Usir Diplomat
Australia dan AS
Hikmahanto Juwana ; Guru Besar
Fakultas Hukum Universitas
Indonesia
|
KORAN
SINDO, 20 November 2013
Senin lalu
pasca merebaknya berita penyadapan terhadap sejumlah pejabat, termasuk
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani, pemerintah pun bereaksi
terhadap Australia. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa berbicara keras
atas tindakan Australia melakukan penyadapan. Australia dianggap telah mengkhianati
hubungan yang selama ini telah dibangun. Menlu pun menyatakan Duta Besar
Indonesia untuk Australia dipanggil (recall) untuk konsultasi.
Tidak Senang
Dalam dunia diplomasi, pemanggilan dubes merupakan salah satu tindakan
ketika suatu negara ingin menunjukkan ketidaksenangannya atas perilaku dari
negara lain. Meski reaksi pemerintah sudah menunjukkan kemajuan dari
sebelumnya dan baik, namun hal itu belum tegas. Belum tegas karena
pemanggilan dubes baru dilakukan saat ini padahal merebaknya masalah
penyadapan sudah beberapa pekan. Tindak lanjut ketika menlu menyampaikan
protes keras dan menuntut penjelasan membutuhkan waktu yang relatif lama.
Padahal dalam tahap sekarang, Indonesia memiliki opsi untuk memberi reaksi
yang lebih tegas dengan melakukan pengusiran (persona non grata) sejumlah
diplomat Australia dan AS. Belum lagi muncul pertanyaan mengapa pemerintah
bereaksi lebih tegas dari sebelumnya ketika dilansir berita bahwa
penyadapan dilakukan terhadap Presiden SBY dan Ibu Ani. Mengapa ketika
sekarang muncul nama SBY dan Ibu Ani, pemerintah langsung reaktif.
Bukankah Indonesia milik rakyat Indonesia, bukan sekadar milik Pak SBY dan
Ibu Ani? Belum lagi reaksi pemanggilan dubes Indonesia di Australia tidak
ditujukan untuk penyelesaian masalah penyadapan secara tuntas. Mengapa
demikian? Ini karena reaksi hanya ditujukan ke Australia. Padahal, aktor
intelektual dari penyadapan yang merebak ini adalah AS. Australia hanyalah
salah satu pendukung AS dalam kegiatan penyadapan.
Snowden
Pemerintah seharusnya segera melakukan pengusiran terhadap diplomat
Australia dan AS. Dengan adanya pengusiran maka kemarahan yang paling
maksimal dalam koridor menjaga hubungan diplomatik telah dilakukan. Baik AS
maupun Australia akan mengerti bila tindakan tegas ini dilakukan oleh
Indonesia. Kedua negara dalam posisi mereka memang melakukan penyadapan
namun tidak dapat menyampaikan secara eksplisit di ruang publik. Oleh
karena itu, pengusiran diplomat AS dan Australia tidak akan dibalas oleh
kedua negara.
Bahkan, hubungan Indonesia dengan kedua negara tidak akan terganggu.
Terpenting bagi AS dan Australia adalah mereka memberi ruang bagi Indonesia
untuk menyampaikan kemarahan dan ketidaksenangannya. Satu hal yang tidak
mungkin dilakukan oleh AS ataupun Australia adalah memenuhi tuntutan
Indonesia untuk memberi klarifikasi dan penjelasan dari kegiatan
penyadapan. Sampai kapan pun dua negara ini tidak akan melakukannya. Ada
tiga alasan.
Pertama, Australia tidak akan mengubah kebijakan bila ketahuan melakukan
penyadapan. Kebijakan yang sudah dipegang secara teguh. Kedua, sekali
Australia memberi penjelasan kepada Indonesia maka negara lain yang menjadi
korban penyadapan oleh Australia akan menuntut hal yang sama. Ketiga,
Australia tidak akan memberi penjelasan karena terkuaknya penyadapan bukan
oleh otoritas Indonesia, melainkan oleh Snowden.
Saat sekarang karena belum ada tindakan yang maksimal dari Indonesia
terhadap kedua negara, maka ini akan mengganggu hubungan internasional.
Edward Snowden pun akan tertawa senang. Ia akan sesumbar karena dengan
informasi yang dimilikinya ia telah membuktikan dapat mengadu domba negara.
Bisa jadi ini merupakan eksperimennya dengan memiliki dokumen penyadapan AS
dan Australia.
Snowden pun telah mampu mempermalukan Indonesia dengan mengungkap sedikit
semi sedikit dokumen yang dimilikinya ke media. Di dunia, Indonesia telah
dikesankan sebagai negara yang mudah disadap. Sekali lagi, bangsa ini
meminta sikap tegas Presiden dengan mengusir diplomat AS dan Australia
dalam waktu dekat ini. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar