The
Power of Impulse and Instinct
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
|
KOMPAS,
20 April
2018
ADA ungkapan bijak yang
mengatakan: Without meaning life is
guided by impulse and instinct. Hidup tanpa kesadaran makna adalah tak
ubahnya manusia hidup dalam level hewani yang hanya digerakkan oleh dorongan
emosi dan insting.
Meminjam frase Hobbes, hidup hanya
digerakkan oleh motif avoiding the pain, searching for the pleasure.
Menghindari kepedihan dan mengejar kenikmatan, yang keduanya bersifat
fisikalemosional.
Dua kecenderungan ini secara
simbolis dan kasatmata terlihat pada dua hal, seperti banyaknya rumah sakit
dan restoran. Rumah sakit menunjukkan ketakutan orang agar terhindar dari
derita hidup, sedangkan restoran adalah simbol pusat kelezatan. Tentu saja
apa yang masuk kategori derita dan kelezatan hidup bisa diperluas variasinya.
Kelezatan tidak sekadar makan memenuhi selera lidah, ada juga sexual need dan
sebagainya.
Kekuatan nalar, nurani, dan agama
memberikan perspektif lebih luas dan lebih tinggi jika kita bicara tentang
hidup yang bermakna (meaningful life). Pertama sebuah kesadaran bahwa hidup
itu sebuah perjalanan dan pencarian makna tanpa akhir, yang sekaligus juga
merupakan anugerah dan amanah. Seseorang akan merasa bahagia dan bermakna
ketika dirinya produktif dan bermakna bagi orang lain.
Agama dan peradaban apapun akan
sepakat terhadap konsep summum honum, bahwa manusia selalu ingin meraih
kebaikan tertinggi. Itulah fitrah manusia, yang memang merupakan blueprint
Ilahi. Selalu ingin meraih kebaikan, kebenaran, keindahan, kedamaian, dan
kemerdekaan diri.
Jika kita tidak mampu naik tingkat
berada pada tataran dan gelombang hidup yang lebih rasional dan spiritual,
kehidupan akan terjatuh dan berputar-putar pada level hidup hewani yang
semata berdasarkan insting. Hiruk-pikuk politik hari ini bisa saja menyimpan
blind spot, sebuah lubang dalam kegelapan, yang bisa membuat kita terjatuh,
masuk kubangan politik murahan karena semata dorongan nafsu untuk berkuasa
tanpa bimbingan dan komitmen nalar sehat, jernih, dan hati nurani.
Orang sibuk memikirkan kepentingan
dirinya, tetapi menggunakan dalih agama dan kepentingan negara dan bangsa.
Tidak jelas konsep dan agenda membangun bangsa dan melayani masyarakat,
terkalahkan oleh nafsu pribadi yang mengakumulasi dan menggurita dalam
kelompok.
Orang kehilangan autentisitas jati
dirinya, lebur dalam identitas dan kerumunan massa. Ciri massa cenderung
mengedepankan emosi, mudah diprovokasi, mudah hanyut dalam solidaritas
kelompok sesaat, namun semakin jauh dari nalar sehat. Karena impulse dan
instinct hanya mengetahui enak dan tidak enak, hanya merasakan suka dan tidak
suka, maka pertimbangan nalar tentang benar dan salah lalu terpinggirkan.
Itulah kerja insinct hewani. Secara psikologis, apa yang disebut tindakan
dosa semuanya adalah akibat dari kelemahan nalar seseorang dalam
mengendalikan instingnya.
Gunanya pendidikan dan agama
adalah untuk mengangkat derajat seseorang dari level hewani agar naik ke
level insani dan rohani. Namun, tingkat kepintaran dan pendidikan seseorang
tidak menjamin seseorang semakin bijak dan arif, jika tidak membiasakan untuk
berpikir, berbicara, dan bertindak yang benar serta rasional, tidak semata
untuk mengejar hal-hal yang menyenangkan. Ketika melihat para politisi tampil
debat di televisi kadang terlihat nyata, ada di antara mereka yang tidak
mampu mengontrol emosinya dan egonya.
Ketika sedikit saja egonya
tersentuh, langsung emosinya terbakar, lupa bahwa mereka berbicara di depan
publik, lupa bahwa mereka seorang sarjana, lupa bahwa mereka tokoh publik
atau statusnya sebagai wakil rakyat. Jadi, ketika ruang kebebasan terbuka
lebar atau tak lagi di bayangi oleh peraturan negara yang mengekang, sekarang
terlihat bahwa banyak dari kita yang perilakunya ternyata belum dewasa.
Mereka terkena the dizzy of freedom atau mabuk kebebasan.
Mereka melupakan kepantasan sosial sehingga justru bisa menjatuh kan martabat
dirinya. Wacana di ruang publik menjadi pengap dan turun kualitasnya.
Kata-kata lalu ke hilangan wibawa dan maknanya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar