Jernihkan
Kredibilitas KPK
Marwan
Mas ; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
|
SINAR
HARAPAN, 07 Mei 2014
|
Dugaan
suap terhadap mantan Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Ade Rahardja, dari aliran dana kasus Hambalang sudah lama disebut-sebut. Hal
itu semakin terang terungkap dalam pemeriksaan saksi mantan Manajer Pemasaran
PT Adhi Karya, M Arief Taufiqurrahman, dengan terdakwa mantan Direktur
Operasional I PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Nur, di Pengadilan Tipikor
Jakarta, Selasa (15/4).
Dalam
Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saksi menyebutkan adanya pemberian suap Rp 2
miliar kepada Ade, melalui M Arifin dan Machfud Suroso, agar perkara
Hambalang tidak naik ke penyidikan (Kompas,
17/4/2014).
Fakta
hukum, yang terungkap dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor), sebaiknya disikapi KPK dengan melakukan penyelidikan lebih mendalam.
Jika memang ada bukti permulaan yang cukup, itu harus ditingkatkan ke
penyidikan. Menjaga kredibilitas KPK selaku institusi antikorupsi yang paling
dipercaya rakyat dari tudingan miring, tidak cukup hanya dengan klarifikasi
saat penyidikan sesuai keterangan juru bicara KPK Johan Budi.
Setidaknya,
hal itu perlu diseriusi dan ditindaklanjuti. BAP dan kesaksian seseorang di
depan sidang pengadilan adalah fakta hukum yang dapat dijadikan “alat bukti
surat”.
KPK tinggal mencari alat bukti lain. Dugaan
adanya aliran dana ke internal KPK pada 2001 terkait kasus Hambalang bisa
membuat simpati dan dukungan rakyat berbalik arah, jika didiamkan dengan
hanya bersandar kepada klarifikasi orang yang bersangkutan. Selain untuk
menjernihkan kredibilitas KPK, juga sebagai upaya konkret bahwa KPK tidak
pandang bulu atau diskriminasi.
Potensi Serangan
Meskipun
Ade saat ini bukan lagi pegawai KPK, tidak berarti KPK secara institusi akan
lepas dari getahnya. Jika fakta persidangan terus dibiarkan menguap, selain
akan menjatuhkan citra dan independensi, KPK juga berpotensi menjadi bola
liar untuk dijadikan amunisi baru pelemahan KPK.
Ini bisa dijadikan amunisi baru untuk
menyerang balik KPK; Misalnya dijadikan alasan untuk mempercepat membahasan
Rancangan KUH Pidana dan Rancangan KUHAP di DPR. Seperti diketahui, sejumlah
ketentuan dalam KUHAP berpotensi melemahkan kewenangan KPK.
Kabar
adanya upaya mengamankan kasus Hambalang dengan imbalan uang agar tidak
ditingkatkan ke tahap penydikan, sudah membuat publik terperanjat. Apalagi,
jika ini dibiarkan terus berkembang tanpa diusut. Jika nantinya terbukti
memang ada suap yang diduga melibatkan pegawai KPK, tentu menegaskan kasus
Hambalang benar-benar kelas kakap. Indikasinya juga sudar terurai. Selain ada menteri yang sudah diperiksa
di pengadilan, juga menyeret ketua partai berkuasa saat itu menjadi pesakitan
di balik terali besi.
Ini
menjadi pertaruhan kredibilitas dan integritas pemimpin dan pegawai KPK, yang
bisa saja ikut terseret dalam pusaran kasus Hambalang. Di tengah kepercayaan
yang begitu besar, publik selalu mendorong keberanian KPK agar tidak gentar
menghadapi tekanan dan intervensi politik dari luar, yang menghendaki kasus
ini tidak mencapai tangga terakhir.
Sebagaimana
pernah ditegaskan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto; Dalam mengungkap kasus
korupsi, KPK diibaratkan meniti anak tangga dan secara pasti akan sampai pada
anak tangga terakhir.
Melihat
indeks persepsi korupsi yang tetap berada di level tinggi, kita ingin noda
kecil sekali pun, yang merusak kepercayaan publik terhadap KPK, harus
dibersihkan. Negeri ini menaruh harapan besar terhadap KPK untuk membongkar
dan membawa kasus-kasus korupsi yang marak dilakukan penyelenggara negara ke
pengadilan, terutama yang berasal dari kalangan politikus.
Hanya
KPK yang dipercaya rakyat lantaran berani menyentuh menteri dan ketua partai
politik. KPK yang kita butuhkan untuk melawan korupsi yang semakin menggila,
adalah KPK yang mampu menyinergikan antara keberanian, independensi, dan
integritas.
Informasi Masyarakat
Jika
belum mengusut fakta persidangan kemudian buru-buru dibantah hal itu sudah
diklarifikasi, bisa menimbulkan persepsi negatif. Selama ini, KPK begitu
gesit menindaklanjuti fakta yang terungkap dalam sidang pengadilan, yang
menyebabkan Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum dijadikan tersangka. Oleh
karenanya kita bertanya, kenapa fakta sidang pengadilan terkait pegawai KPK
tidak cepat ditangani.
Memang
ada kebiasaan keliru aparat penegak hukum, termasuk KPK, saat menerima
informasi publik soal terjadinya kasus korupsi. Misalnya, meminta informasi
awal atau laporan yang disampaikan, termasuk keterangan saksi dalam sidang
pengadilan, agar menunjukkan bukti penyuapan.
KPK
selaku penyelidik dan penyidik perkara korupsi seharusnya tidak bergantung
pada bukti yang disampaikan orang yang memberikan informasi semata.
Berdasarkan Pasal 41 Ayat (2) huruf a UU Nomor 31/1999 diubah dengan UU Nomor
20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, masyarakat berperan
membantu pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam bentuk mencari,
memperoleh, dan ”memberikan informasi” adanya dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi.
Peran
serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi melalui “pemberian informasi”
kepada KPK soal adanya dugaan suap kepada petinggi KPK dalam kasus Hambalang,
tidak boleh membebani pemberi informasi agar membawa bukti yang lengkap.
Pemberi
informai bukan penyelidik dan penyidik yang diberi kewenangan mencari bukti
lengkap, apalagi suap-menyuap tidak pernah ada bukti surat tanda terima
penerimaan uang. Itu tugas KPK selaku penyelidik dan penyidik yang harus
menggunakan kewenangan besarnya untuk mencari dan menemukan alat bukti.
Jangan
sampai publik menilai KPK melempar tanggung jawab penyelidikan dan penyidikan
kepada pemberi informasi. Kita ingin KPK juga mampu mencari dan menemukan
bukti kuat atas terjadinya suap-menyuap, yang bukan diperoleh dari penyadapan
telepon. Hampir semua kasus suap yang diungkap KPK dan begitu cepat dibawa ke
pengadilan berasal dari hasil menyadap telepon.
Tentu
kita tetap mendorong, bahkan percaya KPK akan mengusut tuntas dugaan suap
ini. KPK tidak boleh hanya garang memberantas korupsi eksternal dengan
mengabaikan noda internal. KPK juga tidak boleh tersinggung atas masukan dan
kritikan, apalagi mabuk pujian dan dukungan. Suap tetaplah suap, siapa pun
pelakunya, terlebih internal KPK, harus didahulukan penanganannya.
Kredibilitas KPK yang begitu dipercaya rakyat sangat pantas dijaga dengan
membersihkan diri sendiri.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar