Kamis, 15 Mei 2014

Kasus JIS Peristiwa Semua Sekolah

Kasus JIS Peristiwa Semua Sekolah

Baskoro Poedjinoegroho E  ;   Pendidik, Mantan Kepala SMA Kolese Kanisius Jakarta
MEDIA INDONESIA,  14 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
PEDOFILIA atau pelecehan seksual yang dilakukan orang dewasa terhadap anak sesungguhnya bisa dan sudah terjadi di mana saja. Namun, yang akhir-akhir ini terjadi di Jakarta International School (JIS) menjadi berita besar yang hangat. Semua angkat bicara, entah mengapa, seolah-olah semua merasa bertanggung jawab. Makin menghebohkan. Apa artinya bagi kita, secara khusus sekolah?

Orangtua adalah co-educator

Pagar makan tanaman. Itulah yang terjadi di JIS. Peserta didik TK yang bagaikan kuncup mekar yang sedang tumbuh dirusak penjaganya, yaitu karyawan sekolah. Peristiwa itu pasti membuat miris siapa saja, terutama bagi keluarga yang mempunyai anak-anak usia TK. Mereka dapat membayangkan dengan sangat gamblang betapa rentannya anak-anak. Perasaan khawatir yang mendalam terhadap anak kandung yang sedang berada di bangku TK. Itu semua dapat dimengerti. Pelecehan seksual terhadap anak dapat terjadi di sekolah mana pun! 
Hanya kebetulan saja peristiwa di JIS mendapatkan pemicu yang pas sehingga beritanya bergaung keras meluas.

Sesudah terjadinya peristiwa di JIS, lembaga-lembaga pendidikan, khususnya TK, meningkatkan kewaspadaan bagi keamanan peserta didik mereka. Meningkatkan kewas padaan ialah sikap yang sangat tepat bagi para orangtua. Namun, dalam situasi yang sangat menakutkan itu atau ekstrem, satu hal hendaknya dihindari, yaitu tidak percaya kepada pihak sekolah. Dalam hal ini ialah para pelaksana utama sekolah seperti guru dan karya wan. Bukankah semua guru dan karyawan JIS diperiksa yang berwajib? Kewaspadaan yang keterlaluan akan mengikis kepercayaan. Pada hal, kepercayaan ialah unsur pokok dalam pendidikan. 

Bukankah para orangtua mengirim anak ke sekolah karena menaruh kepercayaan ke pada sekolah, bahwa sekolah dapat memberikan pendidikan yang baik kepada anak mereka? Orangtua percaya bahwa sekolah ialah tempat yang paling aman dan nyaman bagi anak mereka.

Kasus JIS ialah peristiwa semua sekolah di Tanah Air. Setiap sekolah, bukan hanya TK, seyogianya menematkan peristiwa JIS sebagai peristiwa yang harus dimaknai dalam konteks tiap sekolah. Peristiwa JIS pantas untuk ditempatkan sebagai latar refleksi atas layanan pendidikan tiap sekolah. Bahwasanya kepercayaan terhadap sekolah bukanlah selesai terbangun karena nama baik atau tradisi yang sudah berjalan lama atau secara turun temurun; apalagi bersandar pada hasil lomba yang menonjolkan kemampuan akal budi semata.

Yang utama, kepercayaan harus dibangun bersama melalui komunikasi yang sehat. Orangtua bukanlah sekadar pengirim anak ke sekolah. Orangtua adalah co educator. Orangtua mesti dilibatkan dalam proses pendidikan. Artinya, kebijakan dan pelaksanaannya dikomunikasikan kepada orangtua melalui pertemuan dan evaluasi secara rutin sehingga orangtua akrab dengan dan mempunyai rasa memiliki sekolah. Karena itu, mereka nyaman untuk menyampaikan kritik dan usul-usul demi perbaikan pelayanan pendidikan.

Jadi, mereka tidak berperan hanya sebagai pemasok peserta didik dan dana, seperti yang biasa terjadi di kebanyakan sekolah. Keakraban dan kenyamanan dengan sekolah paling tidak akan menjadi modal bagi kedua pihak untuk siap sedia duduk bersama dalam menyelesaikan setiap persoalan. Bukan berdiri berhadap-hadapan sambil menggulung lengan baju, lantas saling menuduh, mencerca, menuntut, menyalahkan, serta mengancam. Pelibatan pihak luar lain, entah resmi atau tidak, dimungkinkan sejauh dibutuhkan sungguh untuk perbaikan bukan pembinasaan.

Komunitas pendidik

Tampaknya janggal, tetapi inilah yang lazim terjadi. Di setiap awal tahun ajaran atau dalam kesempatan memperkenalkan diri entah kepada pihak luar ataupun orangtua beserta peserta didik, yang dikedepankan ialah para guru dan kepala sekolahnya. Apalagi bila gurunya berprestasi atau menyandang gelar tertentu, merekalah yang ditonjolkan sebagai penjamin mutu sekolah. Mengapa keberadaan karyawan dan perannya tidak pernah atau jarang sekali diperkenalkan?

Sesungguhnya sebuah sekolah ialah sebuah lembaga yang berarti bahwa seluruh unsur yang terlibat di dalamnya berfungsi dalam kesalingan. Oleh karenanya, seluruh unsur harus mengenal benar apa dan mengapa tentang sekolah agar mereka dapat menjalankan fungsinya dalam kesa lingan atau sinergi penuh hasrat dalam mendidik sehingga terwujud komunitas pendidik.

Yang hendak penulis kemukakan ialah apakah setiap karyawan dilibatkan dalam pembangunan visi-misi sekolah, apalagi terhadap yang outsourcing? Visi-misi beserta langkah konkret pelaksanaan sehari-hari harus dimengerti dan diwujudkan secara bersama. Karyawan bukanlah pihak luar sekolah. Mereka mempunyai peran dalam pendidikan, bukan sekadar pembantu yang melaksanakan perintah dan mendapatkan upah. Penyebutan mereka sebagai ten aga kependidikan sangatlah tepat dan beralasan. Itu harus disadari betul bahwa mereka mempunyai peran dalam mendidik. Pengaman sekolah, tukang kebun, petugas kebersihan, pesuruh, dan petugas administrasi melaksanakan tugas dalam rangka memperlancar proses pendidikan.

Pelibatan, kesadaran, dan penghargaan terhadap keberadaan mereka sebagai tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai pendidik dalam bidang masing masing, dan apalagi bila tumbuh kebanggaan mereka atas sekolah, merupakan modal bagi kukuhnya pagar, bukan yang memakan tanaman, meski itu bukanlah jaminan satu-satunya. Tentu, itu semua membutuhkan usaha pendam pingan yang prima dan terus menerus. Dalam kerangka inilah Kemendikbud lebih dinantikan perannya, lebih daripada mengawasi sekolah--membina daripada membinasakan sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar