Sabtu, 28 April 2018

Skandal Petrobras dan Lula

Skandal Petrobras dan Lula
Dedi Haryadi ;  Ketua Beyond Anti Corruption;  Peneliti Lembaga Ekolabel Indonesia
                                                         KOMPAS, 27 April 2018



                                                           
Mantan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyerahkan diri dan mulai menjalani hukuman (Kompas, 9/4/2018). Perubahan transformatif apa di balik eksekusi vonis Lula dan pengungkapan skandal korupsi Petrobras (Petroleo Brasileiro)?

Sekurangnya ada dua hal. Pertama, transformasi peradilan Brasil dari yang tadinya padat impunitas—terutama bagi orang kaya dan penguasa—ke arah peradilan tanpa impunitas. Kedua, keterlibatan kawasan sekretif dalam membangun kerja sama penanganan korupsi lintas batas.

Lula terima suap

Juli 2017, Lula divonis  bersalah menerima suap 8 juta dollar AS—berupa apartemen di pinggir pantai dan donasi ke Lula Institute—dari perusahaan multinasional  OAS yang bergerak di bidang teknik, konstruksi, minyak, gas, dan lain-lain.

Di pengadilan banding  hukumannya malah diperberat. Dari 9 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun 1 bulan. Pleidoi Lula, pengacaranya dan kelompok kiri, tampaknya lebih politis ketimbang hukum. Mereka seirama menuduh pengadilan sebagai orkestrasi politik untuk menyingkirkan Lula dari gelanggang politik. Sebagai penyuap, lima mantan Direktur OAS juga dijatuhi hukuman dari 11 tahun sampai 16 tahun penjara.

Selain Lula pribadi, Partai Buruh sebagai partai penguasa juga menerima dana kick back 1 persen dari nilai  kontrak OAS dengan Petrobras. Suap dan kick back itu membuat OAS memenangi dua kontrak pembangunan kilang minyak Petrobras. OAS merupakan salah satu dari 27 kartel kontraktor yang terlibat skandal korupsi Petrobras.

Ini skandal korupsi terbesar se-Amerika Latin dengan nilai kerugian negara 2,1-3,0 miliar dollar AS. Sepanjang 2004-2012, Petrobras dikadali oleh kartel tersebut sehingga harus membayar nilai kontrak pengadaan barang dan jasa 3 persen lebih tinggi daripada yang seharusnya.

Diadili dan dipenjarakannya sekitar 80 pebisnis dan politisi dalam skandal Petrobras menandai berakhirnya impunitas. Seperti di Tanah Air, kelompok elite militer mungkin masih menikmati impunitas.

Ada dua aktor yang berperan penting dalam transformasi peradilan Brasil ini. Pertama, Sergio Fernando Moro (SFM), 46 tahun, hakim federal yang desisif (menentukan) dalam pengungkapan dan pengadilan skandal korupsi.

Kedua, secara kelembagaan, Kementerian Publik, sejenis dengan lembaga kejaksaan yang bebas dan mandiri. Lembaga ini  dirancang spesifik menangani berbagai kasus yang menjadi sorotan publik. Mereka punya anggaran sendiri dan para jaksanya otonom, bukan hanya terhadap pemerintah, melainkan juga di antara para jaksa. Lembaga ini dibangun semasa transisi dari junta militer (1964-1985) ke demokrasi (1985-sekarang).  Dengan sandi Lava Jato atau ”Operation Car Wash”, lembaga ini membongkar dan mengadili skandal korupsi Petrobras sampai ke akarnya.

Sergio Fernando Moro

SFM  adalah orang  yang berpengetahuan dan berkeahlian dalam bidang antikorupsi dan pencucian uang. Sikapnya bebas dan mandiri, integritasnya tinggi dan bernyali besar.

Tahun 2016 ia menyabet tiga penghargaan bergengsi: 1) urutan ke-13  dalam Fortune’s List of World’s Greates Leaders,  2) masuk daftar 100 orang paling berpengaruh versi majalah Time, dan 3) menempati urutan ke-10 dari 50 orang paling berpengaruh dalam dunia keuangan versi Bloomberg Bussinessweeks.

Tahun 2017 ia juga dianugerahi Notre Dame Award. Penghargaan ini diberikan kepada mereka yang mengabdikan diri pada nilai-nilai luhur Universitas Notre Dame, seperti toleransi, pendidikan, keadilan, pelayanan publik, perdamaian, dan kepedulian pada kelompok marjinal.

Namun, SFM tak imun terhadap kritik. Koleganya menuduh SFM eksesif berperan ganda, ya hakim, ya penyidik. Sepak terjangnya dianggap memihak kelompok politik tertentu.

Sebelum mengadili dan memenjarakan Lula, Moro juga mengadili dan memenjarakan konglomerat Marcelo Odebrecht (MO). MO memimpin kelompok bisnis raksasa Odebrecht yang berbisnis segala macam rekayasa, konstruksi, minyak, dan gas.

Kelompok bisnis Odebrecht merupakan donor keuangan politik terbesar bagi para politisi di Brasil. Maret 2015, MO  divonis bersalah karena menyuap—nilai suap mencapai 30 juta dollar AS—dan dihukum 19 tahun.

Desember 2016, hukumannya dikurangi menjadi 10 tahun karena mengaku bersalah, membayar denda Rp 2,6 miliar dollar AS, dan mau bekerja sama mengungkapkan praktik kejahatan.

Testimoninya antara lain mengaku menggelontorkan dana ilegal senilai 48 juta dollar AS untuk membiayai kampanye politik Dilma Rousseff dan Michel Timner. Presiden Rousseff— yang dimentori Lula—dimakzulan pada Oktober 2016. Ia diganti oleh Michel Timner. Pengakuan MO itu menyulitkan posisi Timner sekarang. Apakah pemakzulan akan terulang?

Pemakzulan Rousseff—presiden perempuan pertama Brasil—difilmkan dengan judul O Processo  atau The Trial. Film ini menggambarkan keterbelahan masyarakat Brasil selama dan setelah pemakzulan. Banyak yang menilai pemakzulan Rousseff merupakan kudeta politik yang dilakukan parlemen.

Uji nyali KPK

Nyali tinggi SFM yang mengadili OAS, Odebrecht, dan Lula tidak kita dapati pada saat KPK menyidik kasus reklamasi teluk Jakarta yang menyeret dua korporasi pengembang besar. Kasus skandal korupsi Bank Century juga terkatung-katung.

Padahal, Lula itu kurang prestasi apa? Ia adalah Presiden Brasil (dua periode) terbaik dan paling sukses mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Toh, ia diadili dan dipenjarakan juga.

Oleh karena itu, KPK harus bisa mengungkap dan mengadili siapa aktor the untouchable di balik kasus Century.

Ini momen penting bagi KPK untuk menunjukkan: 1) bahwa integritas dan nyali KPK melampaui penegak hukum lain, 2) mampu mengakhiri impunitas yang lebih banyak dinikmati segelintir elite, dan 3) balas budi kepada publik. Publik yang telah berkali-kali menyelamatkan  KPK dari upaya pelemahan dan penistaan para politisi.

Apakah transformasi peradilan Brasil yang mematikan impunitas mengubah persepsi orang tentang risiko korupsi di Brasil? Tidak ternyata.

Indeks persepsi korupsi malah makin memburuk. Pada 2015, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Brasil 38 (dari skala 0-100) dengan peringkat ke-78 dari 176 negara. Pada 2017, IPK-nya malah turun ke-37, dengan peringkat ke-96. Bandingkan dengan IPK kita, yang pada kurun yang sama, naik dari 36 menjadi 37, dengan peringkat turun dari ke-88 menjadi ke-96. Ada apa dengan IPK?

Skandal korupsi Petrobras masuk kategori korupsi lintas batas (cross border corruption). Sebagian transaksi keuangan, di antaranya pembayaran suap, menggunakan jasa lembaga keuangan Swiss. Demikian juga dana hasil korupsi diparkir di bank-bank Swiss. Sudah jadi pengetahuan  umum, Swiss merupakan kawasan sekretif terbaik dunia. Dalam mengungkap dan mengadili skandal Petrobras, otoritas Swiss (kejaksaan dan regulator lembaga keuangan) bersemangat membangun kerja sama dengan penegak hukum Brasil.

Empat langkah

Ada empat langkah yang dilakukan otoritas Swiss dalam membantu penegak hukum Brasil membongkar kasus ini: 1) menyelidiki puluhan transaksi terkait, 2) membekukan lembaga keuangan yang menampung dana hasil korupsi, 3) membekukan dana hasil korupsi hampir senilai 800 juta dollar AS, dan 4) merepatriasi dana hasil korupsi ke otoritas Brasil. Idealnya, ditambah dengan langkah kelima, yaitu kesediaan dan kesiapan mengekstradisi pelaku korupsi.

Kerja sama Swiss-Brasil mengusut dan mengadili skandal Petrobras bisa jadi model penanganan korupsi lintas batas yang efisien dan efektif. Model ini perlu dikembangkan dan direplikasi bagi penanganan korupsi lintas batas lain. Dengan cara ini niscaya prevalensi korupsi lintas batas akan berkurang.

Pengembangan model kerja sama ini sangat dimungkinkan   karena tindakan kooperatif yang diperlihatkan Swiss bukan hal yang unik. Ada kecenderungan umum kawasan sekretif yang sekarang lebih bersahabat dalam menangani kejahatan keuangan lintas batas. Hal ini tecermin dari banyaknya kawasan sekretif yang menandatangani dan berkomitmen mengimplementasikan pertukaran informasi rekening keuangan (The Multilateral Competent Authority Agreement on Authomatic  Exchange on Financial Account Information).

Beberapa kawasan sekretif terkemuka, yakni Swiss, Inggris (plus belasan kawasan sekretif satelitnya), Singapura, Luksemburg, dan lain-lain, ikut menandatangani dokumen ini.

Sampai Januari 2018, ada 98 negara/kawasan sudah tanda tangan. Panama—yang terkenal dengan fenomena Dokumen Panama—menjadi kawasan ke-98 yang ikut bergabung dalam gerakan  ini. Padahal, sebelumnya Panama dikenal sebagai kawasan sekretif garis keras yang kerap menolak bekerja sama dengan lembaga internasional yang mempromosikan transparansi dan pertukaran informasi tentang  keuangan dan perpajakan.

Dalam hal ini, reproduksi penegak hukum berintegritas dan bernyali tinggi amat diperlukan. Kepemimpinan dan kepeloporan  penegak hukum yang berani dan berintegritas telah memainkan peranan penting dalam menangani korupsi lintas batas, termasuk dengan mengikis impunitas di peradilan Brasil.

Kita perlu mereproduksi orang seperti SFM agar muncul dan eksis dalam institusi peradilan kita, baik di kepolisian, kejaksaan, maupun kehakiman. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar