Rabu, 20 November 2013

BI Rate dan Pertumbuhan Ekonomi

BI Rate dan Pertumbuhan Ekonomi
Bambang Setiaji  ;   Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
KORAN SINDO,  20 November 2013



Pertengahan November ini Dewan Gubernur BI mengumumkan lagi kenaikan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,5%. Terhitung sejak Juni 2013 BI Rate sudah meningkat sebesar 175 basis poin atau 1,75%. 

Langkah tersebut dilakukan untuk mengendalikan hubungan ekonomi luar negeri kita yang terlihat dari defisit neraca berjalan dan defisit neraca pembayaran. Defisit neraca berjalan disebabkan oleh konsumsi baik migas dan nonmigas yang terus meningkat. Angka defisit neraca pembayaran dibanding angka neraca berjalan terlihat lebih rendah yaitu USD9,8 dan USD2,5 miliar selama triwulan II/2013. Ini artinya bahwa terdapat modal asing yang masuk. Modal asing yang masuk dapat dirinci menjadi dua kelompok yaitu penanaman modal langsung berupa pendirian usaha bisnis dan penanaman pada portofolio, terutama untuk membeli obligasi dan saham. 

Misalnya, pada triwulan ketiga tercatat surplus USD3,3 miliar penanaman modal langsung di sektor ritel dan USD2,5 miliar dolar ditanam dalam portofolio. Kita selalu mengandalkan masuknya modal asing untuk menutup defisit neraca berjalan. Apa interpretasi sederhana dari perilaku kita sebagai bangsa tidak lain adalah menutup perilaku konsumtif misalnya membeli BBM untuk dibakar, mobil pribadi murah, dan barang konsumsi lain seperti konsumsi gagdet canggih yang mengenakkan hidup, dengan jalan menggadaikan tanah untuk perkebunan, tambang dan hasilnya, kayu dan hasil hutan, serta kekayaan laut. 

Konsumsi kita akan kenikmatan hidup dan lifestyle tercermin pada defisit transaksi berjalan, dan cara kita menggadaikan aset produktif kepada luar negeri tercermin dari surplus neraca modal yang berarti masuknya modal asing baik berupa penanaman langsung maupun dalam bentuk pembelian saham dan pinjaman asing melalui penjualan obligasi. Cara hidup kita menyimpang dari kearifan bangsa yaitu sederhananya seperti perilaku anak durhaka yang pekerjaannya menggadaikan aset untuk hidup hura-hura. 

Ini harus dipecahkan dengan cara yang mendasar dan bukan hanya dengan kebijakan sementara. Namun, kebijakan sementara diperlukan supaya tekanan bisa mereda dan kita bisa menata kembali kekurangan mendasarnya. Kenaikan BI Rate bertujuan jangka pendek terutama untuk menurunkan laju inflasi berdampak restriktif terhadap permintaan umum dan sekaligus menurunkan defisit neraca luar negeri. 

Namun, kenaikan suku bunga ini berdurasi jangka pendek karena ini bertentangan dengan tujuan ekonomi utama yaitu meningkatkan jumlah produksi nasional dengan jalan memperbanyak usaha baru dan mendorong ekspansi usaha yang sudah ada. Tujuan utama lain yang sangat serius adalah menurunkan angka pengangguran dan setengah pengangguran. BI Rate yang tinggi mendorong naik suku bunga umum perbankan dan sekaligus menurunkan level investasi. Rencana-rencana bisnis dengan keuntungan marginal akan dibatalkan karena kelayakannya dibandingkan dengan suku bunga menjadi berkurang walaupun bisnis tersebut tidak di biayai dari bank. 

Pentingnya Pertumbuhan Ekonomi 

Penentangan terhadap kebijakan yang propertumbuhan ekonomi tidaklah ditujukan untuk memperlambat ekonomi, tapi kepada untuk apa dan untuk siapa hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut. Dengan demikian, yang dipersoalkan adalah kegunaan dari tambahan produksi nasional terutama siapa yang menikmatinya. Sepanjang pertumbuhan ekonomi dicapai dengan membuka lapangan kerja baru, itu sangat bermanfaat bagi rakyat kebanyakan. 

Pertumbuhan ekonomi bertujuan mempertahankan tingkat kesejahteraan per kapita untuk mengimbangi bertambahnya penduduk terutama usia muda, bahkan meningkatkan pendapatan per kapita seluruhnya. Tujuan lain dari pertumbuhan ekonomi yang berbentuk usaha baru dan ekspansi usaha yang sudah ada adalah penyediaan lapangan kerja bagi generasi muda. Yang terakhir ini sangat penting karena lulusan sekolah baik menengah umum maupun kejuruan yang siap bekerja makin besar. 

Lulusan perguruan tinggi juga makin besar yang menginginkan lapangan kerja yang lebih berkualitas. Dengan demikian, rakyat mengharapkan bukan saja kuantitas lapangan pekerjaan, melainkan juga kualitas lapangan pekerjaan yang ada. Generasi yang makin terdidik tersebut menginginkan pekerjaan yang lebih menantang dan penerapan teknologi yang makin tinggi. Beberapa dekade lalu terdapat perdebatan siapa yang tumbuh, apakah industri yang padat tenaga kerja atau industri yang padat kapital. 

Perdebatan seperti ini menghilang sendiri karena kenyataan bahwa terdapat tenaga-tenaga terdidik yang mengharapkan ada industri dengan penggunaan level teknologi yang lebih tinggi. Untuk kasus yang lebih ekstrem, yaitu indikasi terjadi ketimpangan yang makin tinggi akhir-akhir ini, bisa diterima dengan berpikir lebih positif bahwa hanya dengan perusahaan yang makin kaya saja pengembangan produk dengan teknologi makin tinggi diharapkan terjadi. Dengan kata lain, generasi yang makin baik pendidikannya yang menghendaki ada perusahaan yang makin tinggi teknologinya, 

juga menghendaki ada pengusaha yang memperoleh laba yang besar dan memiliki kemampuan untuk mencoba menerapkan teknologi tinggi. Kecemburuan kepada si kaya sebenarnya tidak perlu terjadi dengan alasan bahwa kemampuan mengonsumsi manusia ternyata terbatas. Justru dengan menjadi sangat kaya modal akan otomatis disosialkan. Jika kita memiliki 100 perusahaan kita tidak akan mampu mengurusnya dan akan kita angkat direktur-direktur dan para pekerja secara objektif dan mungkin perusahaan tersebut praktis akan menjadi bersifat sosial. 

Perusahaan modern akan berbasis testdan merit systemdalam karier dan hal tersebut mendorong modal menjadi bersifat sosial. Di sisi pasar, generasi kita juga memiliki intensitas konsumsi yang makin tinggi. Dengan kata lain, bukan konsumsi rakyat akan barang berteknologi tinggi yang harus diturunkan, melainkan kemampuan memproduksi pada industri tinggi di dalam negeri yang harus ditingkatkan. Di bidang industri pengolahan ini meliputi antara lain kelompok elektronika, informasi, komunikasi, dan komputer serta industri transportasi, kendaraan roda dua, roda empat, kapal, dan bahkan industri pesawat. 

Dengan absennya pemerintah untuk memproduksi langsung barang-barang ini, hanya swasta besar dan yang menikmati laba jangka panjang memungkinkan memulai dan memulai kembali industri tinggi tersebut. Pemerintah dengan APBN dan APBD-nya diharapkan menjadi motor pembeli barang-barang tersebut supaya industri tinggi tersebut dapat bernafas dan dapat belajar memperbaiki kualitasnya. Kebijakan moneter seperti BI Rate adalah obat pereda sementara, pada jangka panjang hanya melalui peningkatan kemampuan industri dalam negeri untuk memenuhi dahaga konsumsi rakyat yang makin tinggi yang akan menyeimbangkan defisit neraca berjalan. 

Tanpa peningkatan kemampuan industri tinggi defisit itu akan kita bayar dengan konsesikonsesi yang menggerus fundamen ekonomi kita. Kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka panjang atau jangka pendek yang diulang- ulang akan mendorong perubahan dari bangsa pembuat menjadi bangsa pedagang. Hanya sektor perdagangan yang dapat menutup suku bunga tinggi, di mana pengusaha akan beralih untuk menjadi pengimpor daripada menjadi produsen nasional. Itu akan memperparah hubungan ekonomi kita menjadi ekonomi yang tergantung. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar