ter­utama yang menengah ke ba­wah, di pasar-pasar dan kaki lima. Semen­tara yang me­ne­ngah ke atas, diborong ha­bis oleh orang Cina dan di bi­dang industri dasar oleh pa­ra ­kapitalis barat dengan be­ker­ja sama dengan kong­­­lo­me­rat Cina. Orang Minang me­lalui proses pendi­dikan juga ber­gerak di bidang jasa dan sipil, swasta maupun pe­me­rin­tah. Satu hal yang isti­mewa yaitu budaya ku­lliner yang menyebabkan warung nasi padang dite­mukan berje­jer sejak dari Aceh sampai ke Papua, di semenanjung Ma­­­lay­­­sia dan Singapura, dan di ­kota- kota Australia. Bah­kan beberapa di Eropa dan Ame­­rika. Ren­dang Pa­dang a­­k­hir­­nya men­capai pun­cak­nya sebagai “ma­sakan ter­enak“ di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar