Mengungkit
IPM dari Desa
Sonny Harry B Harmadi ; Plt. Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat,
Desa, dan Kawasan Kemenko PMK; Ketua
Umum Koalisi Kependudukan
|
KOMPAS,
27 April
2018
Badan Pusat Statistik
(BPS) baru saja merilis Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2017. Terjadi
kenaikan dari 70,18 menjadi 70,81 dan semakin mengukuhkan Indonesia sebagai
negara dengan status high human development.
Namun, kenaikan IPM nasional
saja tidaklah cukup. Kita ingin pencapaian IPM yang semakin merata. Faktanya,
masih ada kesenjangan IPM antardaerah.
Data IPM provinsi
menunjukkan bahwa 18 dari 34 provinsi di Indonesia memiliki capaian IPM
sedang dan satu provinsi terkategori rendah, yaitu Papua. Meskipun demikian,
10 dari 18 provinsi capaian IPM-nya sudah ”sangat dekat” dengan kategori high
human development. Sementara Papua sangat berpotensi untuk naik kelas
setidaknya dalam dua tahun ke depan untuk mencapai kategori sedang.
Program pembangunan
afirmatif secara masif di Papua telah mengungkit IPM Papua ke angka 59,09,
hampir mencapai angka 60 yang menjadi batas IPM kategori sedang. Bahkan,
pertumbuhan IPM Papua selama periode 2016-2017 menjadi yang tertinggi di
Indonesia, jauh melampaui 33 provinsi lainnya, dengan pertumbuhan 1,79
persen. Selama kurun yang sama, DKI Jakarta sebagai satu-satunya provinsi
dengan IPM berkategori sangat tinggi tumbuh sebesar 0,58 persen.
Strategi
meningkatkan IPM
Kita harus paham cara
perhitungan indikator IPM agar formulasi strategi untuk mengungkit IPM
efektif. Satu-satunya indikator kesehatan yang digunakan dalam perhitungan
IPM ialah usia harapan hidup.
Usia harapan hidup akan
meningkat jika kita mampu menekan angka kematian bayi serendah mungkin.
Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang
dilakukan BPS, diketahui bahwa angka kematian bayi berhasil turun dari 32
menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup selama lima tahun terakhir. Sebuah
capaian yang sangat baik. Meskipun demikian, setiap 100 bayi yang lahir
hidup, masih ada 2-3 bayi yang meninggal sebelum mencapai ulang tahun
pertamanya. Untuk itu, upaya penurunan angka kematian bayi harus terus
dilakukan.
Strategi peningkatan IPM
pendidikan dengan cara menekan serendah mungkin angka putus sekolah. Program
Indonesia Pintar (PIP) memiliki peran penting untuk menekan angka putus
sekolah. Namun, fakta di sejumlah negara berkembang menunjukkan bahwa putus
sekolah erat kaitannya dengan kemiskinan orangtua. Mendorong anak sekolah
tidaklah cukup karena harus dibarengi upaya perbaikan kesejahteraan keluarga.
Itu sebabnya, PIP harus berjalan beriringan dengan bantuan sosial lainnya,
termasuk Program Keluarga Harapan (PKH) yang cakupannya diperluas hingga
mencapai 10 juta keluarga penerima manfaat pada 2018 ini.
Indikator ekonomi dalam
IPM mencerminkan daya beli masyarakat. Daya beli dapat meningkat dengan dua
prasyarat utama, yaitu terjaganya stabilitas harga dan meningkatnya
pendapatan masyarakat. Perbaikan kesejahteraan diawali oleh perbaikan
pendidikan dan kesehatan penduduk. Oleh karena itu, memperbaiki IPM
pendidikan dan kesehatan akan berdampak jangka panjang terhadap perbaikan
daya beli masyarakat.
Proyeksi penduduk
Indonesia 2010-2035 (Bappenas) menunjukkan bahwa secara kuantitas jumlah
penduduk perkotaan saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan,
dengan perbandingan 53:47 persen. Namun, secara kualitas, provinsi dengan
mayoritas penduduk tinggal di pedesaan cenderung memiliki persentase
kemiskinan yang tinggi, dengan capaian IPM di bawah rata-rata nasional. Dari
514 kabupaten/kota di Indonesia, masih terdapat 32 kabupaten dengan capaian
IPM berkategori rendah (Kompas, 18 April 2018).
Menarik untuk dicermati
bahwa 32 kabupaten yang tersebar di enam provinsi (Papua, Papua Barat, NTT,
Sumatera Utara, Maluku Utara, dan Jawa Timur) mayoritas penduduknya tinggal
di perdesaan (dengan proporsi di atas 60 persen). Hal ini menjadi sinyal
pentingnya membangun desa untuk mendukung pemerataan pembangunan manusia Indonesia.
Sejak 2015 hingga April
2018, pemerintah telah menyalurkan hampir Rp 140 triliun dana desa ke desa,
melalui rekening kas umum pemerintah kabupaten/kota. Meskipun perlu berbagai
penyempurnaan pelaksanaan, tetapi dana desa telah menjadi penggerak pembangunan
di banyak desa. Terdapat 434 kabupaten/kota penerima dana desa dengan jumlah
desa mencapai 74.958 desa.
Salah satu upaya
meningkatkan IPM kesehatan di desa di antaranya melalui program penanganan
stunting yang berdampak terhadap penurunan angka kematian bayi. Pemerintah
telah menetapkan 100 kabupaten prioritas penanganan stunting pada 2018 dan,
menurut rencana, ditingkatkan menjadi 160 kabupaten di 2019. Lokus
pelaksanaan program di desa, fokus pada desa dengan prevalensi stunting dan
risiko kematian bayi yang tinggi. Meskipun kasus stunting tidak hanya di
desa, tetapi secara umum akses pelayanan kesehatan ibu dan anak lebih mudah
di perkotaan dibanding pedesaan.
Stunting merupakan kondisi
anak balita gagal tumbuh yang diukur berdasarkan tinggi badan menurut umur.
Stunting menciptakan risiko kematian yang lebih besar, menurunkan kemampuan
kognitif anak serta rentan terserang penyakit degeneratif saat dewasa.
Penyebabnya dapat dibagi
dua kelompok. Pertama, masalah kurang gizi akibat kekurangan sumber pangan
atau salah pola pangan. Kedua, karena infeksi berulang (recurrent infection)
yang berdampak terhadap defisit gizi anak, terjadi akibat sulitnya akses air
bersih, buruknya sanitasi, dan rumah tidak layak huni.
Ditopang
dana desa
Terkait peningkatan IPM
kesehatan, selain kegiatan yang bersumber dari APBN dan APBD, dana desa
digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur air bersih, sanitasi, dan
permukiman guna mengatasi masalah infeksi berulang pada bayi dan anak balita.
Dana desa juga dimanfaatkan
untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan menggerakkan aktivitas posyandu
dan peningkatan gizi anak melalui pemberian makanan tambahan. Dana desa
digunakan untuk membangun jalan dan jembatan, membuka keterisolasian,
meningkatkan akses penduduk desa terhadap sumber daya ekonomi dan pendidikan
yang lebih baik.
Kita yakin pemanfaatan
dana desa yang akuntabel berkontribusi meningkatkan IPM, mengikis kesenjangan
IPM antardaerah. Menjadi tugas pemerintah bersama pemda untuk mendorong
penyaluran dana desa tepat waktu, tepat manfaat, dan tepat pelaporannya, demi
mewujudkan pembangunan manusia Indonesia yang berkeadilan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar