Suksesi
ke Generasi Cucu
dan
Isu Kudeta di Arab Saudi
Ibnu Burdah ; Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam;
Dosen Fakultas Adab dan
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
KOMPAS,
24 April
2018
Secara de facto, penyerahan
kekuasaan dari Raja Salman kepada Pangeran Muhammad bin Salman sudah terjadi.
Sebab, sang raja sekarang hanya berperan sebagai simbol kerajaan dan takmir
masjid saja, yaitu takmir Masjid Nabawi, Madinah, dan Masjid al-Haram, Mekah.
Peran ini tentu sangat agung sebab itu terkait dengan dua masjid besar paling
penting bagi umat Islam sedunia. Karena itu, gelar raja-raja Saudi
sebagaimana salah satu gelar para Sultan Ustmani adalah Khadim al-Haramain,
pelayan dua Kota Suci. Namun, peran sebagai ”takmir masjid saja” ini tentu
tidak lazim dalam tradisi kekuasaan kerajaan kaya raya itu.
Sementara pos-pos strategis
kerajaan itu sudah berada di bawah kendali putra mahkota. Baik itu bidang
pertahanan keamanan, ekonomi, urusan departemen dalam negeri, dan lainnya.
Hal itu tampak tak hanya di dalam negeri, juga terlihat dalam sejumlah
kunjungannya ke luar negeri, baik ke Mesir, Inggris, Perancis, maupun Amerika
Serikat.
Situasi
matang
Situasi di Saudi saat ini sudah
sangat matang bagi proses terjadinya suksesi de facto itu dari raja ke
pangeran. Berbagai usaha dilakukan dalam memuluskan suksesi itu. Masih segar
dalam ingatan, hanya berselang beberapa hari setelah pembentukan Lembaga
Antikorupsi diumumkan, sekitar 201 pangeran Saudi, menteri dan pejabat
ditangkap. Tak main-main, 11 nama pangeran sangat berpengaruh masuk dalam
daftar itu. Selain itu, 1.700 rekening juga telah dibekukan. Gelombang
reformasi juga sangat gencar.
Walid bin Talal, salah satu orang
terkaya di dunia, yang memiliki bisnis merentang di beberapa negara termasuk
dalam daftar itu. Lalu, Miteb bin Abdullah, orang yang pernah digadang-gadang
sebagai calon kuat memimpin Saudi di masa depan juga turut disingkirkan. Ia
bukan hanya anak kesayangan mendiang Raja Abdullah, juga pemimpin pasukan
elite Garda Nasional. Ia adalah simbol dan “andalan” klan Abdullah.
Klan Talal dan klan Abdullah
merupakan dua klan pesaing Muhammad bin Salman. Yang pertama cenderung oposan
dan kedua pesaing di dalam keluarga dan pemerintahan. Sejumlah tokoh pesaing potensial dari klan
lain, seperti klan Sultan, Nayif, dan lainnya sudah lebih dulu
disingkirkan. Menyingkirkan Miteb
perlu nyali sangat besar sebab begitu kuatnya pengaruh klan ini di Garda
Nasional Saudi. Demikian pula penangkapan Walid bin Talal, kendati kemudian
dibebaskan dengan tembusan uang dengan angka luar biasa besar.
Di tengah konsolidasi tahap-tahap
akhir dari kekuasaan sang pangeran inilah tiba-tiba isu kudeta merebak.
Kendati belum ada kepastian dan kejernihan tentang apa yang sesungguhnya
terjadi, beredarnya video tembak-menembak dengan suara sangat keras di
sekitar istana raja/pangeran menimbulkan spekulasi luas mengenai terjadinya
kudeta di dalam istana.
Penjelasan otoritas keamanan bahwa
itu adalah tembakan terhadap drone mainan yang melintas di atas istana
sepertinya kurang dapat diterima. Namun, beberapa media yang berusaha
menyimpulkan telah terjadi usaha kudeta di kerajaan juga kurang meyakinkan.
Raja Salman bin Abdul Aziz bin
Abdurrahman Ali Saud telah berusia sangat senja. Ia lahir pada 1935. Ia
adalah raja ketujuh di Arab Saudi dan merupakan anak ke-25 dari pendiri
Saudi. Ia naik takhta menggantikan raja Abdullah pada Januari 2015.
Menilik jalannya pemerintahan
Saudi dan kondisi raja, persoalan suksesi kerajaan bisa saja terjadi dalam
waktu sangat dekat, beberapa hari ke depan. Apalagi sang raja beberapa kali
mengalami sakit berat. Selama ini,
pergantian raja Arab Saudi berlangsung cukup ”lancar dan damai”.
Sesuai amanat sang pendiri dinasti
Ali Saud, pengganti Raja adalah anak-anaknya. Jadi prinsipnya ada rotasi
kekuasaan antar-anak Abdul Aziz yang
berbeda-beda ibu. Sejak tahun 1953 hingga saat ini, telah terjadi enam kali
pergantian raja. Dan, amanat sang pendiri dapat dilaksanakan kendati dengan
ketegangan internal keluarga kerajaan. Suksesi berlangsung dari satu anak
sang raja kepada anak yang lain.
Persoalan jadi krusial karena raja
selanjutnya jelas bukan lagi generasi anak, melainkan generasi cucu. Raja
Salman mengangkat anaknya, Muhammad bin Salman bin Abdul Aziz (32), setelah
menyingkirkan putra mahkota Muhammad bin Nayif bin Abdul Aziz (58). Putra
mahkota lain yang disingkirkan adalah Muqrin bin Abdul Aziz yang pernah
menduduki pos putra mahkota pada masa Raja Abdullah. Status putra mahkota
Muqrin dicopot Raja Salman.
Sejak itu, persoalan dalam suksesi
di kerajaan itu sesungguhnya sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi, Raja
Salman kemudian menunjuk anaknya yang masih sangat muda sebagai calon pewaris
takhta, yang kemudian mengambil langkah-langkah ”besar” untuk melakukan
perubahan, baik di dalam istana maupun di masyarakat.
Masa depan kerajaan itu kian
mengkhawatirkan ketika Raja Salman mempreteli kekuasaan klan-klan pesaing.
Klan Sulthan bin Abdul Aziz dibersihkan dari posisi kekuasaan level satu.
Khalid bin Sulthan ketua intelijen Saudi dipecat. Demikian pula dua anak
mendiang Raja Abdullah, Turki bin Abdullah bin Abdul Aziz dan Miishal bin
Abdullah bin Abdul Aziz, diberhentikan dari posisi strategis. Semula hanya beberapa tokoh klan yang
bertahan di pemerintahan, termasuk Miteb bin Abdullah. Namun, ia pun akhirnya
disingkirkan.
Membajak
Takhta
Serangkaian penangkapan dan juga
penyingkiran tokoh-tokoh penting lain jelas bertujuan politik. Secara formal
struktural, seluruh kekuatan senjata Saudi sekarang berada di bawah sang
pangeran. Baik Departemen Pertahanan, Garda Nasional, maupun pasukan
Kementerian Dalam Negeri sekarang berada di genggaman sang pangeran muda ini.
Namun, perlawanan dari klan lain
kemungkinan akan terjadi. Sebab, mereka pun punya hak atas takhta. Tetapi
hak-hak mereka secara sistematis dilucuti dan kekuasaan Saudi dimonopoli satu
klan. Sebelumnya, siapa pun rajanya dan dari klan apa pun, semua klan yang
menonjol memperoleh posisi penting.
Akan tetapi, kini mereka sudah disingkirkan.
Perebutan kekuasaan antar- klan
sulit dihindarkan. Kendati belum ada tokoh besar yang mengosolidasikan
gerakan perlawanan, banyak tokoh telah melarikan diri dari kerajaan itu.
Sekalipun semua pesaing sudah disingkirkan, mereka masih memiliki sumber daya
yang tak bisa langsung dilenyapkan, baik ekonomi maupun pengaruh di
masyarakat Saudi, jajaran militer, bahkan di luar negeri. Mereka hampir pasti
berupaya mengonsolidasikan perlawanan. Dari titik ini, adanya opini luas
mengenai isu terjadinya kudeta sesungguhnya dapat dimengerti. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar