Dalang
Munawir
Aziz ; Peneliti
|
TEMPO.CO,
08 Mei 2014
|
Dalam
kosmologi manusia Jawa, dalang menjadi rujukan tentang tata nilai dan
pengatur ritme yang mampu memberikan visi dalam kisah-kisah kehidupan.
Dalang, dalam artian harfiah, merupakan seorang yang mengomando pementasan
wayang. Sebagai orang yang memainkan lakon demi lakon, pada hakikatnya dalang
mementaskan nilai-nilai kehidupan pada setiap kisahnya.
Bagaimana
memaknai dalang dalam konteks masyarakat Indonesia saat ini? Di tengah
pertarungan politik yang kian panas, kita perlu menganalisis tentang
bagaimana posisi dalang dan strategi lakon wayangnya. Dalang, dalam ranah
kesenian, memang menjadi rujukan pementasan wayang, tapi dalam ranah politik,
ia bisa bermetamorfosis menjadi sutradara dalam panggung kekuasaan. Dalang
politik tidak sekadar mencari lakon yang sesuai dengan wayangnya, namun juga
mampu mengatur ritme, menjadi makelar, hingga menyusun alur logika bagi wayang-wayangnya
di panggung kuasa.
Untuk
itu, perlu ada kecermatan analisis, siapa dalang, siapa wayang. Di panggung
politik saat ini, perlu menakar kapasitas orang-orang yang berkompetisi:
apakah dia sesungguhnya dalang, atau hanyalah wayang yang seolah-olah
menampakkan diri sebagai dalang. Inilah lakon di panggung politik kita saat
ini.
Dalam
filosofi Jawa, dalang sebenarnya berakar dari makna mulia. Dalang dimaknai
dalam akar kata wedha dan wulang. Wedha merupakan kitab suci agama yang
memuat ajaran tentang moral, peraturan hidup, dan spiritualitas menuju Tuhan.
Sedangkan wulang dapat diartikan sebagai mengajar serta menebar benih ilmu
dan cinta dalam kehidupan. Pada arti yang lain, dalang juga dapat diartikan
sebagai penyebar ilmu. Makna ini berakar kata angudal piwulang, yakni dalam
proses menyebar ilmu bagi masyarakat.
Dalam
Kakawin Arjunawiwaha, begawan Mpu Kanwa-pujangga pada masa pemerintahan
Airlangga (1019-1042)-mengisahkan tentang pentingnya dalang dalam kosmologi
hidup manusia (P.J. Zoetmoelder, 1983: 298). Ia mengungkap tentang bagaimana
dalang menciptakan peran sentral dan konteks kemanusiaan. Dalang mampu
menyihir rakyat dengan memberi visi pada kisah-kisah yang ditampilkan dengan
media wayang.
Lalu,
bagaimana transformasi makna dalang dalam dimensi bahasa saat ini? Dalam
perkembangan peradaban bangsa, bahasa menjadi ruang untuk menampung dinamika
pemikiran dan karakter sosial. Dalam konteks ini, perluasan makna dalang,
dari penyebar ilmu menjadi aktor kunci di balik prahara maupun manuver politik,
menjadi kekayaan berbahasa kita. Meski pada titik tertentu ada nuansa negatif
yang muncul.
Pada
kontestasi politik saat ini, kecermatan melihat aktor dan boneka, dalang dan
wayang, lebih penting daripada sekadar terjebak pada isu maupun kampanye negatif.
Mencermati dalang, bagaimana bentuk strategi, ideologi, dan akar kepentingan
ekonomi-politik, akan mampu membuka tabir gelap tentang motif politik yang
sebelumnya diselimuti kabut pencitraan maupun manipulasi informasi. Sedangkan
mengikuti gerak langkah wayang hanya akan menangkap gerak bayang-bayang yang
dipantulkan dari cahaya, dari alur strateginya. Inilah akar filosofi
orang-orang Nusantara yang mampu menggerakkan manusia Indonesia agar lebih
bersahaja.
Di
panggung politik, kita perlu mencermati: apakah seseorang itu sejatinya
dalang, ataukah wayang yang mengaku sebagai dalang? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar