Legasi
Moral Kanonisasi Era Modern
Ign
Dharma Wahyu S ; Presidium Orang Muda Katolik DIY
|
KORAN
JAKARTA, 10 Mei 2014
Dunia,
pada 27 April lalu, ditandai peristiwa besar, sesuatu yang langka. Gereja
menobatkan dua paus sekaligus sebagai orang suci (santo). Inaugurasi
dilakukan dalam misa akbar di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Misa kanonisasi
tersebut dihadiri kurang lebih satu juta umat dari berbagai penjuru dunia.
Kanonisasi
berasal dari kata kanon (daftar). Kanonisasi adalah memasukkan seseorang ke
daftar. Dalam konteks kanonisasi Paus Yohanes Paulus II dan Yohanes XXIII,
berarti memasukkan dua paus itu ke daftar orang suci (sanctus). Dalam bahasa
Indonesia, santo untuk orang kudus pria, dan untuk wanita biasa disebut santa
(sancta).
Kanonisasi
dua mendiang paus sungguh peristiwa luar biasa karena terjadi di zaman
modern. Ini adalah kanonisasi orang kudus pertama abad 21. “Keduanya adalah
imam, uskup, dan paus abad 20,” kata Paus Fransisus saat memimpin misa
kanonisasi di depan sekitar sejuta umat di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, 27
April lalu. “Mereka hidup dalam peristiwa-peristiwa tragis abad lalu, tetapi
tidak tenggelam atau menyerah. Bagi kedua paus, Allah jauh lebih kuat,”
lanjut Paus.
Dua paus
bekerja sama dalam Roh Kudus untuk memperbarui dan menyesuaikan Gereja dengan
perubahan zaman tanpa harus meninggalkan ciri khas Gereja yang kudus
sepanjang abad. Santo Yohanes XXIII benar-benar seorang gembala yang membiarkan
diri dipimpin Roh Kudus dan juga seorang pemimpin yang melayani. Santo
Yohanes menyerahkan seluruh hidup untuk pelayanan terbesar bagi Gereja. Dia
benar-benar paus yang terbuka akan karya Roh Kudus.
Misa ini
juga salah satu yang terbesar karena dihadiri delegasi dari 93 negara, 30 di
antaranya menjabat presiden atau perdana menteri.
Santo Subito
Santo
subito adalah seruan umat untuk Paus Yohanes Paulus II di Lapangan Santo
Petrus saat berduka cita atas meninggalnya. Seruan itu memohon agar beliau dikukuhkan
sebagai santo ketika itu juga. Tapi Paus Benedictus XVI menetapkannya sebagai
beato enam tahun kemudian, dan tiga tahun setelahnya, Paus Fransiscus
menobatkannya sebagai seorang santo.
Santo
Yohanes Paulus II waktu terpilih sebagai paus di konklaf sudah menjadi
sejarah tersendiri karena setelah sekian abad, dialah paus pertama dari luar
Italia. Santo Yohanes Paulus, paus non-Italia pertama sejak Paus Adrianus VI
yang menjabat untuk sesaat antara tahun 1522-1523. Santo penggemar sepak bola
ini memerangi komunisme dunia termasuk yang menguasai Polandia, negeri
asalnya. Santo ini juga tidak ada kompromi dengan penghormatan pada manusia
dengan menentang keras segala bentuk aborsi.
Paus ini
lebih aneh lagi karena berasal dari negeri komunis, tetapi penduduknya 80
persen Katolik. Paus asal Polandia tersebut semula ingin menjadi tentara,
tapi akhirnya masuk seminari menjadi pastor. Kesederhanaan santo Yohanes
Paulus II ini diyakini sebagai perwujudan kesuciannya atau sebaliknya. Maka,
ketika wafat pada 2 April 2005, dunia sudah melihatnya sebagai orang suci dan
umat menginginkan diberi gelar orang kudus saat itu juga. Tapi baru pada 11
Mei 2011 diberi gelar beato, tahap (bahagia) sebelum dikukuhkan menjadi
santo.
Santo
gemar ski ini memerintah Gereja selama 27 tahun dan paling banyak berkunjung
kegembalaan di 129 negara, termasuk Indonesia. Santo Yohanes Paulus II
berkunjung ke Indonesia di Jakarta, Yogyakarta, Flores, dan Timtim tahun
1989.
Lahir sebagai Karol Jozef Wojtyla di
Wadowice, Polandia 18 Mei 1920 dan diangkat menjadi paus 16 Oktober 1978
sampai wafat 2 April 2005 pada usia 84. Paus ini sangat kuat akan hormat pada
kehidupan keluarga. Oleh karena itu, dia berada di garda terdepan melawan
aborsi. Nilai-nilai moral Gereja begitu kuat di dalam pemerintahannya. Santo
Yohanes Paulus II juga sangat dekat dengan kaum muda. Selama memimpin Gereja,
Santo Yohanes Paulus II melaksanakan beatifikasi kepada 1.340 orang dan
memberi gelar suci (kanonisasi) kepada 483 santo atau santa.
Tak Diunggulkan
Santo Yohanes
XXIII terlahir dengan nama Angelo Giuseppe Roncalli di Soto, Italia, pada 25
November 1881. Ketika diangkat sebagai paus, Roncalli telah berumur 77 tahun
dan sama sekali tidak diunggulkan selama konklaf. Dengan umurnya yang sudah
lanjut, Roncalli dianggap hanya akan memerintah dalam waktu singkat. Tak
heran bila ketika itu muncul rumor bahwa paus baru ini hanya akan memimpin
sebentar sebagai paus antara.
Diangkat
menjadi paus pada 28 Oktober 1958 dan selesai atau meninggal 3 Juni 1963.
Julukan populernya adalah “Paus Yohanes yang baik.” Paus yang “tidak
dianggap”ini ternyata benar-benar mencengangkan karena meneruskan Konsili
Vatikan yang sempat berhenti. Dia menggantikan Paus Pius XII dan diganti Paus
Paulus VI.
Dari
waktu ke waktu, kepemimpinan Paus Yohanes XXIII terus memberi banyak kejutan
Gereja Katolik dan dunia pada umumnya. Di antaranya dihimpunkannya Konsili
Vatikan II yang menghasilkan reformasi atas doktrin-doktrin Gereja Katolik
dan ditingkatkannya rekonsiliasi antarumat beragama, sesuatu yang pada waktu
itu tidak terbayangkan muncul dari kekuasaan tertinggi Tahta Suci.
Walaupun
masa pemerintahannya singkat saja (sekitar lima tahun), Paus Yohanes XXIII
dianggap sebagai salah satu paus terbesar yang pernah ada dalam sejarah
Gereja Katolik. Konsili Vatikan II menjadi tonggak Gereja modern yang
dilahirkan dari kepemimpinannya.
Moral
Salah
satu buah besar dari kanonisasi adalah legasi moral bagi dunia yang
ditinggalkan dua santo tersebut. Tadi sudah disinggung, penghormatan kepada
kehidupan begitu kuat mengesan pada mereka. Tak satu pun manusia atas nama
apa pun dapat meniadakan kehidupan. Maka dari itu, para santo mengembangkan
siklus natural bagi pasangan suami-istri yang akan mengembangkan kehidupan
keluarga berencana.
Para
santo menolak intervensi dengan karya-karya teknologi bagi pembatasan
kelahiran dalam keluarga. Itulah yang dikenal dengan keluarga berencana
alami. Pasangan suami istri dapat memanfaatkan siklus “kosong” dalam tiap
bulan jika ingin membangun keluarga berencana. Segala bentuk aborsi adalah
100 persen melawan kehendak Allah. Oleh karena itu, harus ditentang. Aborsi
hanya “diterima” dalam konteks situasi kritis adanya keharusan opsional:
salah satu harus diselamatkan ibu atau anak, sebab jika tidak, dua-duanya
bisa meninggal.
Dunia
perlu mengambil legasi dari para pemimpin Gereja ini, terutama dalam
penghormatan pada kehidupan di tengah situasi bahwa nyawa manusia semakin
tidak berharga. Pembunuhan, apa pun sebabnya, telah menghinakan wewenang
Tuhan bahwa Dialah yang empunya kehidupan. Manusia tidak berhak
mengintervensi kekuasaan-Nya.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar