|
RENCANA pembangunan pabrik baja di
kawasan situs Trowulan akhirnya dibatalkan oleh Bupati Mojokerto. Pembatalan
tersebut atas dasar prinsip lebih mengutamakan kepentingan umum dan negara.
Kabar rencana
pembangunan pabrik baja itu mulai ramai dibicarakan masyarakat pada Agustus
2013. Mereka menentang keras karena pabrik akan merusak situs cagar budaya.
Kawasan situs
Trowulan diyakini masih banyak menyimpan peninggalan Majapahit. Kondisi
Trowulan saat ini juga dinilai tidak steril.
Selain banyak
pabrik pembuatan batu bata skala kecil dan besar, di lokasi tersebut semua
orang juga bebas mendirikan bangunan.
Selain
melakukan unjuk rasa di depan pabrik baja dan Pendapa Kabupaten Mojokerto,
masyarakat yang peduli pun membuat Petisi Online Penyelamatan Trowulan melalui
situs www.change.org. Petisi tersebut kemudian diserahkan kepada Gubernur Jawa
Timur.
Trowulan
Situs Trowulan
ditemukan pada masa Gubernur Jenderal Raffles berkuasa di Hindia Belanda
(1811-1816). Luas wilayah yang diduga ibu kota Kerajaan Majapahit itu
diperkirakan mencapai 9 kilometer x 11 kilometer. Banyak candi dan peninggalan
arkeologi terdapat di sana.
Penyelamatan
situs Trowulan menjadi isu internasional setelah situs tersebut dinyatakan
sebagai situs pusaka World Monuments Fund yang terancam hancur.
Karena terancam
punah, pada 8 Oktober 2013 lalu, situs Trowulan masuk dalam program World Monuments
Watch tahun 2014.
Sebenarnya
kekhawatiran akan situs Trowulan sudah dirasakan sejak 1960-an. Ketika itu,
perusakan besar-besaran terjadi di sana.
Masyarakat
mengambili batu bata merah dari pekarangan rumah mereka untuk ditumbuk menjadi
bahan baku pembuatan semen merah. Di kawasan Trowulan pernah terdapat sekitar
300 industri bata merah.
Kebiasaan
penduduk mencari emas dengan cara menggali lubang, kemudian menyaring pasir,
juga masih ramai dilakukan. Otomatis tanah dan benda-benda di dalamnya ikut
terganggu.
Penggalian
untuk mencari bata merah kuno masih berlangsung hingga kini karena permintaan
pasar masih cukup tinggi.
Industri semen
merah menjadi massal karena masyarakat tidak mempunyai keterampilan lain.
Pernah ada
upaya merelokasi masyarakat dari Trowulan, tetapi mendapat tentangan. Bahkan,
pemerintah daerah tidak memiliki anggaran sebagaimana yang dibutuhkan.
Akhirnya, upaya relokasi gagal.
Tidak
mengherankan, industri lokal itu tetap berjalan tanpa bisa dicegah oleh para
ilmuwan. Maka, sampai kini, meskipun menurut kitab kuno Nagarakretagama (1365)
terdapat ratusan candi dibangun pada masa Kerajaan Majapahit, sisa-sisanya
sudah tidak bisa ditemukan lagi. Sebagian besar lenyap tergerus industri semen
merah.
Didiamkan
Jelas tak
terhitung banyaknya bata kuno yang sengaja dihancurkan masyarakat dengan dalih
demi perut. Bukan hanya itu, artefak-artefak berukuran kecil pun sering
ditemukan penduduk dan dijual kepada pengunjung Trowulan.
Situs Kolam
Segaran, masih di kawasan Trowulan, juga pernah mengalami ”pelecehan arkeologi”
pada masa Orde Baru.
Biang keladinya
adalah ulah segelintir paranormal yang mengusulkan kepada para pejabat untuk
menjadikan tempat itu sebagai tempat mencari berkah. Muncul cerita, di sana
”Prabu Brawijaya” datang memberikan ”petunjuk” kepada para petinggi Orde Baru.
Agar ”Prabu
Brawijaya” kerasan di sana, situs dipugar. Tragisnya, yang memugar adalah para
”arkeolog dukun” alias paranormal itu berdasarkan wangsit, bukan atas dasar
landasan arkeologis.
Memang kejadian
di situs Trowulan masih dikategorikan sebagai ”perusakan” sehingga ”dosanya”
lebih ringan daripada ”penghilangan” atau ”perobohan” peninggalan masa lalu.
Namun,
sebenarnya banyak bangunan kuno di sejumlah kota justru sengaja dihilangkan
atau dirobohkan karena dianggap tidak mempunyai prospek ekonomi. Bangunan lama
digantikan dengan bangunan baru di atasnya.
Sebagai negara
yang telah mengalami perjalanan sejarah panjang, ada ribuan warisan kuno yang
memerlukan penanganan lebih lanjut.
Trowulan
hanyalah salah satunya. Masih banyak situs dan artefak terbengkalai di sejumlah
daerah.
Seperti halnya yang lalu-lalu, alasan klasiknya adalah
ketiadaan dana perawatan. Sampai kapan kita tidak menghargai warisan nenek
moyang? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar