Candi
Djulianto
Susantio ; Sarjana Arkeologi
|
TEMPO.CO,
07 Mei 2014
|
Peninggalan
budaya nenek moyang kita yang berupa candi semakin banyak mendapat perhatian
kalangan seniman. Awal Maret 2014, terselenggara drama tari "Shima:
Kembalinya Sang Legenda" di Gedung Kesenian Jakarta. Para pendukung
acara menggunakan bentuk-bentuk aksesori, busana, dan alat musik yang
ditafsirkan dari relief candi, dan dibuat sedapat mungkin mendekati aslinya.
Inspirasinya berasal dari temuan-temuan arkeologi di Candi Dieng.
Ada lagi
pertunjukan "Pulung Gelung Drupadi" pada April 2014 di Taman Ismail
Marzuki, Jakarta. Risetnya dilakukan di Candi Jago, Jawa Timur. Pada 19-20
Maret 2014, gitaris Dewa Budjana dan penyanyi Trie Utami, bersama kelompok
Nyanyian Dharma, mengadakan konser spiritual di Petirtaan Jalatunda dan Candi
Brahu--keduanya di Jawa Timur. Sebelumnya, mereka mengamen di Candi
Prambanan, Candi Ratu Boko, dan Situs Trowulan.
Jelas
nama candi sudah masuk hitungan masyarakat. Dalam jajak pendapat yang
dilakukan Kompas (Kompas Minggu, 13 April 2014), masyarakat mengatakan candi
merupakan situs purbakala/cagar budaya yang paling menarik untuk dikunjungi.
Candi menduduki peringkat pertama (55,21 persen), jauh di atas keraton/istana
raja (15,61 persen), tempat peribadatan bersejarah (13,80 persen), situs
megalitikum (3,07 persen), dan pemakaman kuno (2,91 persen).
Candi
merupakan bangunan dari masa purba yang terawetkan karena terbuat dari batu
bata dan batu andesit (batu kali). Pada zaman dulu, bangunan candi erat
berhubungan dengan keagamaan.
Istilah
candi sendiri berasal dari salah satu nama untuk Durga sebagai Dewi Maut,
yaitu Candika. Durga adalah istri Dewa Siwa, yakni Dewa Perusak dalam
mitologi Hindu. Candi banyak didirikan di Pulau Jawa sekitar abad ke-8 hingga
ke-14 Masehi. Memang ada candi yang lebih tua dari abad ke-8, tapi tidak
banyak. Di luar Jawa, bangunan candi terdapat di Bali, Sumatera, dan
Kalimantan.
Hingga
kini, di seluruh Nusantara terdapat ratusan candi, baik yang sudah dipugar
maupun belum dipugar. Bahkan ada candi yang hanya berupa onggokan batu atau
serakan batu, karena batu-batunya hilang entah ke mana. Yang menarik
perhatian masyarakat, termasuk seniman, tentu saja candi-candi yang pernah
dipugar. Terutama Candi Borobudur dan Candi Prambanan, yang sudah ditetapkan
sebagai Warisan Dunia.
Di luar
candi, sebenarnya gedung museum dan bangunan bersejarah lain sudah mendapat
perhatian masyarakat. Sejumlah gedung museum dan bangunan bersejarah beberapa
kali pernah digunakan untuk latar klip video kelompok-kelompok musik.
Pertanyaan
kita sekarang: apakah candi-candi di lapangan benar-benar diminati
masyarakat? Apakah hanya diminati kalau ada pertunjukan seni atau kebudayaan?
Kita harapkan bukan hanya seniman yang mampu mengambil inspirasi dari candi.
Masyarakat pun akan mendatangi candi secara langsung, karena candi memiliki
nilai kearifan, seperti toleransi beragama (antara Candi Prambanan yang
bersifat Hindu dan Candi Plaosan yang bersifat Buddha), pesan moral
(berdasarkan relief cerita), dan keterampilan seniman (dalam memahat arca).
Kita
tentunya tidak berharap bangunan-bangunan kuno dijauhi masyarakat karena
kesan negatif itu. Betapapun, banyak nilai positif terdapat pada
gedung-gedung kuno, seperti halnya pada candi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar