Sabtu, 28 April 2018

Politisasi Ayat dan Hadis

Politisasi Ayat dan Hadis
Nasaruddin Umar ;  Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
                                              MEDIA INDONESIA, 27 April 2018



                                                           
PILKADA serentak sebentar lagi tiba. Pilkada kali ini lebih menarik lagi karena berdekatan dengan bulan suci Ramadan. Dalam bulan suci Ramadan emosi umat Islam sedang berakumulasi dan biasanya akan tampil kesemarakan spiritual di dalam masyarakat.

Yang perlu dicermati ialah pelibatan ayat-ayat dan hadis di dalam berkampanye. Politisasi ayat dan hadis sudah sering terjadi, tapi kali ini mungkin akan lebih banyak lagi karena ada Ramadan yang berpapasan dengan bulan pemilu.

Kita perlu lebih hati-hati mengumbar ayat di dalam berpolitik praktis karena tidak sedikit kitab suci bermasalah karena faktor politik praktis. Sejarah panjang Bibel dan kitab-kitab suci lainnya penuh dengan persoalan sebagai akibat pengaruh tarikan politik dan kekuasaan, baik penulisan, penerjemahan, maupun penafsiran.        

Akibatnya, sering kita menemukan istilah ‘kitab suci palsu’, ‘terjemahan sesat’, dan ‘penafsiran tendensius’. Dalam dunia Islam manipulasi dalil-dalil agama juga pernah terjadi. Suatu ketika terjadi pemandangan menarik di sebuah pasar tradisional di Timur Tengah. Penjual madu dagangannya laris manis karena dipoles dengan hadis, ditambah dengan ayat yang dikutip dari Surah An-Nahl (lebah madu). Hadis tentang madu memang pernah ada, yaitu: al-'Asal da'u kulli dain dawa' (madu mengobati berbagai macam penyakit). Penjual madu meneriakkan hadis nabi di tengah pasar sehingga dalam waktu tidak lama dagangannya habis.

Di samping penjual madu ada seorang penjual terong yang hanya bisa termangu menyaksikan pembeli menyerbu dagangan madu di sampingnya, sedangkan dagangan terongnya tidak ada yang mampir membeli. Rupanya si penjual terong tidak kehabisan akal. Ia pun mengarang sebuah hadis yang isinya mirip dengan hadis yang diteriakkan penjual madu. Ia membuat hadis palsu dan meneriakkannya berulang-ulang. “Wahai para pengunjung pasar, kemarilah membeli terongku, Rasulullah pernah bersabda: Al-Bazinjan da'u kulli dawa' (terong bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit).

Alhasil, dagangan penjual terong juga laris manis. Hadis palsu tersebut sering dijadikan sebagai contoh dari hadis palsu di dalam kitab-kitab ulumul hadis. Dalam kesempatan lain ketika Ibu Megawati Soekarno Putri mencalonkan diri sebagai presiden masa lalu, sebuah spanduk raksasa yang berisi hadis nabi terpampang di sebuah kampus besar, Lan yufliha qaumun wallau amrahum imraatan (Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya diurus oleh seorang perempuan). Di tempat lain dipajang spanduk isinya ayat Alquran: Al-Rijal qawwamun 'ala al-nisa' (Laki-laki pemimpin bagi perempuan/QS Al-Nisa/4:32).

Jelas spanduk-spanduk dan brosur itu bertujuan mencekal Ibu Megawati sebagai calon presiden. Perolehan suara Ibu Megawati tergolong kurang di kawasan itu, tapi tidak berhasil mencekalnya sebagai presiden. Secara terselubung hingga saat ini dalil-dalil agama masih sering dipolitisasi untuk ‘menembak’ seseorang atau sekelompok orang. Bukan hanya dalam dunia politik, melainkan juga dalam dunia bisnis. Ada produk-produk dipoles dengan ayat atau hadis, tetapi pada merek lain dijadikan sebagai sasaran kampanye hitam untuk menjatuhkan produk itu.

Perang antara kelompok radikal dan kelompok liberal juga menggunakan ayat dan hadis. Kesemuanya ini menunjukkan begitu gampang orang mencapai sasarannya dengan polesan dalil-dalil agama.  Yang paling menyedihkan, kalimat-kalimat suci diucapkan untuk mengeksekusi secara kejam orang-orang yang dianggap musuhnya, seperti kita saksikan di media-media sosial tentang perlakuan IS terhadap tawanan perang.

Sehubungan dengan itu semua, kita sebagai bangsa yang majemuk selalu harus waspada terhadap orisinalitas dan keabsahan kitab suci. Jangan sampai kitab suci dijadikan sebagai kendaraan politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar