|
SEBAGAI rencana strategis saat ini dan masa mendatang, dengan
segala peluang, tantangan, dan ancaman yang akan dihadapi, selain fondasinya
harus kukuh, transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif di bidang industri
membutuhkan pilar penyangga yang kuat.
Pilar itu antara lain pemanfa- atan sumber daya alam yang
memberi nilai tambah, kesiapan sumber daya manusia, dan pasokan energi dari
sumber terba- rukan. Ketiga pilar itu butuh alat pendukung berupa teknologi
mutakhir, lembaga pendidikan terbaik, dan kebijakan pemerintah yang
implementatif.
Pada tingkat implementasi, nilai dasar yang harus dipegang
adalah kebijakan dan keterlibatan semua pemangku kepentingan secara integral,
sinergis, dan terangkai dengan baik dari hulu hingga hilir. Kementerian,
pemerintah daerah, kalangan usahawan, perbankan, perguruan tinggi, dan pemangku
kepentingan lainnya harus duduk bersama dan bergandengan tangan.
Pemerintah pusat dan daerah duduk bersama mendukung kebijakan
yang berpihak. Dorong sebanyak mungkin pelaku usaha dari level industri kecil
untuk naik kelas dengan memberi berbagai pelatihan, modal, kebijakan yang
mempermudah pengelolaan bisnis, fasilitas, infrastruktur, dan kepastian hukum.
Kalangan usahawan tentu saja berkepentingan mengembangkan
lebih lanjut berbagai produk yang mereka hasilkan. Bekerja sama dengan
perguruan tinggi dan lembaga riset, membiayai dan menciptakan berbagai
teknologi yang mendukung upaya pengembangan produk dan penghiliran. Usahawan
harus bekerja sama dengan pemerintah dan perguruan tinggi mendorong lahirnya
sekolah dan lembaga pelatihan yang mendidik generasi muda Indonesia yang
terampil dan berdaya saing global.
Tak hanya itu, kalangan usahawan—bekerja sama dengan
pemerintah pusat ataupun daerah—bersedia mengundang para pelajar berkunjung ke
perusahaan dengan tujuan menumbuhkan kebanggaan kepada produk dalam negeri
sejak dini.
Dari sisi pembiayaan, peran perbankan sangat strategis karena
darah dari industri adalah dana—tentu saja—dengan tingkat suku bunga yang
kompetitif. Sementara itu, perguruan tinggi berperan melakukan berbagai riset
mengembangkan teknologi dan produk unggulan sebagai bagian dari program
penghiliran. Perguruan tinggi juga harus mau mendengar kebutuhan kalangan
usahawan terkait dengan kualitas lulusannya yang tak hanya terampil, tetapi
juga bermoral.
Di era globalisasi industri, semua negara menjadi mata rantai
pasar global. Kondisi ini tentu saja harus dilihat sebagai peluang sekaligus
ancaman. Peluang, jika pelaku industri mampu menembus pasar global itu.
Ancaman, apabila di pasar domestik pelaku industri nasional tidak berdaya.
Untuk itu semua, selain tiga pilar dan alat pendukungnya,
produk industri nasional harus memiliki ciri khas Indonesia: harga murah, dapat
diproduksi dengan cepat dalam jumlah banyak, kualitasnya terbaik, dan
berorientasi konsumen.
Penghiliran
Penghiliran merupakan stra- tegi yang mutlak dilakukan di
seluruh sektor industri yang basis produksinya sumber daya alam. Dengan
mengembangkan produk jadi, nilai tambah dan pasokan kebutuhan dalam negeri
akan dapat dipenuhi sendiri. Apa yang telah dicanangkan Kementerian
Perindustrian mendorong penghiliran harus diteruskan, disertai dengan
dukungan kementerian terkait. Tak hanya industri manu- faktur, sektor migas,
peternakan, pertanian, dan perkebunan juga harus melakukan hal serupa.
Penghiliran akan melahirkan banyak sekali industri baru yang
akan menyerap tenaga kerja. Sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan yang
dimodernisasi akan menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan mengembangkan banyak
kawasan industri di luar Jawa. Inilah strategi transformasi ekonomi Indonesia
yang inklusif: selain mendorong pemerataan pengembangan industri di sejumlah
daerah, juga akan menyerap banyak tenaga kerja. Implikasinya, gini rasio akan
semakin rendah. Data Bank Dunia melansir bahwa hingga 2011, tingkat gini rasio
Indonesia adalah 38,1 persen. Jadi, masih ada kesenjangan yang tinggi.
Penyebabnya pertumbuhan ekonomi yang keropos, ditopang tingkat konsumsi
domestik. Bukan oleh produktivitas.
Di era industri global, human capital merupakan
kekuatan utama untuk membangun keunggulan kompetitif dalam jangka panjang.
Dengan keunggulan demografi yang dimiliki, Indonesia akan menjadi negara yang
sumber daya manusianya kompetitif. Dari mulai hulu hingga hilir, pelaku
industri harus benar-benar disiapkan. Bukan hanya pekerja yang terampil,
melainkan juga calon pengusahanya.
Pendidikan, pelatihan, pemagangan, dan
berbagai bentuk pemberian ilmu pengetahuan dan keterampilan harus dilakukan
dengan merata dan meluas. Dengan demikian, tak hanya pekerjanya yang hebat,
tetapi juga lahir para usahawan di bidang industri yang hebat. Dengan demikian,
kita akan bisa keluar dari ”jebakan kelas menengah” yang mungkin terjadi.
Di bidang pertanian, peternakan, dan perkebunan, saat ini
terjadi kehilangan generasi pekerja dan pelaku usaha karena anak mudanya lebih
memilih bekerja di sektor manufaktur. Sementara itu,
modernisasinya relatif terlambat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri
mengingat produk pertanian, perkebunan, dan peternakan menjadi salah satu
kebutuhan dasar di masyarakat. Saat ini pemenuhannya lebih banyak melalui
impor. Dengan pasar yang besar dan fakta bahwa akan menyerap begitu besar
tenaga kerja, sektor tersebut harus mendapatkan perhatian utama. Itu tak bisa
hanya dilaku- kan di bagian hilir. Dari hulu sudah disiapkan sebaik mungkin.
Mulai SMK hingga perguruan tingginya harus disiapkan.
Energi
terbarukan
Pada 2013 diperkirakan konsumsi minyak nasional mencapai 50
juta kiloliter. Produksi minyak dalam negeri hanya 840-850 barrel per hari.
Keadaan ini harus diwaspadai. Jangan sampai Indonesia jadi negara pengimpor
minyak terbesar di dunia. Karena itu, kelanjutan program energi yang terbarukan
harus benar-benar direalisasikan dengan baik dengan kapasitas besar. Persoalan
intinya terletak pada dukungan pemerintah secara penuh agar perbankan mau
menyediakan kredit sehingga pihak swasta mau berinvestasi.
Indonesia berpontensi mengembangkan energi terbarukan yang
cukup banyak, sejak yang bersumber dari geotermal, minihidro, dan sebagainya.
Anugerah yang patut disyukuri dengan mengoptimalkannya, bukan membiarkannya tak
terkelola.
Ketiga pilar ini menyangga bangunan bernama industri
nasional. Menjadi tugas bersama menguatkannya sehingga pembangunan ekonomi
yang berkeadilan dan menyejahterakan terlaksana dan terasa anak bangsa. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar