Politisasi
Ayat dan Hadis
Nasaruddin Umar ; Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 27 April 2018
PILKADA serentak sebentar lagi
tiba. Pilkada kali ini lebih menarik lagi karena berdekatan dengan bulan suci
Ramadan. Dalam bulan suci Ramadan emosi umat Islam sedang berakumulasi dan
biasanya akan tampil kesemarakan spiritual di dalam masyarakat.
Yang perlu dicermati ialah
pelibatan ayat-ayat dan hadis di dalam berkampanye. Politisasi ayat dan hadis
sudah sering terjadi, tapi kali ini mungkin akan lebih banyak lagi karena ada
Ramadan yang berpapasan dengan bulan pemilu.
Kita perlu lebih hati-hati
mengumbar ayat di dalam berpolitik praktis karena tidak sedikit kitab suci bermasalah
karena faktor politik praktis. Sejarah panjang Bibel dan kitab-kitab suci
lainnya penuh dengan persoalan sebagai akibat pengaruh tarikan politik dan
kekuasaan, baik penulisan, penerjemahan, maupun penafsiran.
Akibatnya, sering kita menemukan
istilah ‘kitab suci palsu’, ‘terjemahan sesat’, dan ‘penafsiran tendensius’.
Dalam dunia Islam manipulasi dalil-dalil agama juga pernah terjadi. Suatu
ketika terjadi pemandangan menarik di sebuah pasar tradisional di Timur
Tengah. Penjual madu dagangannya laris manis karena dipoles dengan hadis,
ditambah dengan ayat yang dikutip dari Surah An-Nahl (lebah madu). Hadis
tentang madu memang pernah ada, yaitu: al-'Asal da'u kulli dain dawa' (madu
mengobati berbagai macam penyakit). Penjual madu meneriakkan hadis nabi di
tengah pasar sehingga dalam waktu tidak lama dagangannya habis.
Di samping penjual madu ada
seorang penjual terong yang hanya bisa termangu menyaksikan pembeli menyerbu
dagangan madu di sampingnya, sedangkan dagangan terongnya tidak ada yang
mampir membeli. Rupanya si penjual terong tidak kehabisan akal. Ia pun
mengarang sebuah hadis yang isinya mirip dengan hadis yang diteriakkan
penjual madu. Ia membuat hadis palsu dan meneriakkannya berulang-ulang.
“Wahai para pengunjung pasar, kemarilah membeli terongku, Rasulullah pernah
bersabda: Al-Bazinjan da'u kulli dawa' (terong bisa menyembuhkan berbagai
macam penyakit).
Alhasil, dagangan penjual terong
juga laris manis. Hadis palsu tersebut sering dijadikan sebagai contoh dari
hadis palsu di dalam kitab-kitab ulumul hadis. Dalam kesempatan lain ketika
Ibu Megawati Soekarno Putri mencalonkan diri sebagai presiden masa lalu,
sebuah spanduk raksasa yang berisi hadis nabi terpampang di sebuah kampus
besar, Lan yufliha qaumun wallau amrahum imraatan (Tidak akan beruntung suatu
kaum yang menyerahkan urusannya diurus oleh seorang perempuan). Di tempat
lain dipajang spanduk isinya ayat Alquran: Al-Rijal qawwamun 'ala al-nisa'
(Laki-laki pemimpin bagi perempuan/QS Al-Nisa/4:32).
Jelas spanduk-spanduk dan brosur
itu bertujuan mencekal Ibu Megawati sebagai calon presiden. Perolehan suara
Ibu Megawati tergolong kurang di kawasan itu, tapi tidak berhasil mencekalnya
sebagai presiden. Secara terselubung hingga saat ini dalil-dalil agama masih
sering dipolitisasi untuk ‘menembak’ seseorang atau sekelompok orang. Bukan
hanya dalam dunia politik, melainkan juga dalam dunia bisnis. Ada
produk-produk dipoles dengan ayat atau hadis, tetapi pada merek lain
dijadikan sebagai sasaran kampanye hitam untuk menjatuhkan produk itu.
Perang antara kelompok radikal dan
kelompok liberal juga menggunakan ayat dan hadis. Kesemuanya ini menunjukkan
begitu gampang orang mencapai sasarannya dengan polesan dalil-dalil
agama. Yang paling menyedihkan, kalimat-kalimat
suci diucapkan untuk mengeksekusi secara kejam orang-orang yang dianggap
musuhnya, seperti kita saksikan di media-media sosial tentang perlakuan IS
terhadap tawanan perang.
Sehubungan dengan itu semua, kita
sebagai bangsa yang majemuk selalu harus waspada terhadap orisinalitas dan
keabsahan kitab suci. Jangan sampai kitab suci dijadikan sebagai kendaraan
politik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar